83
agenda pembacaan tuntutan, dimana BS dituntut 8 tahun penjara dan denda sebesar 80 juta rupiah. Bapak PG mengatakan pada saat itu beliau mengajukan hak restitusi
korban atas saran dari pihak KPAID SUMUT, namun permohonan tersebut ditolak oleh Hakim di persidangan tersebut. Lalu akhirnya dalam pembacaan putusan
pengadilan, BS di vonis 5 tahun penjara pada agenda persidangan terakhir tanggal 13 Januari 2016. Bapak PG mengaku sebenarnya tidak terlalu puas dengan keputusan
tersebut, namun yang beliau utamakan adalah bahwa sekarang ini DWG sudah tidak terlihat trauma dengan kejadian tersebut setelah keluar dari RUPA.
5.2.3 Informan Utama dan Tambahan 3
Nama : NP
TempatTanggal Lahir : Sunggal Kanan, 05 Juli 2003 Jenis Kelamin
: Perempuan Alamat
: Jalan Setia Kawan Dusun III No. 26 Desa Sunggal Kanan Kec. Sunggal, Deli Serdang
Agama : Kristen
Pendidikan : Pelajar aktif kelas V SD
Informan utama ketiga dalam penelitian ini adalah NP Pr, 13th dan Ibu kandungnya yakni Ibu AR 42th yang menjadi informan tambahan. Wawancara
penelitian ini dilakukan di Rumah Perlindungan Trauma Center RPTC milik Kementerian Sosial Republik Indonesia pada akhir Maret 2016 dengan NP, dan
wawancara berikutnya awal April 2016 dengan Ibu AR di KPAID SUMUT. Seperti halnya dengan dua informan utama yang lain, peneliti sudah beberapa kali
berinteraksi dengan NP dan Ibu AR sebelumnya sejak kasus mereka pertama kali diadukan ke KPAID SUMUT pada tahun 2015.
Universitas Sumatera Utara
84
NP merupakan seorang anak korban tindak pidana persetubuhanpencabulan incest yang dilakukan oleh Ayah kandungnya sendiri yakni A Lk, 45th. Adapun
dalam kesehariannya NP bekerja sebagai tukang parkir di Pasar Petisah Medan. Penanganan KPAID SUMUT atas kasus NP bermula ketika pada hari Senin 23
November 2015, NP dengan didampingi oleh Neneknya yakni Oma K als H ibu dari ayah kandung NP datang ke KPAID SUMUT. Berdasarkan pengakuannya saat itu,
Oma K als H membuat laporan pengaduan atas tindak kekerasan seksual berupa pencabulan terhadap NP sebagai korban dengan pelaku atau terlapor yaitu Kakek K
als T. Adapun Kakek K als T adalah saudara dari Oma K als H dan merupakan kakek dari NP.
Namun dua hari setelah pengaduan tersebut tercatat, pada hari Rabu 25 November 2015 pukul 12.00 WIB seorang ibu yang mengaku sebagai ibu kandung
NP datang ke KPAID SUMUT. Menurut penuturan NP pada peneliti, sejak tahun 2008 Ibu AR sudah berpisah tanpa cerai dengan ayahnya dan meninggalkan NP yang
saat itu berusia 5 tahun serta adiknya yakni V yang berusia 2 tahun. Ibu AR mengalami kekerasan dalam rumah tangga serta pelecehan yang dilakukan oleh A.
Kini Ibu AR sudah menikah lagi dan menetap di Pondok Teladan, Desa Bah Jambi Kecamatan Jawa Maraja, Kabupaten Simalungun. Adapun kedatangan Ibu AR ke
KPAID SUMUT adalah untuk membuat laporan pengaduan baru atas kasus NP dengan meluruskan duduk perkara.
