2.2 Klasifikasi dan Deskripsi Akar Tuba Derris elliptica Roxb. Benth
Akar tuba dikenal dengan nama dagang umum jenu Melayu. Di daerah Sumatera tumbuhan ini dikenal dengan nama jenu Melayu dan tuba Sumatera
Utara, sedangkan di Jawa dikenal dengan nama tuwa Sunda, jenu Jawa dan thoba Madura. Tumbuhan perdu ini memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae Kelas :
Dicotyledonae Ordo :
Relases Sub Ordo
: Papilionaceae Genus :
Derris Spesies :
Derris elliptica Roxb. Benth.
Tumbuhan akar tuba merupakan perdu pemanjat dengan tinggi dapat mencapai 10 m. Batang berkayu, bercabang monopodial, ketika muda berwarna
hijau dan setelah tua berwarna cokelat kekuningan. Daun majemuk, helaian anak daun berbentuk bulat telur, ujung runcing, tepi rata, pangkal tumpul, pertulangan
menyirip, panjang 15-25 cm, lebar 5-8 cm, berwarna cokelat saat muda, dan berwarna hijau ketika tua. Bunga majemuk, bentuk tandan, berambut, panjang
12-25 cm, dan tangkai bunga berwarna ungu. Mahkota berbentuk kupu-kupu, berdiameter sekitar 2 cm, dan berwarna cokelat muda. Buah polong, berbentuk
bulat telur, bersayap, panjang 3,5-7 cm, diameter sekitar 2 cm, dan berwarna cokelat muda. Akar tunggang dan berwarna kuning kecokelatan Kardinan 2002.
Penampakan fisik akar tuba dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Akar tuba Derris elliptica Roxb. Benth
Tuba dapat tumbuh baik di semak-semak, hutan atau pinggir sungai pada ketinggian 1-700 m dpl. Tuba tumbuh liar, mulai dari India bagian timur sampai
Papua Nugini. Di Indonesia, tuba ditemukan hampir diseluruh wilayah Nusantara. Di Jawa ditemukan mulai dari dataran rendah sampai 1.500 m dpl. Tumbuh
berpencar di tepi hutan, di pinggir sungai atau dalam hutan belukar yang masih liar Kardinan 2002.
2.3 Kandungan Aktif Akar Tuba Derris elliptica Roxb. Benth
Bagian akar Derris elliptica memiliki kandungan aktif rotenon sebesar 5,0 ww hingga 13,0 ww dengan total eter yang digunakan sebesar
31,0 ww dari total volume akar yang diekstrak. Selain itu, akar tuba juga mengandung deguelin, elipton, toksikarol, sumatrol, teprosin, malakol, dan lain-
lain. Setiap kandungan tersebut bersifat toksik atau berpengaruh terhadap lingkungan dan memiliki efek psikologi terhadap ikan dan serangga, namun tidak
terlalu berpengaruh terhadap mamalia termasuk manusia Dev dan Koul 1997 dalam
Irwan 2006.
2.3.1 Rotenon
Rotenon merupakan isoflavonoid dengan isoprene yang terikat pada C-8. Rotenoid yang diekstrak dari akar tuba Derris elliptica memiliki nama kimia
1,2; 12a-tetrahydro-8,9-dimethoxy-2 1-methylethenyl-1 benzopyrano 2,4b furo 2,3-h 1 benzophyran-6 6H-one dengan titik leleh pada 163
o
C Kidd dan James dalam Irwan 2006. Bentuk molekul rotenoid dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3 Struktur kimia rotenon Kidd dan James 1991; Kole et al. 1992 dalam Irwan 2006
Rotenon memiliki rumus kimia C
23
H
22
O
6
dengan berat molekul sebesar 394,41 gmol Schnick 1974 dalam Hien et al. 2003. Rotenon merupakan
senyawa yang mudah larut dalam sejumlah larutan organik misal alkohol dan aseton, akan tetapi tidak larut dalam air John 1944 dalam Irwan 2006.
