sering digunakan pada tingkat kematian 50 organisme uji pada berbagai waktu dedah LC
50
Cassaret dan Donev 1975. Kinerja toksik dalam mempengaruhi suatu organisme pada umumnya melalui
tiga fase Koeman 1983: a.
Fase eksposisi Penyerapan suatu zat oleh suatu objek biologi yang akan memberikan
pengaruh berupa efek biologi atau toksik setelah absorbsi zat tersebut. b.
Fase farmakokinetik toksokinetik Penyerapan suatu zat dalam bentuk aktif di dalam peredaran darah atau yang
mencapai tempat bekerjanya syaraf. c.
Fase farmakodinamik toksodinamik Fase farmakodinamik atau toksodinamik meliputi interaksi antara molekul zat
obat atau zat racun dan tempat kerja spesifik yaitu reseptor.
2.5 Pembiusan Imotilisasi
Transportasi lobster merupakan suatu usaha memindahkan lobster hidup dengan diberi tindakan untuk menjaga agar derajat kelulusan hidup tetap tinggi
setelah sampai di tempat tujuan. Salah satu tindakan yang digunakan dalam menjaga kelulusan hidup lobster adalah dengan cara menekan metabolisme lobster
selama transportasi dengan metode pembiusan Suryaningrum et al. 1993. Proses pembiusan adalah suatu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi
aktivitas ikan selama transportasi yang berprinsip menekan metabolisme ikan sehingga mampu mempertahankan hidup lebih lama dalam kondisi yang tidak
normal. Metode pembiusan merupakan metode yang digunakan dalam transportasi lobster dengan media tanpa air. Metode ini menggunakan prinsip hibernasi, yaitu
usaha untuk menekan metabolisme lobster sehingga masuk ke dalam metabolisme basal atau dapat bertahan dalam kondisi minimum Junianto 2003. Fase ini
merupakan fase ketika ikan masih dapat bertahan hidup hanya dengan kebutuhan yang minimal dan menghasilkan metabolisme yang minimal pula Tseng 1987.
Proses hibernasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya penurunan suhu, pembiusan dengan CO
2
yang digelembungkan dalam air atau dengan menggunakan bahan anestesi Nitibaskara et al. 2006.
Anestesi merupakan suatu kondisi ketika sebagian atau seluruh tubuh kehilangan kemampuan kesadaran. Pada bagian tubuh yang diberikan suatu zat
atau obat maka bagian tubuh tersebut akan kehilangan kemampuan untuk merespon rangsangan dari luar. Selain kehilangan respon, anestesi dapat pula
menyebabkan kehilangan kesadaran. Hal ini disebabkan oleh pengaruh zat atau obat yang dimasukkan ke dalam tubuh tersebut mempengaruhi sistem syaraf. Zat
atau obat anestesi dapat dimasukkan ke dalam tubuh dengan cara disuntik, dihisap, maupun bersinggungan secara langsung dengan anggota tubuh
Furlong 2004. Anestesi dapat disebabkan adanya pengaruh dari senyawa- senyawa kimia, suhu yang dingin, arus listrik, dan penyakit. Anestesi yang terjadi
pada sistem syaraf pusat menyebabkan organisme tidak sadar atau pingsan Achmadi 2005.
Bahan anestesi mengganggu secara langung maupun tidak langsung terhadap keseimbangan kationik tertentu dalam otak selama masa anestesi Willford 1970.
Gangguan keseimbangan ionik yang disebabkan adanya sianida yang akan menginaktivasi enzim sitokrom dalam sel mitokondria dengan mengikat
ion Fe
3+
Fe
2+
yang terkandung dalam enzim. Adanya pengikatan ion Fe
3+
Fe
2+
akan menyebabkan biota mati rasa pingsan akibat kinerja syaraf kurang berfungsi. Pembiusan anestesi akan menyebabkan penurunan laju respirasi pada
ikan, hal ini sangat menguntungkan dalam praktek transportasi FRANZ 2004. Kecepatan distribusi dan penyerapan oleh sel ini sangat beragam, tergantung
pada persediaan darah dan kandungan lemak pada setiap jaringan. Proses terjadinya pemingsanan meliputi tiga tahap Wright dan Hall 1961:
a Berpindahnya bahan pembius dari lingkungan ke dalam alat pernafasan suatu
organisme; b
Difusi membran dalam organisme tubuh yang menyebabkan terjadinya penyerapan bahan pembius ke dalam darah;
c Sirkulasi darah dan difusi jaringan menyebarkan substansi tersebut ke seluruh
tubuh. Lobster yang telah terbius ditandai dengan kondisi lobster yang diam, tidak
bergerak tetapi masih dapat memberikan respon terhadap rangsangan fisik dari luar meskipun lemah. Kondisi ini disebut dengan kondisi terbius dan perlakuan
yang menyebabkan lobster menjadi dalam keadaan tersebut disebut dengan pembiusan Wibowo et al. 1994. Kriteria aktivitas lobster pada suhu rendah
disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Kriteria aktivitas lobster pada suhu rendah
Kondisi Lobster
Kriteria Lobster
normal Lobster normal, aktif, reaktif, agresif, responsif, keseimbangan bagus,
atau aktivitas dan respon lobster mulai berkurang. Antena sangat reaktif dan responsif atau sedikit berkurang terhadap rangsangan fisik dari
luar.
Lobster tenang
Lobster tidak menunjukkan gerakan-gerakan reaktif berlebihan atau gerakan yang tidak terkendali. Lobster cenderung tidak banyak
bergerak tetapi respon dan keseimbangan masih bagus. Repon antena terhadap gangguan dari luar masih jelas dan kuat.
Lobster lamban
Lobster tidak banyak bergerak, reaksi dan aktivitas makin berkurang, respon terhadap rangsangan fisik dari luar lamban, tetapi keseimbangan
masih bagus.
Lobster lemah
Lobster tidak banyak bergerak, reaksi dan aktivitas makin berkurang dan respon lemah.
Lobster diam
Lobster tidak banyak bergerak, reaksi dan aktivitas makin berkurang, respon terhadap gangguan fisik dari luar rendah, jika diganggu tidak
memberikan respon tetapi tubuh masih tegak dengan kaki jalan merapat ke cepalootoraks atau keseimbangan mulai terganggu.
Lobster limbung
Lobster diam, respon terhadap rangsangan dari luar mulai lemah atau tidak ada, tubuh menempel pada dasar akuarium. Kaki jalan merapat
pada cepalotoraks, keseimbangan terganggu dan posisi tubuh miring. Jika dibalik sulit untuk tegak kembali.
Lobster roboh
Lobster diam, hanya ada sedikit gerakan lemah pada beberapa anggota badannya, tidak ada keseimbangan dengan tubuh roboh. Ketika dibalik
tidak tegak kembali, dan ketika diangkat tidak bergerak.
Lobster pingsan
Lobster diam tidak bergerak sama sekali baik di dalam air maupun di udara terbuka. Tetapi jika dibiarkan di udara beberapa saat, 5-10 menit,
mulai tampak bergerak-gerak lemah pada kaki jalan dan organ di sekitar mulut.
Lobster mati
Lobster tidak bergerak meskipun sudah ditempatkan di dalam air yang bersuhu normal 24-27
o
C.
Sumber: Wibowo et al. 1994
2.6 Kualitas Air