RUU Intelijen Versi Kelompok Kerja Indonesia untuk Reformasi Intelijen Negara

RUU Intelijen Versi Kelompok Kerja Indonesia untuk Reformasi Intelijen Negara

Akhir Agustus 2005 yang lalu RUU Intelijen versi Kelompok Kerja Indonesia untuk Reformasi Intelijen Negara konon berhasil menyelesaikan dan mulai disosialisasikan ke masyarakat.

Dalam ulasan singkat ini saya hanya mengajukan lima kritik dan satu tanggapan positif.

Kritik

1. Pembentukkan LKIN (Lembaga Koordinasi Intelijen Negara) yang semodel dengan BAKIN mencerminkan kekurangkreatifan dalam merancang sebuah model atau struktur intelijen bagi sebuah negara. Pola operasi chakra byuha tidak ada bedanya sama sekali dengan apa yang sudah pernah dilakukan BAKIN. Keberhasilan BAKIN dimasa lalu tidak terlepas dengan sistem komando dan faktor kepemimpinan di BAKIN serta kedekatan dengan presiden. Dengan demikian pola hirarki sebenarnya menjiwai model koordinasi BAKIN di masa lalu. Kekurangan pola ini hanya pada terlalu besarnya kemungkinan terjadinya penyimpangan wewenang.

2. Ada kejanggalan dalam reorganisasi BAIS TNI menjadi Badan Intelijen Strategis (BIS) dibawah Dephan. Karena akan diarahkan menjadi badan intelijen luar negeri (operasi spionase/intelijen dan kerjasama intelijen). Apakah warna 2. Ada kejanggalan dalam reorganisasi BAIS TNI menjadi Badan Intelijen Strategis (BIS) dibawah Dephan. Karena akan diarahkan menjadi badan intelijen luar negeri (operasi spionase/intelijen dan kerjasama intelijen). Apakah warna

3. Pembentukan Intelijen Militer jelas agak aneh karena setelah mereorganisasi BAIS TNI lalu dibentuk lagi intelijen militer. Mengapa jadi ada dua lembaga intelijen berbau militer? yang mencakup dalam dan luar negeri. Hal ini jelas mencoreng proses demokratisasi dan supremasi pemerintahan sipil, karena intelijen adalah darah informasi bagi sebuah negara. Pengkerdilan organisasi intelijen sipil menjadi sangat memprihatinkan karena para penggagas RUU tersebut adalah intelektual yang seharusnya memiliki cukup wawasan tentang posisi vital intelijen dalam sebuah negara.

4. Kemudian keberadaan Intelijen Instansional adalah sangat mengada-ada, karena tidak perlu diformalkan dalam bentuk badan atau lembaga. Intelijen dalam sebuah instansi departemen seperti Intelijen Imigrasi, Intelijen Pajak, Intelijen Lingkungan, Intelijen Kehutanan, dan yang lainnya hanya membutuhkan dukungan koordinasi dan kekuatan operasi untuk menghadapi ancaman yang berada diluar kuasa mereka. Dalam posisi ini 4. Kemudian keberadaan Intelijen Instansional adalah sangat mengada-ada, karena tidak perlu diformalkan dalam bentuk badan atau lembaga. Intelijen dalam sebuah instansi departemen seperti Intelijen Imigrasi, Intelijen Pajak, Intelijen Lingkungan, Intelijen Kehutanan, dan yang lainnya hanya membutuhkan dukungan koordinasi dan kekuatan operasi untuk menghadapi ancaman yang berada diluar kuasa mereka. Dalam posisi ini

5. Hanya ada satu kata untuk Lembaga Penunjang yang saya ramalkan hanya akan menjadi sarang kepentingan kelompok dan potensi untuk mendikte keseluruhan gelar operasi intelijen. Karena apa yang dimaksud penunjang biasanya malahan kebalikan menjadi sebuah birokrasi baru yang sangat buruk bagi intelijen. Biarkan Badan-badan intelijen menunjang dirinya sendiri-sendiri dalam kemandirian.

Tanggapan positif saya hanya pada pentingnya keberadaan UU Intelijen bagi sebuah negara. Bagaimanapun compang-campingnya sebuah RUU hal ini perlu mendapat perhatian para pakar intelijen dan masyarakat luas, khususnya dalam hal mungkin-tidaknya model RUU di atas diaplikasikan secara maksimal.

Salam Intelijen.....

Posted by Senopati Wirang /Thursday, September 08, 2005

Antara Restrukturisasi dan De-Hendro-isasi

B I N Bagian 2

Pada bagian dua ini saya hanya ingin menyampaikan kata selamat kepada pimpinan BIN yg telah secara meyakinkan berhasil melakukan "perbaikan internal" ke dalam tubuh organisasi BIN. Dengan tetap memegang prinsip profesionalisme, apa yg dituduhkan sebagai proses de-Hendro-isasi akhirnya bisa kita anggap sebagai revitalisasi organisasi yg nyaris terbawa dalam kutub kekuatan politik tertentu (baca kepentingan PDI-P). Harapan saya adalah bahwa organisasi BIN bisa berdaya guna dalam menjaga keselamatan negara, bangsa dan rakyat Indonesia. Bukan demi kepentingan partai politik atau bahkan kepentingan presiden sekalipun.

Seyogyanya bila BIN memperhatikan kepentingan negara dan rakyat Indonesia otomatis juga menjaga kepentingan presiden. Kepentingan politik aliran, partisan, kelompok dan yg sejenisnya hanya akan merusak derap kerja organisasi BIN.

