Selamat Jalan Bapak Intelijen Indonesia

Selamat Jalan Bapak Intelijen Indonesia

Jenderal Besar Haji Muhammad Suharto pada hari ini tanggal 27 Januari 2008 pukul 13.10 waktu Indonesia bagian barat wafat meninggalkan kita. Dunia Intelijen Indonesia kehilangan salah seorang Master Spy yang telah menjadi legenda tersendiri dengan segala misterinya.

Blog I-I secara khusus menyampaikan penghormatan tertinggi atas jasa- jasa Master Spy Suharto dalam membangun Intelijen Indonesia dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dengan ini izinkanlah saya memberikan gelar sebagai Bapak Intelijen Indonesia.

Berikut ini memoir khusus untuk Master Spy Suharto: Jenderal Besar Haji Muhammad Suharto yang wafat pada usia 86 tahun merupakan prajurit perang fikiran sejati yang memiliki karakter menjadi semakin kuat dalam tekanan pekerjaannya. Bangsa Indonesia lebih mengenalnya sebagai sosok pemimpin negara selaku Presiden selama kurang lebih 32 tahun. Namun bagi Intelijen Indonesia, Jenderal Besar Soeharto adalah peletak dasar Intelijen Strategis yang fokus pada urusan politik dan khususnya pemeliharaan kekuasaan. Dengan langkah awal pembubaran dan pembersihan Badan Pusat Intelijen (BPI) pada tanggal 22 Agustus 1966, Master Spy Suharto membentuk Komando Intelijen Negara (KIN) dan langsung mengkomandoinya dengan bantuan tokoh intel kawakan Sudirgo. Sebagaimana lembaga intelijen di seluruh dunia, ada unit prestigius yang memiliki power kuat dalam KIN yaitu Opsus yang dipimpin oleh Letkol. Ali Moertopo dengan asisten Leonardus

Benyamin (Benny) Moerdani dan Aloysius Sugiyanto.Dengan cikal bakal KIN tersebutlah kemudian pada tanggal 22 Mei 1967, KIN yang telah "bersih" dari unsur komunis berganti nama menjadi Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin), dan almarhum Suharto secara cerdas mengelolanya melalui Jenderal-jenderal terdekat dengannya. Mulai tahun 1970 terjadi reorganisasi Bakin dengan tambahan Deputi III dan pos Opsus di bawah Brigjen. Ali Moertopo.

Pada era kepemimpinan Mayjen. Sutopo Juwono, Bakin memiliki Deputi II di bawah Kolonel Nicklany Soedardjo, perwira Polisi Militer (POM) lulusan Fort Gordon, AS. Pada awal 1965 Nicklany telah membangun unit intel PM, yaitu Detasemen Pelaksana Intelijen (Den Pintel) POM. Secara resmi, Den Pintel POM menjadi Satuan Khusus Intelijen (Satsus Intel), lalu tahun 1976 menjadi Satuan Pelaksana (Satlak) Bakin dan di era 1980- an dan kemudian berubah nama menjadi Unit Pelaksana (UP) 01. Pada saat yang bersamaan dengan jalannya sejarah, intelijen militer yang secara teori harus fokus pada masalah intelijen tempur dengan segala informasi pertahanan dan ketahanan didesain oleh Master Spy Suharto sebagai penyeimbang informasi BAKIN sekaligus sebagai cross check.

Sebelum BPI dibersihkan dari unsur komunis, di Angkatan Darat ada lembaga yang bernama Pusat Psikologi Angkatan Darat (disingkat PSiAD) milik Markas Besar Angkatan Darat (MBAD) yang mengimbangi Biro Pusat Intelijen (BPI) yang saat itu di bawah pimpinan Subandrio. Seiring dengan pembersihan pada tubuh BPI, pada periode awal Orde Baru, Dephankam

