99
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan maka diperoleh faktor-faktor yang memberikan pengaruh dalam proses penyelesaian kasus kekerasan seksual
terhadap anak yang dalam dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah KPAID Provinsi Sumatera Utara. Dalam penelitian yang bersifat konfirmatori ini,
peneliti menegaskan teori-teori mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penyelesaian kasus kekerasan seksual terhadap anak seperti yang telah peneliti
jelaskan pada tinjauan pustaka. Penegasan teori tersebut didasari oleh temuan dalam wawancara penelitan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penyelesaian kasus
kekerasan seksual terhadap anak dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah KPAID Provinsi Sumatera Utara, yakni dirangkum sebagai berikut:
5.3.1 Faktor Internal Anak
Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam individu Ismail dalam Suyanto, 2010: 33-35. Saraswati 2009 dalam bukunya Perempuan dan
Penyelesaian Kekerasan Dalam Rumah Tangga, mengatakan bahwa faktor pendukung utama untuk membawa dan menyelesaikan kasus kekerasan dalam rumah
tangga melalui hukum pidana adalah korban sendiri, selanjutnya menurut Saraswati untuk faktor penghambat kemungkinan bisa berasal dari korban sendiri dengan
berbagai alasan.. Maka dapat dikatakan bahwa faktor internal dalam penyelesaian kasus kekerasan seksual terhadap anak adalah anak yang menjadi korban atas tindak
kekerasan tersebut. Dari hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara dengan empat orang
anak korban kekerasan seksual sebagai informan utama beserta orang tua mereka sebagai informan tambahannya, rata-rata anak yang menjadi korban sebenarnya tidak
Universitas Sumatera Utara
100
mengetahui secara pasti mengenai kekerasan seksual itu sendiri. Mereka hanya tahu bahwa tindakan yang terjadi pada mereka merupakan perbuatan yang salah.
Seperti penuturan AL sebagai informan I: “Perbuatan bapak tiri AL itu kan jahat kali, kak. Bejat. Jadi mesti di
penjarakan lah dia. ”
Sedangkan DWG sebagai informan II, usianya masih terlalu muda untuk memberikan jawaban yang diplomatik dan dia hanya mengangguk serta mengiyakan
saat Bapak PG bertanya apakah BS merupakan orang jahat. Selanjutnya menurut NP sebagai informan III:
“Ya NP ngerasa kalo perbuatan bapak nggak baik, dan NP itu korbannya bapak.
” Hal senada juga dikatakan oleh AS sebagai informan IV:
“Aku udah tau sebenernya kak kalo dia DPelaku itu ada gila-gilanya. Makanya itu yang buat aku takut terus mau aja waktu dipaksanya begitu
sama dia. ”
Selain itu, anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual tersebut memberikan respon yang positif terhadap penanganan dari KPAID SUMUT yang
mengkoordinasikan mereka ke RUPA dan RPTC. Adapun sebagian besar dari mereka mengaku merasa malu untuk berinteraksi dengan teman-teman sekolahnya
dan masyarakat di lingkungan sekitarnya setelah kejadian yang menimpa mereka, terlebih ketika sedang menjalani proses penyelesaian yang diketahui oleh lingkungan
sekitar mereka. Alasan lainnya yakni mereka takut dengan Pelaku yang belum ditahan dan masih berkeliaran di dekat mereka, yang mana tidak jarang Pelaku
tersebut memberikan ancaman atau intervensi-intervensi terhadap mereka maupun pihak Pelapor. Maka mengakibatkan beberapa anak sempat ingin menarik laporan
kasusnya.
Universitas Sumatera Utara
101
Berikut yang dikatakan oleh AL sebagai informan I: “AL waktu itu menghindari Mama, Mama bujuk-bujuk terus supaya damai
terus Bapak tiri AL nggak di penjara. AL tau itu pasti Mama dipaksa sama Bapak. AL bilang ke orang KPAID dan disarankan lah AL tinggal sementara
di RUPA. ”
Sedangkan menurut Bapak PG selaku orang tua DWG yang menjadi pihak Pelapor
dalam pengaduan kasusnya mengatakan: “Saya sangat khawatir dek sama DWG, umurnya masih kecil sekali tapi
mengalami hal buruk kayak gitu. Dirumah saya liat tingkahnya macam orang ketakutan terus, dan nggak mau lagi main keluar sama teman-temannya.
Sekolah pun nggak mau dia kalo nggak saya atau istri tungguin. Jadi saya minta tolong sama orang KPAID SUMUT gimana caranya supaya anak saya
ini ceria lagi lah, kalo bisa lupa sama kejadian it u…”
Hasil kutipan wawancara dengan NP sebagai informan III: “Awalnya NP nggak mau dibawa ke sini RPTC kak, tapi NP disuruh mama
dan ada kakak Peksos baik sama NP, dia tugas disini. Kata mereka juga cuma selama proses Polisi sampe Bapak A ditahan, biar NP aman nggak
dicari-cari Bapak, abis itu NP bisa tinggal sama Mama di Siantar. ”
Selanjutnya menurut AS sebagai informan IV: “Aku malu sama teman-teman sekolah, sama tetangga juga. Mereka rata-rata
udah tau ceritanya itu sejak ada Polisi kerumah. Sempat ada lagi kak tetanggaku sebaya pernah bercanda bilangin aku homo. Malu sekali aku kak,
hal tersebut sempat juga terpikir buat nyuruh Ibu cabut laporan Kepolisian sama di KPAID SUMUT. Bikin supaya orang taunya itu cerita semua
bohongan, supaya aku nggak dianggap sebagai korban lagi. Malu sekali lah kak. Jadi Bapak dari KPAID SUMUT waktu itu bilang aku harus di RUPA
supaya aman. ”
Hal senada dibenarkan oleh Ibu S selaku orang tua AS: “Anakku itu kemarin sebelum di RUPA pendiam sekali dek, saya sebagai Ibu
ya tentu khawatir, ngerasa kasian juga sedangkan saya nggak tau mesti buat apa. Pas balik dari RUPA itu nampak perubahannya, udah rajin sekolah lagi
dia. Eh tapi sekarang-sekarang ini kok saya ngerasa lain lagi sikapnya, makanya kemarin saya balik lagi ke KPAID SUMUT, konsultasi sama orang
sana. Kayaknya dia AS lebih baik di RUPA lagi lah sementara. ”
Universitas Sumatera Utara
102
Secara umum, pemikiran anak-anak korban kekerasan seksual tersebut yang berpengaruh besar dalam proses penyelesaian kasusnya. Anak yang memahami
bahwa perbuatan si Pelaku itu salah dan dirinya sebagai korban akan berpikir bahwa kasus tersebut harus segera diproses agar Pelaku mendapatkan hukuman yang berat.
Namun apabila anak merasa malu atas kejadian yang menimpanya atau terlebih merasakan takut akan ancaman-ancaman yang diberikan oleh pelaku, maupun
intervensi dari pihak-pihak luar yang terkait selama proses penyelesaian kasusnya dapat membuat proses penanganan dan penyelesaian tersebut menjadi tertahan atau
bahkan hampir ditarik kasusnya dari laporan Kepolisian dan di lembaga perlindungan anak yang menanganinya, dalam penelitian ini adalah KPAID
SUMUT.
5.3.2 Faktor Eksternal