FREEDOM OF INFORMATION ACT & PRIVACY ACT HANDBOOK MAY 2002
FREEDOM OF INFORMATION ACT & PRIVACY ACT HANDBOOK MAY 2002
Posted by Senopati Wirang /Saturday, December 17, 2005
Indonesia target Amerika Serikat dan 60 ribu intel asing?
Kemarin saya menerima forward cerita tentang bagaimana Amerika Serikat mengobok-obok Indonesia, bagaimana sejumlah negara asing mengincar pulau-pulau di nusantara, dan juga tentang keberadaan 60 ribu intel asing di Indonesia. Hanya satu pertanyaan singkat yang disampaikan yaitu benarkah berita/analisa tersebut?
Cukup lama saya merenung dan membuka-buka lembaran informasi yang saya kumpulkan. Sulit memang meraba-raba nilai kebenaran informasi dan akurasi analisa. Misalnya begini, sumber utama yang senantiasa mengobarkan sentimen bahwa AS sedang menabuh genderang neo- kolonialisme modern di media massa adalah Saudara DR. AC Manullang. Dengan argumentasi pola propaganda white, grey and black yang menimbulkan ketidakjelasan tersebut saudara Manullang menambah ketidakjelasan yang dia sendiri mungkin mulai bingung memilah-milahnya. Percampuran fakta, analisa, opini, dan imajinasi sangat kuat dalam hampir setiap pandangan saudara Manullang. Adalah sangat disayangkan karena pendapat-pendapat saudara Manullang tersebut selalu demikian, andai saja saudara Manullang lebih berani melakukan klasifikasi dan memisahkan fakta dengan imajinasi/rekayasa analisa, saya tentunya akan sangat menghormati pendapatnya. Karena cerita yang sempat ramai pada sekitar bulan Maret 2005 tersebut tetap berada dalam ruang lingkup yang kontroversial, tidak ada salahnya bila saya meluangkan waktu untuk melakukan klasifikasi isu-isu yang berputar di sekitar dunia politik Cukup lama saya merenung dan membuka-buka lembaran informasi yang saya kumpulkan. Sulit memang meraba-raba nilai kebenaran informasi dan akurasi analisa. Misalnya begini, sumber utama yang senantiasa mengobarkan sentimen bahwa AS sedang menabuh genderang neo- kolonialisme modern di media massa adalah Saudara DR. AC Manullang. Dengan argumentasi pola propaganda white, grey and black yang menimbulkan ketidakjelasan tersebut saudara Manullang menambah ketidakjelasan yang dia sendiri mungkin mulai bingung memilah-milahnya. Percampuran fakta, analisa, opini, dan imajinasi sangat kuat dalam hampir setiap pandangan saudara Manullang. Adalah sangat disayangkan karena pendapat-pendapat saudara Manullang tersebut selalu demikian, andai saja saudara Manullang lebih berani melakukan klasifikasi dan memisahkan fakta dengan imajinasi/rekayasa analisa, saya tentunya akan sangat menghormati pendapatnya. Karena cerita yang sempat ramai pada sekitar bulan Maret 2005 tersebut tetap berada dalam ruang lingkup yang kontroversial, tidak ada salahnya bila saya meluangkan waktu untuk melakukan klasifikasi isu-isu yang berputar di sekitar dunia politik
1. 60 ribu intel asing beroperasi di Indonesia. Data ini merupakan imajinasi yang boleh dinilai tidak ada dasarnya sama sekali. Jumlah negara di dunia ada sekitar 240-an itupun dengan berbagai status, mulai dari member states of UN, Un recognized,
unrecognized defacto independent, sovereign but not defacto independent, dependent territories,
non-UN
recognized,
international treaty, UN Protectorate, dan mungkin masih ada status lainnya. Jumlah terbesar yang benar-benar sovereign dan aktif dalam politik internasional mungkin dibawah 200. Jadi, anggap saja seluruh 200 negara tersebut memiliki kepentingan di Indonesia, bila dibagi rata maka 60 ribu/200 = 300 intel dari setiap negara. Pembagian ini tentunya tidak masuk akal, baik.... untuk negara sedang/menengah mungkin secara maksimal hanya mengaktifkan sekitar 5 s/d 30 agen, sedangkan untuk negara kecil dibawah 5 orang untuk setiap negara, bahkan ada negara yang tidak mampu mengirimkan agennya ke luar negeri karena terlalu mahal. Apakah berarti negara besar seperti AS mengoperasikan ribuan agen di Indonesia? bila ini yang anda percayai silahkan saja.....Untuk kasus Indonesia sangat mudah untuk melakukan penelitian misalnya ke Dirjen Imigrasi untuk mengetahui berapa banyak orang asing yang berkunjung atau menetap di Indonesia dan apa tujuan keberadaan mereka di Indonesia, lalu kita lihat
recognized
by
jumlah 60 ribu intel asing itu mencapai berapa persen dari keberadaan orang asing di Indonesia. Bandingkan dengan analisa tentang Intel People Republic of China (PRC) yang dikenal sebagai negara yang paling banyak menyebar intel ke luar negeri. Menurut perkiraan FBI, PRC telah mengaktifkan sistem operasi intelijen massal dengan pola pengumpulan serpihan informasi. PRC tidak mengirim agen ke luar negeri, melainkan melakukan rekrutmen ke kalangan Chinese Overseas. Inipun jumlahnya baru mencapai ribuan untuk beroperasi di negara seperti Amerika Serikat. Lalu kepentingan apa ada 60 ribu intel di Indonesia? akan lebih masuk akal bila dikatakan intel asing melakukan proses rekrutmen ke kalangan tertentu yang potensial dari masyarakat Indonesia.