Berdasarkan penelitian Kidd dan James 1991 dalam Irwan 2006, rotenon sedikit larut dalam air, yaitu sekitar 16 mgL air pada suhu 100
o
C. Cahaya dan udara dapat menyebabkan rotenon mengalami dekomposisi, ditandai dengan
perubahan warna dari kuning menjadi merah pekat. Rotenon merupakan racun kontak atau racun perut terhadap serangga, namun
memiliki toksisitas rendah terhadap mamalia termasuk manusia. Isoplavonoid golonganini memiliki toksisitas tinggi terhadap hewan berdarah dingin terutama
terhadap ikan Matsumura 1985 dalam Irwan 2006. Senyawa golongan ini membunuh serangga dengan menginaktifkan enzim respirasi dan menghasilkan
asam glutamik oksidase dalam kondisi oksigen rendah John 1944 dalam Irwan 2006.
2.3.2 Deguelin
Deguelin merupakan salah satu rotenoid bahan aktif utama dalam akar tuba. Deguelin dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan koloni sel kanker dengan
menginduksi apoptosis dan menghentikan siklus sel kanker. Bahan aktif ini juga dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan sel kanker kulit. Beberapa data
penelitian menunjukkan bahwa deguelin secara efektif mampu menghambat perkembangbiakan sel kanker paru-paru tanpa menunjukkan efek samping yang
menonjol pada sel normal. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa deguelin mampu memicu apoptosis secara selektif kanker jantung dengan menurunkan
pengaruh inhibitor, yaitu protein apoptosis Wenjie et al. 2009. Ekstrak cair deguelin pada umumnya dapat diproduksi dengan beberapa
metode yang menggunakan pelarut organik, yaitu ekstraksi pada suhu ruang, ekstraksi dengan bantuan getaran, dan ekstraksi dengan metode Soxchlet. Selain
beberapa metode tersebut, beberapa penelitian menggunakan metode ekstraksi dengan bantuan ultrasonik. Selain itu, berdasarkan beberapa literatur yang ada
tentang teknologi pemisahan dan purifikasi deguelin dari rotenoid, beberapa penelitian menghubungkan dengan pemisahan metode kromatografi menggunakan
silica gel dan kristalisasi deguelin dengan metode kromatografi high performance
liquid chromatography – HPLC, metode yang sering dianggap banyak
memberikan kerugian Wenjie et al. 2009 Struktur kimia deguelin dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Struktur kimia deguelin Wenjie et al. 2009
2.4 Toksisitas
Toksisitas merupakan kemampuan atau daya racun suatu bahan yang dapat menyebabkan keracunan. Sedangkan toksikan adalah materi atau agen yang
mampu menghasilkan efek merugikan pada sistem biologi yang akan menyebabkan kematian. Beberapa jenis toksikan yang umum ditemui adalah
pestisida, klorin, limbah industri yang umumnya bersifat racun dan karsinogenik Koeman 1983.
Parameter kualitas air diantaranya temperatur, kesadahan air, dan oksigen terlarut umumnya digunakan untuk mengetahui pengaruh dari bahan tercemar
yang ada di dalam perairan Abel 1989. Sedangkan faktor lain yang mempengaruhi pengukuran toksisitas adalah waktu dedah exposure time atau
waktu onset, cara pendedahan, dan sifat fisika kimia bahan tersebut. Jenis dan stadia organisme juga berpengaruh pada pengukuran tingkatan toksisitas suatu
bahan Cassaret dan Donev 1975. Toksisitas suatu bahan dapat ditentukan dengan mengkaji besarnya dalam
persen kematian populasi organisme uji. Salah satunya adalah dengan menggunakan uji toksisitas bahan uji terhadap hewan uji yaitu konsentrasi terkecil
pada saat kematian 100 organisme uji. Namun, tingkat toksisitas suatu bahan
sering digunakan pada tingkat kematian 50 organisme uji pada berbagai waktu dedah LC
50
Cassaret dan Donev 1975. Kinerja toksik dalam mempengaruhi suatu organisme pada umumnya melalui
tiga fase Koeman 1983: a.
Fase eksposisi Penyerapan suatu zat oleh suatu objek biologi yang akan memberikan
pengaruh berupa efek biologi atau toksik setelah absorbsi zat tersebut. b.
Fase farmakokinetik toksokinetik Penyerapan suatu zat dalam bentuk aktif di dalam peredaran darah atau yang
mencapai tempat bekerjanya syaraf. c.
Fase farmakodinamik toksodinamik Fase farmakodinamik atau toksodinamik meliputi interaksi antara molekul zat
obat atau zat racun dan tempat kerja spesifik yaitu reseptor.
2.5 Pembiusan Imotilisasi