rotenoid lain, yaitu deguelin, elipton, toksikarol, sumatrol, teprosin, dan malakol Dev dan Koul 1997 dalam Irwan 2006. Sedangkan menurut penelitian Kidd dan
James 1991 dalam Irwan 2006, rotenon sedikit larut dalam air, yaitu sekitar 16 mgL air pada suhu 100
o
C. Berdasarkan hasil perhitungan rendemen, akar tuba yang digunakan dalam
penelitian ini mengandung 13,184 kadar ekstrak kental akar tuba Lampiran 2. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan 500 ml larutan etanol 95. Hasil
tersebut merupakan ekstrak yang di dalamnya mengandung keseluruhan rotenoid kandungan akar tuba belum dimurnikan. Pengentalan ekstraksi dilakukan
dengan menggunakan alat rotary vacuum epavorator sebagaimana tampak pada Gambar 6.
Gambar 6 Proses pengentalan ekstrak akar tuba dengan alat rotary vacuum epavorator
4.2 Pengaruh Ekstrak Akar Tuba Derris elliptica Roxb. Benth Terhadap
Lobster Air Tawar Cherax quadricarinatus
Konsentrasi ekstrak akar tuba yang digunakan dalam pemingsanan terdiri atas tujuh konsentrasi, yaitu 5 ppm; 7,5 ppm; 10 ppm; 12,5 ppm; 15 ppm; 17,5 ppm;
dan 20 ppm. Perubahan tingkah laku lobster air tawar yang diberi masing-masing konsentrasi tersebut diamati setiap 15 menit. Perobaan ini bertujuan untuk
mengetahui konsentrasi akar tuba yang optimal untuk pemingsanan lobster air tawar. Hasil pengamatan disajikan pada Lampiran 3.
Lampiran 3 menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi uji 5 ppm; 7,5 ppm; 10 ppm; dan 12,5 ppm memberikan pengaruh yang lambat terhadap perubahan
aktivitas lobster uji. Perubahan aktivitas lobster mulai terlihat pada kisaran menit ke-40 hingga 60. Pada kisaran ini lobster mulai terlihat gelisah, kembali normal,
dan responsif terhadap rangsangan dari luar. Pada kisaran menit ke-60 hingga 105 untuk konsentrasi uji 5 ppm dan 7,5 ppm; lobster menunjukkan perubahan
aktivitas berupa gerakan-gerakan panik, kembali tenang, dan responsif terhadap rangsangan luar. Sebagian lobster pada konsentrasi uji 5 ppm dan 7,5 ppm mulai
terlihat lamban masing-masing pada menit ke-135 dan 123. Lobster uji dengan konsentrasi 5 ppm terlihat diam pada menit ke-175 dan 166 untuk pengujian
dengan konsentrasi 7,5 ppm. Keseimbangan lobster mulai rapuh pada menit ke- 193 5 ppm dan 180 7,5 ppm, serta roboh pada menit ke-210 5 ppm dan 195
7,5 ppm. Pada selang menit 210-225, lobster uji pada kedua konsentrasi mengalami pingsan. Walaupun demikian, sebagian kecil lobster pada kedua
pengujian tersebut masih terlihat normal hingga akhir proses pemingsanan tidak bisa dipingsankan dengan kedua konsentrasi uji tersebut.
Gerakan lobster yang mulai panik terlihat pada menit ke-85 dan 70 masing- masing untuk pengujian 10 ppm dan 12,5 ppm. Gerakan tersebut ditandai dengan
lobster berenang mundur tanpa arah yang terkendali. Pada menit ke-100 10 ppm dan 87 12,5 ppm, sebagian lobster terlihat mulai kembali tenang dengan
pergerakan kaki yang masih aktif. Lobster uji mulai terlihat lamban masing- masing pada menit ke-115 dan 105 pengujian. Pada menit berikutnya lobster
terlihat lemah, selanjutnya diam, dan keseimbangan tubuh mulai terganggu. Sebagian lobster terlihat roboh masing-masing pada menit ke-186 dan 175
pengujian. Pengujian dengan konsentrasi 15 ppm mulai memberikan pengaruh gelisah
terhadap lobster uji pada menit ke-45 pengujian. Kegelisahan lobster semakin jelas terlihat pada selang waktu 45-60 menit, ditandai dengan gerakan yang tidak
konsisten, kadang-kadang normal namun sesekali berenang mundur tanpa arah terkendali. Gerakan-gerakan mundur semakin sering terjadi pada selang menit
60-75, menunjukkan bahwa lobster mengalami kepanikan, namun lobster masih responsif terhadap rangsangan dari luar. Sebagian lobster terlihat mulai tenang
pada menit ke-80, panik dan gerakan kaki mulai melemah. Selang menit 90-105 lobster terlihat lamban, ditandai dengan respon terhadap rangsangan dari luar
mulai berkurang. Lobster selanjutnya terlihat lemah dan lebih banyak diam, serta keseimbangan tubuh mulai menurun limbung. Pada akhirnya, lobster mulai
roboh pada menit ke-155 dan pingsan pada selang menit 165-180 dan 180-195 masa pemingsanan.
Berdasarkan Lampiran 3, masing-masing konsentrasi uji memberikan pengaruh panik pada lobster pada waktu yang berbeda-beda. Lobster dengan
konsentrasi uji 17,5 ppm dan 20 ppm menunjukkan kepanikan yang lebih awal dibanding konsentrasi uji lainnya, yaitu mulai panik masing-masing pada menit
ke-43 dan 32. Gerakan panik ini mulai berakhir pada menit ke-48 untuk konsentrasi 20 ppm dan menit ke-62 untuk konsentrasi 17,5 ppm. Pada menit
berikutnya lobster terlihat mulai lamban namun masih ada gerakan-gerakan kecil pada organ tubuh lobster. Keseimbangan lobster mulai roboh terlihat pada menit
ke-130 20 ppm dan menit ke-145 untuk konsentrasi 17,5 ppm ekstrak akar tuba. Perbedaan selang waktu lobster mengalami fase panik disebabkan oleh
pengaruh perbedaan konsentrasi pengujian yang digunakan. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak akar tuba yang digunakan, semakin lama fase panik yang
ditimbulkan. Lobster yang mengalami fase panik lebih lama akan lebih lemah kondisinya, sehingga diharapkan tingkat kelulusan hidup lobster akan lebih lama.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, konsentrasi uji 5 ppm dan 7,5 ppm tidak akan digunakan untuk pengujian transportasi kering lobster dengan bahan
pemingsan ekstrak akar tuba. Hal ini dikarenakan kedua konsentrasi tersebut tidak dapat memingsankan seluruh lobster uji.
Hasil pengamatan pengaruh ekstrak akar tuba terhadap perubahan aktivitas lobster secara keseluruhan jika dibandingkan dengan hasil pengujian yang
dilakukan oleh
Wijaya 2008.
Pembiusan lobster
air tawar
Cherax quadricarinatus dengan metode penurunan suhu bertahap yang dilakukan oleh Wijaya 2008, memberikan pengaruh perubahan aktivitas lobster
yang lebih cepat dibandingkan dengan penelitian ini. Hal ini ditunjukkan oleh fase panik lobster yang terjadi pada penelitian tersebut jauh lebih cepat daripada fase
panik pada penelitian ini.
4.3 Waktu Onset Pemingsanan