Dalam wawancara dengan peneliti, Ibu AR menuturkan bahwa pada beberapa hari sebelum datang ke KPAID SUMUT, beliau mendapat berita mengenai kasus NP
yang dilaporkan oleh Oma K als H dari ibu asuh NP di Medan yakni Ibu A. Ibu A
Universitas Sumatera Utara
85
juga menambahkan bahwa dirinya sudah bertanya secara pribadi dengan NP dan menurut pengakuannya menjelaskan bahwa yang melakukan perbuatan keji itu
adalah ayahnya sendiri. Pada saat itu juga Ibu AR langsung meyakini A sebagai pelaku sebenarnya, karena menurutnya mantan suaminya itu sejak dulu sering
berperilaku kasar terhadapnya dan juga mengonsumsi obat-obatan terlarang. Hal tersebut yang juga menjadi penjelasan Ibu AR dalam laporan pengaduannya ke
KPAID SUMUT. Kemudian penuturan NP yang senada dipaparkan oleh Ibu AR dalam
wawancara terpisah, bahwa pada dua hari setelah laporan pengaduan Ibu AR tersebut, NP bertemu secara diam-diam untuk dapat hadir di KPAID SUMUT dan
membuat laporan di Kepolisian demi melanjutkan proses penanganan kasusnya. Tanpa sepengetahuan ayah dan nenek NP, Ibu A sebagai ibu asuh NP
memberitahukan bahwa Ibu AR sudah menunggu dirumahnya serta menceritakan maksud dan tujuan agar mereka berjumpa. NP mengatakan bahwa saat itu dirinya
masih tinggal bersama ayahnya dan Oma K als H di Jalan Setia Kawan Dusun III No. 26 Desa Sunggal Kanan Kecamatan Sunggal Deli Serdang. Pada kehadirannya di
KPAID SUMUT bersama Ibu AR tersebut, barulah NP mengaku mengenai kronologis kejadian sebenarnya pada pihak konselor KPAID SUMUT, seperti halnya
pengakuan NP dalam wawancara penelitian ini. NP terlihat terbuka dan tenang saat bercerita mengenai kronologis kasusnya
dengan peneliti. Adapun tindakan yang dilakukan oleh ayah kandungnya tersebut pertama kali terjadi pada saat NP berusia 10 tahun. Kejadian tersebut bertempat di
rumah Oma K als H, namun NP mejelaskan bahwa dia tidak begitu mengingatnya
Universitas Sumatera Utara
86
dengan rinci karena saat itu dia masih duduk di kelas 3 SD. Berikut penuturan NP kepada peneliti:
“Karena kejadiannya udah lama jadi saya nggak dapat ingat lagi hari dan tanggalnya, kak. Saat itu Bapak A hanya mencium-ciumi pipi sama leher
saya aja…”
Kemudian kejadian yang kedua kalinya A mencabuli anak kandungnya tersebut pada Desember 2014 sekitar pukul 16.00 WIB di rumah lama A Jalan
Mojopahit Medan. Saat itu NP sedang tidur siang lalu merasakan bahwa A mendekatinya sambil meletakkan sebilah pisau di samping bantalnya. A mengatakan
hal-hal ancaman mengenai Ibu AR yang tidak pulang-pulang lagi dan dengan ditunjukkannya pisau itu dia berkata pada NP untuk membunuh Ibu AR. Selanjutnya
setelah mengatakan hal tersebut A menciumi dan memaksa NP untuk melakukan hubungan layaknya suami istri. Saat itu NP mengaku mengeluh sakit dan takut
diketahui oleh orang lain maka A mengentikan perbuatannya dan mengancam anaknya itu apabila NP memberitahukan hal tersebut kepada orang lain.
Pada bulan Juli 2015, NP diasuh oleh kerabat keluarga mereka yakni Ibu A dan Bapak R untuk tinggal bersama di Jalan Mergat No. 22 Kelurahan Petisah
Tengah Kecamatan Medan Petisah. Lalu kejadian terakhir yang menjadi hal utama dalam laporan pengaduan kasus berawal dari kepergian Ibu A dan Bapak R ke
Samosir pada hari Sabtu 7 November 2015, sehingga meninggalkan NP yang dijaga oleh anak mereka yakni S. Kemudian pada keesokan harinya tanggal 8 November
2015 A datang untuk membetulkan lampu, setelah sehari sebelumnya S menyuruh NP untuk memanggil ayahnya tersebut. Saat itu S sedang tidak berada dirumah, dan
Universitas Sumatera Utara
87
tindak kekerasan seksual ketiga terjadi pukul 13.00 WIB ketika A kembali memaksa NP untuk melakukan hubungan badan dan setelah itu mengancam NP agar tidak
memberitahukan kepada siapa pun. Dua hari setelah itu ketika Ibu A sudah pulang dari Samosir, beliau nampak
heran dengan leher dan pundak kiri-kanan NP yang terdapat bercak merah. Pada saat diminta penjelasan NP berusaha menutupi dengan mengatakan itu adalah perbuatan
dirinya sendiri, sambil mempraktekkan bagaimana cara mencium pundak dan lehernya namun ternyata tidak bisa. Menyadari hal itu Ibu A langsung menangis dan
memeluk NP serta bertanya siapa yang melakukan perbuatan tersebut. NP awalnya takut untuk mengatakannya namun akhirnya mengaku dengan memberi syarat agar
Ibu A tidak memberitahu ayah kandungnya yang menjadi pelaku tindakan tersebut. Setelah mendengar pengakuan dari NP, Ibu A menceritakan kejadian yang NP alami
kepada Oma K als H sebagai nenek NP dan ibu kandung dari A. Kemudian NP yang malu saat itu memutuskan untuk tinggal bersama neneknya tersebut.