2. Grand Strategy Amerika Serikat terhadap Indonesia. Benar bahwa ada grand strategy Amerika terhadap Indonesia. Tetapi yang penting adalah apa isi grand strategy tersebut? apa benar karena Indonesia mayoritas Islam lantas ada sentimen untuk terus-terusan menekan Indonesia dengan dasar analisa koalisi Yahudi-Kristen
kapitalisme internasional. Kapitalisme internasional bisa berjalan bersama-sama konsep liberal tanpa adanya dukungan gerakan Yahudi maupun Kristen, hal ini cuma memperdalam permusuhan lama yang dibawa oleh sejarah. Apa yang mendasari grand strategy Amerika tentunya kepentingan nasional yang diperluas dalam politik luar negeri. Penguasaan SLOC (garis navigasi laut) di wilayah Indonesia, jaminan penguasaan sumber-sumber alam penting berupa gas,
plus
agenda agenda
3. Kasus radikalisme Islam. Saya hanya ingin memastikan kepada segenap pembaca bahwa kasus radikalisme Islam adalah salah satu bentuk pengungkit persoalan yang saya maksud dalam poin
2. Peranannya sangat vital dalam hal untuk mengembalikan kemesraan hubungan Indonesia-AS, tidak ada yang kehilangan muka dalam pecairan program IMET, tidak ada yang menelan ludah dalam pencabutan embargo militer AS. Ke depan diharapkan hubungan Indonesia-AS semakin erat sebagai partner strategis menghadapi kebangkitan China yang akan segera menjadi negara superpower. Tetapi Indonesia lagi-lagi mengulangi sejarah Orde Lama maupun Orde Baru dengan memainkan kartu diversifikasi hubungan luar negeri dengan alasan independensi dan harga diri serta kekhawatiran tergantung pada satu negara superpower. Inilah sebabnya isu gerakan radikal Islam (yang sebenarnya masalah kecil yang akan segera habis popularitasnya) masih saja ada.
4. Fakta bahwa hampir seluruh kebijakan luar negeri AS bisa direferensikan ke hasil studi dari the Brooking Institute, RAND, serta sejumlah lembaga penelitian yang ada di universitas terkenal di Amerika menunjukkan bahwa isu terpenting adalah dalam soal penguasaan power, militer, politik, ekonomi. Baik kaum neocon, liberal, maupun realist Amerika Serikat sedang memperhitungkan sebuah kalkulasi jangka panjang yang menjamin dominasi AS di dunia internasional. Motivasi power tersebut begitu kuatnya, sedangkan motivasi sentimen keagamaan hanya mengikuti dibelakang, inipun karena masyarakat Amerika ternyata termasuk menganggap penting soal agama bila dibandingkan dengan masyarakat Eropa.
5. Akan lebih tepat bila dikatakan bahwa Amerika Serikat sangat mendambakan sikap Indonesia yang pro-AS. Lihat misalnya Malaysia, meskipun Mahattir pernah dianggap sebagai tokoh yang "berani" dari Asia Tenggara, sebenarnya tidak ada artinya sama sekali bila dibandingkan dengan kejujuran politik luar negeri Indonesia dibawah Sukarno yang sungguh-sungguh anti kolonialisme, anti hegemoni dan non blok. Sikap Indonesia yang jauh lebih jujur dalam soal nilai-nilai kemanusiaan internasional inilah yang ditakutkan muncul kembali pasca 1998 yang berarti kedaulatan kembali ke tangan rakyat dari pemilu langsung. Rakyat Indonesia juga terkenal di dunia dengan konsep amook (amuk massa) yang selalu berpihak kepada pihak yang tertindas. Meskipun rakyat Indonesia mudah dihasut kesana kemari, ketika kemajuan pembanggunan dan tingkat pendidikan semakin tinggi, 5. Akan lebih tepat bila dikatakan bahwa Amerika Serikat sangat mendambakan sikap Indonesia yang pro-AS. Lihat misalnya Malaysia, meskipun Mahattir pernah dianggap sebagai tokoh yang "berani" dari Asia Tenggara, sebenarnya tidak ada artinya sama sekali bila dibandingkan dengan kejujuran politik luar negeri Indonesia dibawah Sukarno yang sungguh-sungguh anti kolonialisme, anti hegemoni dan non blok. Sikap Indonesia yang jauh lebih jujur dalam soal nilai-nilai kemanusiaan internasional inilah yang ditakutkan muncul kembali pasca 1998 yang berarti kedaulatan kembali ke tangan rakyat dari pemilu langsung. Rakyat Indonesia juga terkenal di dunia dengan konsep amook (amuk massa) yang selalu berpihak kepada pihak yang tertindas. Meskipun rakyat Indonesia mudah dihasut kesana kemari, ketika kemajuan pembanggunan dan tingkat pendidikan semakin tinggi,
6. Soal pulau-pulau Indonesia yang dincar asing memang benar adanya, hal ini terinspirasi dari kelengahan dan ketidakmampuan Indonesia menjaga dan mengelola pulau-pulautersebut secara efektif. Untuk yang ini berhati-hatilah serta perkuatlah Angkatan Laut Republik Indonesia.
Sekian Posted by Senopati Wirang /Thursday, December 15, 2005