Cuma sayang seribu sayang, sampai dengan saat ini BIN tetap bagaikan ayam sayur yg lumpuh karena ketidakmampuannya menyusun, mengajukan dan memperjuangkan lahirnya sebuah undang-undang Intelijen Negara yg akan menjadi landasan bagi kerja organisasi BIN. Bisa saja orang mengatakan bahwa intelijen tdk perlu undang-undang, tetapi dalam realita politik sekarang yg lebih demokratis, segala perangkat hukum yg melandasi setiap gerak kegiatan organ pemerintah Cuma sayang seribu sayang, sampai dengan saat ini BIN tetap bagaikan ayam sayur yg lumpuh karena ketidakmampuannya menyusun, mengajukan dan memperjuangkan lahirnya sebuah undang-undang Intelijen Negara yg akan menjadi landasan bagi kerja organisasi BIN. Bisa saja orang mengatakan bahwa intelijen tdk perlu undang-undang, tetapi dalam realita politik sekarang yg lebih demokratis, segala perangkat hukum yg melandasi setiap gerak kegiatan organ pemerintah

Entahlah, bagi saya sehebat apapun orang, dan proses restrukturisasi dalam tubuh BIN akan percuma saja karena toh mereka tidak akan bisa bekerja secara optimal dibawah payung hukum yg jelas.

Posted by Senopati Wirang /Monday, October 24, 2005

Agen Intelijen Tolak Perintah Atasan????????

Angin kering yang berhembus menggelitik intelektualitas sejumlah akademisi yang tiba mendeklarasikan diri sebagai pakar intelijen negara, tampaknya berpotensi untuk semakin memperparah kerusakan yang telah ada dalam tatanan struktur intelijen republik Indonesia.

Judul tulisan kali ini mengacu pada pernyataan dari Kelompok Kerja Indonesia untuk Reformasi Intelijen Negara yang salah satu isi dari draft UU Intelijen Negara yang mereka buat. Akan ada semacam hak bagi agen intelijen untuk menolak tugas yang melanggar HAM. Mengapa saya begitu yakin bahwa hak tersebut akan terasa aneh bagi telinga komunitas intelijen di seluruh dunia. Prinsip kepatuhan agen dalam melaksanakan perintah pimpinan adalah hal yang tidak bisa ditawar, dan soal tanggung jawab sudah jelas berada ditangan pemberi perintah, tidak ada bedanya dengan prajurit dalam peperangan. Hal prinsipil yang perlu ditekankan dalam UU Intelijen seharusnya bukan soal hak agen untuk menolak perintah, tetapi lebih pada ruang lingkup operasi yang diperkenankan bagi institusi intelijen, hal ini merupakan tanggung jawab pimpinan intelijen yang dilakukan "biasanya" atas sepengetahuan presiden. Selain itu, bila hak seorang agen untuk menolak perintah dengan alasan melanggar HAM, maka definisi HAM itu akan sangat subyektif per-individu agen. Saya bisa memastikan akan terjadi bentrokan kepentingan dan perpecahan dalam organisasi intelijen, karena seorang agen yang mungkin memang "penakut" akan beralasan ini itu guna menghindari perintah.

Sungguh sangat menyedihkan intelijen Republik Indonesia bila nasib masa depannya hanya ditentukan oleh "the cleverness" para akademisi yang mungkin semakin naik daun dalam mata publik Indonesia. Saya sangat yakin bahwa kalangan muda intelijen Indonesia baik sipil maupun militer paham dan seharusnya merasa ngeri dengan masa depan yang semakin kabur karena landasan hukum yang menjadi acuan dalam setiap tindakan intelijen sangatlah rapuh.

Juga sangat menyedihkan karena, draft UU Intelijen yang seharusnya dilandasi oleh "the intelligence" para agen, case officer dan analyst atau orang intelijen sendiri ternyata hampir tidak terdengar gaungnya, malahan yang ramai cuma soal beberapa poin pasal yang dianggap "berlebihan" oleh sebagian kalangan.

Sebagai orang di luar sistem saya bisa melihat kegamangan reformasi intelijen Indonesia, dan juga bisa memahami mengapa hanya intelijen negara (BIN) yang menjadi sorotan. Kecenderungan untuk memperkuat intelijen militer dan intelijen strategis dengan gaya operasi agresif dan memandulkan intelijen negara (BIN) dengan intelijen positif sama saja dengan mematikan masa depan intelijen sipil yang seharusnya berperan sentral bersama Kepolisian Indonesia. Tapi apa daya, diamnya sebagian besar agen-agen muda cemerlang yang ada dalam tubuh BIN saya yakini sebagai cerminan kepatuhan mereka pada sumpah prajurit intelijen.

Intelijen sipil yang saya bayangkan dimasa depan tidak berarti tanpa orang militer di dalamnya atau tanpa kepemimpinan orang militer (soal Intelijen sipil yang saya bayangkan dimasa depan tidak berarti tanpa orang militer di dalamnya atau tanpa kepemimpinan orang militer (soal

Mudah-mudahan angin kering yang mengawali tulisan ini bisa dipersejuk dengan adanya pandangan-pandangan positif dan kritik membangun buat masa depan intelijen Indonesia.

Sekian Posted by Senopati Wirang /Wednesday, November 09, 2005