Pada tanggal 14 November 2015 sekitar pukul 17.00 WIB, A datang menghampiri NP di parkiran Pasar Petisah Medan untuk membujuknya agar
merekayasa pelaku kejadian tempo hari. NP diminta melemparkan tuduhan pelaku pada Kakek K als T, yang telah peneliti singgung diatas. Bujukan dan tekanan juga
dilakukan oleh Oma K als H yang meminta NP untuk berbohong apabila dimintai keterangan, karena Oma K als H saat itu berencana mengajak NP untuk membuat
laporan pengaduan ke Kepolisian dan KPAID SUMUT. Seperti yang telah peneliti deskripsikan sebelumnya bahwa Ibu AR telah
meluruskan laporan pengaduan yang sempat dibuat oleh Oma K als H ke KPAID
Universitas Sumatera Utara
88
SUMUT. Kemudian pada tanggal 30 November 2015 NP kembali bertemu secara diam-diam dengan Ibu AR, dengan didampingi oleh pihak dari KPAID SUMUT
mereka menjalani proses penanganan berikutnya. NP mendapat rujukan untuk melakukan Visum Et Repertum VER di Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan,
setelah itu NP dan Ibu AR didampingi untuk memberikan keterangan Berita Acara Perkara BAP di Polsek Medan Baru mengenai tindak kekerasan seksual yang
menimpa NP. Sebelumnya pada hari itu A juga menjalani pemeriksaan Kepolisian Polsek
Medan Baru sebagai tersangka, namun belum ada penyidikan lebih lanjut ataupun perintah penahanan. Oleh karena itu A masih berkeliaran diluar Polsek saat NP dan
Ibu AR masih memberikan keterangan pada polisi. Tidak hanya itu, Oma K als H juga berada diluar bersama A menunggu untuk membawa pulang kembali NP dan
memberikan ancaman ingin membunuh Ibu AR. Menurut penuturan Ibu AR dalam wawancaranya dengan peneliti, pada saat itu juga beliau menginginkan NP dan
adiknya V untuk ikut tinggal bersamanya. Awalnya NP ragu karena takut dengan ayah dan neneknya, maka pihak KPAID SUMUT yang bekerja sama dengan pihak
Pekerja Sosial
dari Kementerian
Sosial Republik
Indonesia segera
mengkoordinasikan agar NP sebagai anak korban kekerasan seksual ditempatkan sementara di Rumah Perlindungan Trauma Center RPTC milik Kemensos RI demi
keamanannya selama proses hukum berlangsung dan juga untuk memulihkan kondisi NP sebelum dapat tinggal bersama ibunya.
Beberapa hari setelahnya Ayah kandung NP ditahan dan dimulai proses hukumnya, namun sampai penelitian ini dibuat belum sampai pada tahap putusan
Universitas Sumatera Utara
89
pengadilan. Ibu AR mengatakan beliau sangat senang bahwa saat itu kasus NP sangat diutamakan penanganannya karena adanya campur tangan langsung dari Kapolres
Medan dan Kapolsek Medan Baru, meskipun dia sempat terkejut dan khawatir ketika banyaknya wartawan yang menyorot kasus NP tersebut ketika mereka keluar dari
Polsek Medan Baru untuk dikoordinasikan ke RPTC. NP juga menuturkan bahwa dia merasa malu dan tidak nyaman dengan pertanyaan-pertanyaan wartawan pada
dirinya, dia juga khawatir apabila Ayah kandungnya menjadi marah dan dendam padanya dengan pemberitaan media-media yang meliput kasusnya tersebut.
Kini NP sudah beberapa bulan berada di RPTC, dia mengatakan pada peneliti bahwa awalnya dia sangat trauma dengan kejadian tersebut dan takut untuk bercerita
dengan orang lain karena juga trauma akan pertanyaan-pertanyaan wartawan. Namun NP mengungkapkan bahwa Pekerja Sosial dan pihak KPAID SUMUT yang bertugas
memantaunya sangat baik dalam menanganinya dan membantu menghilangkan rasa ketakutan-ketakutan tersebut. Dia menyukai sesi-sesi konseling dengan pihak-pihak
tersebut dan petugas di RPTC, sehingga lama kelamaan NP mulai merasa mudah bergaul kembali dengan orang lain tanpa rasa takut. NP berharap agar proses hukum
ayah kandungnya tersebut segera selesai agar dia dapat keamanan untuk bisa segera keluar dari RPTC dan tinggal bersama Ibu AR.
5.2.4 Informan Utama dan Tambahan 4