93
5.2.5 Informan Kunci
Nama : Muslim Harahap, SH.,MH
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Pelita 5 Gg. Kamboja No. 12 Medan
Agama : Islam
Pendidikan : S2
Bapak Muslim Harahap adalah informan kunci yang menjadi informan pangkal dalam penelitian ini. Beliau merupakan Ketua Kelompok Kerja Pokja
Bidang Pengaduan dan Fasilitas Pelayanan di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah KPAID Provinsi Sumatera Utara. Alasan peneliti memilih Pak Muslim
Harahap sebagai informan kunci adalah karena beliau merupakan seorang konselor serta pendamping di lembaga tersebut, dan terjun langsung dalam proses
penyelesaian kasus di KPAID SUMUT terutama dalam fokus penelitian ini adalah kasus kekerasan seksual terhadap anak. Pertimbangan-pertimbangan tersebut
meyakinkan peneliti bahwa Bapak Muslim Harahap mampu memahami setiap permasalahan dan faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi penyelesaian kasus
kekerasan seksual terhadap anak dalam dampingan KPAID SUMUT. Dimana pada awalnya peneliti melakukan wawancara dan diskusi dengan beliau sebelum
melanjutkan untuk mewawancarai informan utama dan tambahan, adapun informan- informan dalam penelitian ini juga merupakan rekomendasi dari beliau dan beberapa
staff KPAID SUMUT di Pokja Bidang Pengaduan dan Fasilitasi Pelayanan. Dari hasil wawancara penelitian ini dengan Bapak Muslim Harahap,
berbicara mengenai penyelesaian, salah satunya adalah alasan apa yang mendasari
Universitas Sumatera Utara
94
KPAID SUMUT dalam melakukan penyelesaian kasus, yakni adalah legalitas. Legalitas itu terkait dengan kedudukan hukum, peran dan fungsi KPAID SUMUT,
dimana telah peneliti jelaskan pada bab-bab sebelumnya. Beliau menuturkan bahwa KPAID SUMUT tentu punya sarana dan prasarana umum yg memadai; punya
kantor, punya staff, punya anggaran, dan punya fasilitas yg memadai. Sehingga masyarakat yang datang untuk mengadukan tindak kekerasan terhadap anak karena
ada pertimbangan domisili yg tetap, ada staff, ada sekretariat, dan ada ruangan yg khusus baik pengaduan maupun konseling anak. Namun sarana dan prasarana masih
minim dalam hal memfasilitasi korban-korban secara mobilier, untuk mengantarkan mereka ke psikolog, ke polisi, ke kejaksaan, atau misalnya membawa korban dari
Tapanuli Utara ke Medan, KPAID SUMUT belum memiliki sarana transportasi mobilier.
KPAID SUMUT memiliki staff umum yg memadai, misalnya staff mediator, staff konsultan hukum, staff administrator, staff advokasi sosial. Sehingga dalam hal
menangani anak, dalam posisi katakanlah assessment baik assessment secara sosial, agama, dan hukum kita bisa dibilang sudah memadai. Tetapi selanjutnya Bapak
Muslim Harahap menambahkan bahwa KPAID SUMUT juga kekurangan staff ahli baik itu konsultan, psikolog, dan yg paling penting relawan untuk home visit kepada
si anak yang tidak dikoordinasikan ke RUPA. Pihak dari Sakti Peksos juga belum ada yang siap bekerja maksimal 24 jam, karena menurutnya Sakti Peksos itu sendiri
diserahkan kepada penanganan di daerah masing-masing, jadi dapat dikatakan bahwa Sakti Peksos tersebut tidak terintegrasi.
Kemudian Bapak Muslim melanjutkan bahwa penyelesaian kasus dapat berjalan karena adanya faktor eksternal yakni jaringan. KPAID SUMUT memiliki
Universitas Sumatera Utara
95
jaringan ke Pemerintah, stakeholders, kemudian masyarakat, Aparat Penegak Hukum, pendamping seperti advokat, Sakti Peksos dari Kemensos RI, kemudian
tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat. Hal-hal tersebut dapat dijadikan sumber jaringan dan kekayaan mitra KPAID SUMUT. KPAID SUMUT juga banyak bekerja
sama dengan lembaga-lembaga Pemerintah, baik dgn lembaga Pemerintah kota maupun instansi swasta, dan juga Perguruan Tinggi. KPAID SUMUT memiliki
kerjasama dengan kampus-kampus ternama seperti Universitas Sumatera Utara USU, Universitas Islam Sumatera Utara UISU, Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara UMSU, serta UNIVA. Kemudian KPAID SUMUT juga bekerjasama dengan tokoh masyarakat gereja, yakni PGI. Selain itu, kerjasama juga
dilakukan dengan beberapa lembaga misalnya kerjasama yang akan dirintis yakni dengan Badan Narkotika Nasional BNN, kemudian trafficking dalam gugus tugas
trafficking yakni Gugus Tugas Anti Trafficking Sumatera Utara. Lalu gugus tugas anak yang berhadapan dengan hukum, yakni JARNAS ABH: Jaringan Nasional
Anak Berhadapan dengan Hukum. Di Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Anak dan Perempuan P2TP2A pihak KPAID SUMUT juga memiliki jaringan sebagai
tim advokasi, dimana Bapak Muslim Harahap kebetulan juga termasuk di dalam tim advokasi P2TP2A Sekda PEMPROVSU.
