102
Secara umum, pemikiran anak-anak korban kekerasan seksual tersebut yang berpengaruh besar dalam proses penyelesaian kasusnya. Anak yang memahami
bahwa perbuatan si Pelaku itu salah dan dirinya sebagai korban akan berpikir bahwa kasus tersebut harus segera diproses agar Pelaku mendapatkan hukuman yang berat.
Namun apabila anak merasa malu atas kejadian yang menimpanya atau terlebih merasakan takut akan ancaman-ancaman yang diberikan oleh pelaku, maupun
intervensi dari pihak-pihak luar yang terkait selama proses penyelesaian kasusnya dapat membuat proses penanganan dan penyelesaian tersebut menjadi tertahan atau
bahkan hampir ditarik kasusnya dari laporan Kepolisian dan di lembaga perlindungan anak yang menanganinya, dalam penelitian ini adalah KPAID
SUMUT.
5.3.2 Faktor Eksternal
Faktor eksternal dalam penelitian ini merupakan faktor yang berasal dari luar diri anak sebagai korban kekerasan seksual yang mempengaruhi proses penyelesaian
kasus kekerasan seksual terhadap anak, dalam hal ini faktor-faktor eksternal tersebut meliputi:
A. Pihak KeluargaPelapor
Seperti yang telah peneliti jelaskan sebelumnya pada tinjauan pustaka penelitian ini, Saraswati 2009 mengungkapkan bahwa selanjutnya langkah korban kekerasan
dalam rumah tangga untuk melapor kepihak yang berwenang akan makin mudah apabila didukung oleh keluarga dekatnya seperti ayah, ibu atau saudara. Maka ketika
dikaitkan dengan kasus kekerasan seksual terhadap anak, keluarga mereka sebagai Pelapor yang mengadukan kasusnya ke KPAID SUMUT merupakan salah satu
Universitas Sumatera Utara
103
faktor dari luar diri anak korban yang dapat berpengaruh dalam proses penyelesaian kasus kekerasan seksual terhadap anak tersebut.
Adapun hasil kutipan wawancara dengan AL sebagai informan I adalah: “AL dulu kesal sih kak, awalnya kan Mama yang bawa AL kesini KPAID
SUMUT. Masa terus tiba-tiba dia bujuk-bujuk supaya AL mau damai dan kasusnya dicabut, mana mau ya kan kak?
” Hal tersebut dibenarkan oleh Ibu W selaku orang tua AL dan sebagai Pelapor:
“Bercabang pikiran saya dek, saya tau itu perbuatan suami saya bejat. Ke anak saya lagi, darah daging saya. Tapi gimana kalau dia di penjara, si AL
kan mesti sekolah juga. Siapa yang bantu saya biayain dia? Ya itulah yang saya pikirkan kemarin dek, sebelum si AL dibawa ke RUPA itu dan di
Pesantrenkan dia. ”
Kemudian berdasarkan penuturan Bapak PG sebagai orang tua dari DWG sebagai
informan II: “Saya hampir gila dek waktu tau kejadiannya pertama kali. Boru saya masih
kecil dia, apalagi melihat kondisi dia trauma gitu nggak tega saya. Terus disarankan segera ke KPAID SUMUT, saya percayakan lah sama mereka
waktu DWG di bawa ke RUPA kemarin itu. ”
NP sebagai informan III mengatakan bahwa: “NP senang Mama ke Medan kak, terus Mama langsung urus semuanya.
Udah takut NP waktu kemarin itu sama Oma K dan Bapak A, nggak tau NP harus apa.
” Sedangkan menurut AS sebagai informan IV:
“Ibu yang giat terus datang ke KPAID SUMUT kak, sama ke Polisi. Jujur aku takut untuk urus ini-itu.
” Sebagian besar dari wawancara tersebut memberikan pandangan yang baik
terhadap orang tua dari anak korban kekerasan seksual tersebut. Orang tua sebagai pihak keluarga memang seharusnya tanggap dan memiliki keinginan tinggi untuk
segera menyelesaikan kasus anaknya tersebut, agar Pelaku dapat segera di proses hukum dan anak mereka tidak terganggu kondisi psikologisnya.
Universitas Sumatera Utara
104
B. Pihak PelakuTerlapor