Antara Polisi, Militer dan Intelijen

Antara Polisi, Militer dan Intelijen

Sebenarnya saya ingin istirahat sejenak, tetapi mumpung lagi ingat dan sangat aktual jadi saya tuliskan saja, mudah-mudahan ada anggota polisi, militer atau intelijen yang membacanya, atau setidaknya ada diantara pembaca yg melaporkannya kepada aparat keamanan di Indonesia.

Seperti lagu antara aku, engkau dan bekas pacarmu, hubungan antara polisi, militer dan intelijen menjadi semakin kompleks dan mengkhawatirkan dalam 5 atau 10 tahun ke depan. Bila situasi "tidak enak" diantara ketiga lembaga yang bertanggung jawab menciptakan rasa aman bagi rakyat Indonesia itu tetap ada, tidak tertutup kemungkinan kondisi yang semakin buruk akan menciptakan "persoalan" yg tak kunjung selesai di tanah air.

Dimana letak persoalan yang saya maksudkan? Hari ini saya hanya akan bicara soal kehormatan (dignity ataupun pride). Ketiga lembaga tersebut sangat menjunjung tinggi kehormatan korps, sehingga sangat perlu untuk menjaga respect baik diantara mereka maupun dari rakyat. Bayangkan perasaan korps TNI yang pada masa lalu demikian dihormati (mungkin lebih tepat ditakuti), sekarang setelah diupayakan untuk kembali dalam kotak-kotak barak demi profesionalitas, masih saja dituduh macam- macam. Ketakutan kembalinya dominasi TNI dalam dunia politik kekuasaan justru menciptakan rasa muak dari tubuh korps TNI terhadap sikap konyol yang meragukan reformasi TNI (meski lambat tetapi pasti, ini lebih baik ketimbang perubahan drastis). Misalnya dalam kasus koter

(komando teritorial), tidak ada yg salah dengan struktur ini sepanjang fungsinya memang untuk menjamin pertahanan negara. Artinya TNI tidak masuk secara semena-mena ke dalam ruang publik masyarakat, karena kewajiban penjagaan kemanan publik secara hukum menjadi tanggung jawab Polisi. Tetapi bagaimana bila tidak ada Polisi? tentunya siapapun yang memiliki kemampuan perlu mengambil tindakan untuk setidaknya menjaga ketentraman dan ketertiban tidak secara berlebihan tentunya. Dalam kaitan ini bisa saja dibuat semacam prosedur yang resmi secara hukum.

Ketakutan terhadap bangkitnya militerisme tidak sepatutnya ditunjukkan dengan sikap anti militer yang cenderung lahir dari rasa benci atau tidak suka. Akan lebih elegan bila kita sikap adil dalam penyusunan struktur pertahanan dan keamanan nasional Indonesia. Juga sangat diperlukan kehati-hatian dalam menggagas masa depan struktur tersebut. Sikap arogan yang terus-terusan mengecilkan peranan TNI, saya perhatikan bukan saja telah menggores kehormatan TNI, tetapi lebih jauh sangat sembrono karena bandulnya terlalu jauh di dorong ke sisi ekstrim yang berpotensi melahirkan sikap "perlawanan" dari hati siapapun yang telah dididik untuk menjadi patriot bangsa. Saya ide dasar dwifungsi di masa awal adalah bukan untuk penguasaan Indonesia oleh militer, melainkan bagaimana militer tetap bisa menyumbangkan tenaga dan pikiran di masa damai, tetapi sayang.... sejarah telah mencatat prestasi buruk dari dwifungsi tersebut.

Sebuah titik balik tercermin dari kebangkitan Polisi sebagai korps yang sejatinya memang untuk menjaga keamanan publik. Keberhasilan reformasi memisahkan Polisi dari belenggu militer tidak seyogyanya menciptakan arogansi baru dari tubuh korps Polisi yang akan menjadi pemain utama dalam keamanan domestik Indonesia. Tidak ada yang salah dengan reformasi tersebut dari kaca mata pemerintahan sipil yang demokratis. Hanya saja pemulihan kehormatan Polisi sebagai salah satu penegak hukum seyogyanya tidak melahirkan rejim keamanan Polisional yang kemudian cenderung merendahkan korps keamanan yang lain, seperti militer dan institusi intelijen. Pernyataan "sombong" dari Kepolisian Republik Indonesia yang saya akui semakin berprestasi, seringkali bertentangan dengan kerendahan hati dunia intelligence community dan kevakuman agen-agen militer. Semua tahu siapa yang berkuasa dan dijamin hukum sekarang, tetapi tidak berarti dengan kekuasaan tersebut Polisi menjadi agen tunggal keamanan negara Republik Indonesia. Dengan semakin besarnya organisasi Polisi, berarti kita telah melangkah dari negara semi militer menuju negara Polisi, pada saatnya nanti kerawanan penyalahgunaan wewenang untuk keperluan di luar tugas akan muncul satu per satu.

Saya tidak anti Polisi bahkan sangat mendukung terciptanya supremasi sipil dalam negara demokratis Indonesia. Tetapi struktur keamanan negara tidak sepatutnya terlalu berat pada hanya satu korps saja, bagaikan pilar tunggal. Rencana pembentukan semacam National Security Council sangatlah penting dalam rangka memperjelas arah dan ruang lingkup pekerjaan masing-masing korps keamanan di Indonesia. Dengan Saya tidak anti Polisi bahkan sangat mendukung terciptanya supremasi sipil dalam negara demokratis Indonesia. Tetapi struktur keamanan negara tidak sepatutnya terlalu berat pada hanya satu korps saja, bagaikan pilar tunggal. Rencana pembentukan semacam National Security Council sangatlah penting dalam rangka memperjelas arah dan ruang lingkup pekerjaan masing-masing korps keamanan di Indonesia. Dengan

Hal tersebut di atas adalah fakta mengapa KOORDINASI keamanan itu menjadi omong kosong, karena masing-masing bergerak sendiri-sendiri.