Adanya nota kesepahaman, kesepakatan atau keputusan bersama dengan Aparat Penegak Hukum APH juga berpengaruh dalam penyelesaian kasus di
KPAID SUMUT. Misalnya ada SKB Surat Kesepakatan Bersama tentang Anak yang Berhadapan dengan Hukum ABH dengan enam Kementerian pada tahun 2009
yaitu Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Pendidikan
Universitas Sumatera Utara
96
Nasional, Kementerian Agama, dan Kementerian Dalam Negeri. Kemudian ada juga nota kesepakatan bersama terkait dengan rehabilitasi ABH dengan enam kementerian
tersebut. Adapun ABH dalam penelitian ini adalah Anak yang Berhadapan dengan Hukum sebagai korban, yakni anak-anak korban kekerasan seksual yang kasusnya
mendapat pendampingan dari KPAID SUMUT. Bagaimana jaminan bagi klien untuk difasilitasi juga salah satu yang
mempengaruhi penyelesaian kasus di KPAID SUMUT, bagaimana klienkorban didampingi di Kepolisian, di pengadilan, kemudian bagaimana klien didampingi oleh
KPAID SUMUT dan Sakti Peksos untuk pemulihan rehabilitasi sosial dan reintegrasi sosial kepada korban di Rumah Perlindungan Anak RUPA milik KPAID SUMUT
dan juga Rumah Perlindungan Trauma Center RPTC miliki Kemensos RI, dimana klienkorban dipulihkan kejiwaannya sehingga bisa berinteraksi dengan teman
sebayanya dan dengan lingkungan sekolahnya. Dengan hal itu juga KPAID SUMUT memastikan sepenuhnya hak-hak klienkorban terlindungi oleh Negara, Pemerintah,
Pemerintah Daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tuanya. Untuk memastikan hal itu, dibutuhkan kepercayaan dari anak korban terhadap KPAID SUMUT dan
terutama pada dirinya sendiri demi menyelesaikan kasusnya. Selanjutnya Bapak Muslim Harahap juga menuturkan bahwa dari segi posisi
KPAID SUMUT diibaratkan sebagai supir, artinya apabila laporan pengaduan kasus bersifat aktif maka supirnya pun semakin kencang menjalankan sampai tujuan.
Misalnya hari ini ada pengaduan, karena KPAID SUMUT bertugas supir otomatis akan mengarahkan kemana tujuan klien, dimana tujuannya adalah memastikan anak
korban tindak kekerasan tersebut terlindungi, hal itulah yang difasilitasi KPAID SUMUT. Tetapi andai kata klien Pelapor dan anak korban datang kemudian tidak
Universitas Sumatera Utara
97
aktif, kemudian ketika dihubungi kembali juga tidak aktif, maka KPAID SUMUT tidak bisa berbuat yang lebih karena KPAID SUMUT menurut Bapak Muslim
Harahap merupakan pihak ketiga, tidak bisa untuk langsung berhubungan. Bapak Muslim Harahap menambahkan:
“Contoh, barusan ini ada orang tua yg buta, bahwa cucunya dicabuli sama tetangganya. Sudah dalam posisi buta, cucunya dicabuli tetangganya, dan
pengakuan si anak memang dia dicabuli oleh pelaku tetangganya. Kemudian kita mengajak dia untuk mendudukkan hukum yg sebenarnya, misalnya membuat laporan
pengaduan ke polisi, mendampingi si anak, dan selanjutnya BAP Berita Acara Penanganan. Sewaktu proses verbal BAP mau kita buat, ternyata si ibu yg buta tadi
tidak diketahui lagi keberadaannya entah dimana, handphonenya dimatikan. Jadi,
bagaimana dengan laporan pengaduan dia? Ya polisi mengejar kami. ‘Ya cemana ini. Kor
bannya nggak tau dimana, laporannya ada. Mau di apain?’. Kemudian saya bilang, ‘Ya terserah Ibu polisi, paling2 SP3 lah, stop.’ Begitu.”
Dalam beberapa kasus kekerasan terhadap anak di KPAID SUMUT, juga
terdapat upaya-upaya perdamaian yang sebenarnya sangat disayangkan. Sementara pihak KPAID SUMUT sudah mengusahakan bagaimana penyelesaian kasus itu
semaksimal mungkin untuk melindungi si anak, dan maksimal hukuman bagi pelaku, ternyata di tengah proses penyelesaian tersebut dicapai kesepakatan untuk berdamai.
Dalam menyelesaiakan kasus kekerasan terhadap anak, khususnya kasus kekerasan seksual, menurut Bapak Muslim Harahap banyak juga diantara Aparat
Penegak Hukum APH yang tidak memahami tupoksi masing-masing. Tupoksi maksudnya memahami posisi dia sebagai Polisi yang tujuannya adalah sebagai
pengacara Negara. Artinya ketika undang-undang terusik maka dialah yang seharusnya menjadi pengawal undang-undang. Banyak juga kasus dilapangan yang
dalam dampingan KPAID SUMUT pada prosesnya ternyata posisi APH yang ikut menangani tidak sebagai pengacara Negara tetapi juga pengacara pelaku. Hal
tersebut sangat disesalkan Bapak Muslim Harahap, karena seharusnya APH lebih memahami posisinya.
Universitas Sumatera Utara
98
5.3 Analisis Data