Strategis (disingkat

Pusintelstrat) dengan anggota-anggota PSiAD sebagian besar dilikuidasi ke dalamnya. Pusintelstrat dipimpin oleh Ketua G-I Hankam Brigjen L.B. Moerdani. Jabatan tersebut terus dipegang sampai L.B. Moerdani menjadi Panglima ABRI. Pada era tersebut, intelijen militer memiliki badan intelijen operasional yang bernama Satgas Intelijen Kopkamtib. Tahun 1980, Pusintelstrat dan Satgas Intel Kopkamtib dilebur menjadi Badan Intelijen ABRI (disingkat BIA). Jabatan Kepala BIA dipegang oleh Panglima ABRI, sedangkan kegiatan operasional BIA dipimpin oleh Wakil Kepala. Tahun 1986 BIA diubah menjadi BAIS yang berdampak kepada restrukturisasi organisasi yang harus mampu mencakup dan menganalisis semua aspek Strategis Pertahanan Keamanan dan Pembangunan Nasional.

Master Spy Suharto yang Blog I-I kenal adalah sosok intelijen yang tegas dan sangat memperhatikan kecepatan dan keakuratan informasi sebagai dasar pengambilan keputusannya. Selain itu, Master Spy Suharto juga faham tentang pahitnya kebenaran dan jahatnya manipulasi informasi, sehingga ketabahannya dalam menghadapi perang opini tentang dirinya memperlihatkan kematangan mentalitas intelijennya. Begitu dingin dalam senyum yang sulit dipahami oleh kawan maupun lawannya.

Semua legenda Intelijen Indonesia seperti Zulkifli Lubis, Yoga Sugama, Ali Murtopo, Benny Moerdani, serta berbagai unsur pimpinan militer dan intelijen yang ada selama periode Orde Baru berada dalam genggaman strategi intelijen Master Spy Suharto. Perhatikan bagaimana kelihaian intelijen Master Spy Suharto dalam mengelola keberadaan Bakin-Bais yang praktis memiliki banyak kesamaan dalam operasinya.

Satu-satunya kelemahan Master Spy Suharto di mata Intelijen Indonesia adalah keterlupaan dalam membangun pondasi yang kuat bagi masa depan Intelijen Indonesia. Ketakutan yang kuat kepada loyalitas Intelijen yang dalam sejarah sering menjadi negara dalam negara menyebabkan besarnya kepentingan untuk mengkerdilkan intelijen. Rapuhnya struktur, mekanisme dan landasan kerja Intelijen Indonesia menyebabkan situasi dan kondisi intelijen bagaikan terombang-ambing dalam kepentingan politik. Sementara perubahan dan tantangan zaman yang begitu cepat telah meninggalkan dinamika Intelijen Indonesia yang tersangkut dalam pola dan paradigma kejayaan di masa perang dingin.

Jasa almarhum Jenderal Besar Haji Muhammad Suharto dalam dunia intelijen telah menjadi amalan yang tidak akan dilupakan oleh Intelijen Indonesia dari satu generasi ke generasi berikutnya. Intelijen Indonesia mendo'akan semoga amal-amal baik almarhum diterima Allah SWT dan kekeliruannya dapat diampuni.

Bagi Prajurit Perang Fikiran tidak ada dendam dalam setiap perbedaan dan konflik, semuanya begitu dingin dan beku dalam keheningan pengorbanan. Membawa rahasia negara sampai kematian menjemput. Bertahan dalam kesabaran dan pengharapan bahwa akhirnya dosa-dosa kita diampuni baik oleh Tuhan semesta alam maupun oleh umat manusia yang telah kita sakiti.

Semoga Insan Intelijen Indonesia di manapun berada tidak melupakan jati diri dan sejarahnya, namun demikian tetap berpegang pada tali yang Semoga Insan Intelijen Indonesia di manapun berada tidak melupakan jati diri dan sejarahnya, namun demikian tetap berpegang pada tali yang

Hormat Intelijen Indonesia Hormat Khusus Prajurit Perang Fikiran Senopati Wirang

Posted by Senopati Wirang /Sunday, January 27, 2008