Tabel 3 Pengaruh perubahan pH terhadap ikan Kisaran pH
Pengaruh terhadap ikan 4,0
Titik mati asam 4,0 – 5,0
Tidak ada reproduksi 5,0 – 6,5
Pertumbuhan lambat 6,5 – 9,0
Kisaran yang layak untuk reproduksi 9,0
Titik mati basa
Sumber: Swingle 1969 dalam Boyd 1990
c. Amoniak
Nitrogen dalam air dapat berbentuk amoniak NH
3
, nitrit NO
2
maupun nitrat NO
3
. Senyawa ini merupakan gas nitrogen buangan dari hasil metabolisme udang oleh perombakan protein, yaitu berupa kotoran feses dan urin.
Amoniak merupakan kompetitor kuat oksigen dalam berikatan dengan hemoglobin darah, sehingga kandungan amoniak dalam konsentrasi tinggi akan
berdampak buruk pada kesehatan ikan bahkan kematian. Substansi ini sangat beracun, terutama pada pH tinggi. Ketahanan udang terhadap amoniak
bervariasi menurut jenis dan stadianya. Konsentrasi sebesar 0,45 mgL akan menghambat laju pertumbuhan sebesar 50 Lesmana 2004. Colt 1983
menambahkan bahwa toksisitas amoniak akan meningkat pada kondisi DO yang rendah. Sumber utama amoniak di lingkungan perairan adalah
metabolisme ikan, ekskresi ikan, pemupukan dan dekomposisi mikrobial dari komponen nitrogen Boyd 1982. Ketika amonia memasuki perairan, ion
hidrogen langsung bereaksi dan mengubah amonia ke dalam suatu kondisi kesetimbangan antara ion amonium yang tidak beracun NH
4 +
dan amonia tidak terionisasi NH
3
yang beracun. NH
3
+ H
+
+ OH
-
NH
4 +
+ OH
-
Penguraian amonia di air dipengaruhi oleh pH dan suhu Shepherd dan Bromage 1992.
2.7 Transportasi Sistem Kering
Transportasi lobster air tawar hidup pada dasarnya adalah pemindahan lobster air tawar hidup dari suatu tempat ke tempat lain di dalam suatu wadah yang
memiliki berbagai keterbatasan persyaratan hidup dibandingkan dengan
lingkungan asalnya. Selama transportasi akan terjadi berbagai perubahan lingkungan yang sangat mendadak. Perubahan yang drastis ini dapat
mengakibatkan kematian lobster air tawar, sehingga perlu dilakukan modifikasi media transportasi agar perubahan-perubahan tersebut dapat direduksi.
Transportasi udang hidup dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu transportasi sistem basah dan transportasi sistem kering Junianto 2003.
Transportasi sistem kering merupakan pengangkutan udang hidup dengan menggunakan media pengangkutan tanpa air. Pada sistem transportasi ini, udang
dikondisikan dalam keadaan tenang atau aktivitas dan metabolismenya rendah. Teknik yang disebut juga dengan imotilisasi ini dapat dilakukan dengan
menggunakan suhu rendah maupun dengan bahan anestesi Wibowo et al. 1994. Permasalahan yang dihadapi pada transportasi komoditas perikanan hidup
adalah bagaimana cara menekan aktivitas metabolisme ikan udang agar kebutuhan oksigen dan hasil metabolismenya serendah mungkin. Berbagai cara
yang dilakukan untuk menekan metabolisme pada transportasi dapat meningkatkan kelulusan hidup komoditas perikanan hidup Tseng 1987.
Transportasi sistem kering memanfaatkan serbuk gergaji, serutan kelapa, maupun rumput laut sebagai media dalam kemasan
pengangkutan Junianto 2003. Suhu memiliki peranan yang sangat penting agar udang tetap
berada dalam kondisi basal. Pada kondisi ini, kadar oksigen yang dikomsumsi udang sangat minimal, yakni hanya untuk mempertahankan hidup saja. Pada
transportasi tanpa media air, rongga karapas udang dapat menyimpan air sehingga oksigen yang terdapat dalam air dapat diserap untuk keperluan metabolisme tubuh
Prasetyo 1993. Kelulusan hidup udang selama transportasi sistem kering dipengaruhi oleh
suhu media dan posisi udang dalam kemasan. Udang yang mati sebagian besar adalah udang yang disusun pada lapisan bawah kemasan serta yang berdekatan
dengan es. Suhu yang sangat rendah di bawah suhu pemingsanan tidak dapat ditoleransi oleh udang selama transportasi menyebabkan udang akan mengalami
kedinginan dan mati Prasetyo 1993.
2.8 Persiapan dan Persyaratan Lobster Air Tawar untuk Transportasi