89
pengadilan. Ibu AR mengatakan beliau sangat senang bahwa saat itu kasus NP sangat diutamakan penanganannya karena adanya campur tangan langsung dari Kapolres
Medan dan Kapolsek Medan Baru, meskipun dia sempat terkejut dan khawatir ketika banyaknya wartawan yang menyorot kasus NP tersebut ketika mereka keluar dari
Polsek Medan Baru untuk dikoordinasikan ke RPTC. NP juga menuturkan bahwa dia merasa malu dan tidak nyaman dengan pertanyaan-pertanyaan wartawan pada
dirinya, dia juga khawatir apabila Ayah kandungnya menjadi marah dan dendam padanya dengan pemberitaan media-media yang meliput kasusnya tersebut.
Kini NP sudah beberapa bulan berada di RPTC, dia mengatakan pada peneliti bahwa awalnya dia sangat trauma dengan kejadian tersebut dan takut untuk bercerita
dengan orang lain karena juga trauma akan pertanyaan-pertanyaan wartawan. Namun NP mengungkapkan bahwa Pekerja Sosial dan pihak KPAID SUMUT yang bertugas
memantaunya sangat baik dalam menanganinya dan membantu menghilangkan rasa ketakutan-ketakutan tersebut. Dia menyukai sesi-sesi konseling dengan pihak-pihak
tersebut dan petugas di RPTC, sehingga lama kelamaan NP mulai merasa mudah bergaul kembali dengan orang lain tanpa rasa takut. NP berharap agar proses hukum
ayah kandungnya tersebut segera selesai agar dia dapat keamanan untuk bisa segera keluar dari RPTC dan tinggal bersama Ibu AR.
5.2.4 Informan Utama dan Tambahan 4
Nama : AS
TempatTanggal Lahir : Belawan, 04 April 2001 Jenis Kelamin
: Laki-laki Alamat
: Jl. Besi No. 03A, Lk IX Kec. Medan Labuhan, Kota Medan
Universitas Sumatera Utara
90
Agama : Islam
Pendidikan : Pelajar aktif kelas III SMP
Informan terakhir dalam penelitian ini adalah AS Lk, 15th dan Ibu kandungnya yakni Ibu S yang menjadi Pelapor dalam pengaduan kasus kekerasan
seksual terhadap anak di KPAID SUMUT dan juga sebagai informan tambahan pada wawancara penelitian ini. Adapun peneliti melakukan wawancara dilakukan dengan
AS dan Ibu S pada awal April 2016 di kediamannya di Jalan Besi No. 03A Lingkungan IX, Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan. Ibu S membuat laporan
pengaduan kasus kekerasan seksual terhadap anaknya ke KPAID SUMUT yang tercatat pada hari Rabu tanggal 11 November 2015 pukul 12.30 WIB.
Adapun AS merupakan korban kekerasan seksual terhadap anak dalam bentuk pelecehan seksual sodomi, yang dilakukan oleh tetangganya D Lk, 40th di
dekat Mesjid Al-Hasan Jalan Marelan Raya Gg. Pusara Lingkungan VIII Kelurahan Tanah 600 Kecamatan Medan Marelan. Kejadian tersebut berlangsung pada hari
Senin, 26 Oktober 2015 sekitar pukul 13.00 WIB. Berdasarkan penuturannya pada peneliti dalam wawancara penelitian ini, AS mengatakan bahwa perbuatan D tersebut
telah berlangsung semenjak AS masih duduk di kelas 5 SD dan dia sudah tidak ingat lagi berapa kali D menyodominya.
Berdasarkan Ibu S dalam wawancara yang terpisah, dirinya mengetahui kejadian tersebut berawal dari adiknyaBibi dari AS yang mencurigai AS yang
setelah kelas 2 SMP apabila melihat D selalu nampak takut. Bibi dari AS tersebut terus menanyakan alasan AS ketakutan terhadap D, pada awalnya AS mengelak
pertanyaan namun karena Bibinya terus bertanya maka AS mengaku bahwa dirinya
Universitas Sumatera Utara
91
pernah di sodomi D sejak dia kelas 5 SD. AS juga mengaku bahwa setelah melakukan perbuatan itu D memberinya uang sebesar Rp. 15.000,-
Saat laporan pengaduan kasus tersebut Ibu S membawa serta AS ke KPAID SUMUT. Ibu S menyatakan bahwa Polsek Labuhan sudah melakukan proses
penyidikan tetapi D belum juga ditahan dan diproses sidang pengadilan, adapun kedatangan mereka ke KPAID SUMUT adalah atas kekhawatiran Ibu S mengenai
kondisi anaknya tersebut. Dalam assessment Ibu S menyatakan bahwa dirinya sangat
khawatir dengan keadaan psikologis anaknya dan sangat menginginkan AS di periksakan ke Psikolog. Dilain sesi assessment dengan AS, nampak jelas bahwa AS
mengalami trauma karena sering melamun dan tidak fokus terhadap pertanyaan konselor dari pihak KPAID SUMUT. Pihak KPAID SUMUT menyarankan agar hari
itu juga AS dibawa ke Rumah Perlindungan Anak RUPA milik KPAID SUMUT untuk tinggal sementara dan mendapatkan penanganan psikologis serta pemulihan
atau reintegrasi sosialnya. AS berada di RUPA selama kurang lebih dua bulan, terhitung dari akhir
November 2015 sampai Januari 2016 kemarin. Kondisi psikologis AS menurut Ibu S dan seperti yang peneliti lihat ketika wawancara sudah membaik, namun nampak
jelas AS tidak terlalu ceria dan aktif seperti anak pada umurnya. AS mengaku bahwa dirinya masih takut untuk bertemu D yang belum ditahan oleh Polisi dan masih
berkeliaran di lingkungan rumah mereka, AS mengatakan bahwa D pernah berpapasan dengannya ketika dia sedang bersama teman-temannya lalu D membuat
ancaman yang membuat AS semakin takut. AS juga malu dengan teman-teman sekolah dan tetangganya yang sebagian besar sudah mengetahui kejadian tersebut.
Malah menurut AS sempat ada temannya yang bercanda menyebut dirinya gay, hal
Universitas Sumatera Utara
92
tersebut membuat AS sempat terpikir ingin menyuruh Ibu S mencabut laporan Kepolisian serta di KPAID SUMUT dan membuat pernyataan bahwa semua kejadian
tersebut tidak benar dan hanya rekayasa, agar dirinya tidak dianggap sebagai korban sodomi lagi yang menurutnya sangat memalukan.
Melihat perilaku AS yang masih seperti itu Ibu S beberapa minggu sebelum wawancara penelitian ini mengatakan kembali ke KPAID SUMUT untuk
berkonsultasi mengenai anaknya tersebut. Pihak KPAID SUMUT kembali menyarankan agar AS ditempatkan di RUPA lagi, mengingat juga bahwa selama D
belum ditahan AS juga harus dilindungi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Ibu S sangat menyayangkan lambannya pergerakan Aparat Penegak
Hukum APH yang seharusnya dengan mudah memproses kasus AS tersebut, dan Ibu S berencana untuk mengangkat kasus ini ke media massa karena wartawan
menjadi pilihan yang efektif agar kasus kekerasan seksual terhadap anaknya tersebut lebih diperhatikan oleh public. Menurut Ibu S pihak APH pasti lebih tertarik untuk
menyelesaikan kasus yang sedang menjadi perhatian masyarakat demi pencitraan dan menaikkan nama instansi tersebut. Namun pihak KPAID SUMUT menyarankan
bahwa Ibu S berfokus pada diri AS saja yang masih butuh dukungan emosional agar kondisinya menjadi semangat lagi. Ibu S juga menuturkan bahwa pihak KPAID
SUMUT mengatakan padanya bahwa tingkat emosional Ibu S terhadap kasus ini menjadi salah satu pemicu kondisi psikologis AS yang masih belum dapat dikatakan
baik sampai saat ini.
Universitas Sumatera Utara
93
5.2.5 Informan Kunci