Ketahanan Pangan Penelitian Terdahulu

23

2.8. Ketahanan Pangan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tanggar yang tercermin dari: 1 tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya; 2 aman; 3 merata; dan 4 terjangkau. Dari definisi pada undang-undang tersebut, ketahanan pangan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, yaitu pangan dalam jumlah yang cukup dan dengan kualitas atau gizi yang memadai dalam setiap rumah tangga di Indonesia. Ketersediaan pangan ini harus mencukupi jumlah satuan kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat 2. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan sebagai bebas dari cemaran biologis, kimia, atau benda lain yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan manusia. Hal tersebut juga termasuk aman dari kaidah agama atau kepercayaan masing-masing. 3. Terpenuhinya pangan secara merata, diartikan dengan pangan yang aman dan berkualitas tadi harus tersebar merata untuk mencukupi kebutuhan jumlah kalori setiap rumah tangga di Indonesia. 4. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, yaitu pangan yang aman dan berkualitas tadi harus dapat dibeli dengan harga yang terjangkau oleh semua kalangan masyarakat Indonesia. 24

2.9. Penelitian Terdahulu

Utama 2006 dalam penelitiannya menyatakan bahwa telah terjadi penurunan luasan lahan sawah sebesar 5.872 hektar di Kabupaten Cirebon selama rentang waktu antara tahu 1990-2004. Produktifitas padi pun menurun setiap tahunnya sekitar 2.813,94 ton per tahun. Pada tahun tersebut diasumsikan harga satu ton Gabah Kering Giling GKG adalah Rp 1.850.000, maka rata-rata nilai produksi yang hilang pertahunnya Rp 5.205.786.533 atau sekitar Rp 5,2 milyar. Berdasarkan penelitian ini juga petani kehilangan peluang memperoleh pendapatan usaha tani padi sawah sebesar Rp 7.153.000 per tahun. Kesempatan kerja pun turut menurun, menurut pengamatan dari penelitian ini kesempatan kerja hilang sebesar 182.032 Hari Orang Kerja HOK dan terjadi kehilangan pendapatan tenaga kerja sebesar Rp 4.550.800.000. Beliau juga mengestimasi model regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Square OLS untuk menganalisis alih fungsi lahan yang terjadi di Kabupaten Cirebon. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap alih fungsi lahan di Kabupaten Cirebon menurut penelitian ini adalah kepadatan penduduk, produktifitas lahan sawah, kontribusi PDRB sektor non pertanian, dan pertumbuhan panjang jalan aspal. Variabel- variabel tersebut secara keseluruhan berpengaruh positif terhadap laju anih fungsi lahan di Kabupaten Cirebon. Sandi 2009 menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan di Kabupaten Karawang dari tahun 1999-2008 menggunakan metode estimasi OLS. Faktor-faktor yang diestimasi oleh beliau adalah luas lahan perumahan, laju pertambahan penduduk, dan PDRB sektor industri. Hasil dari estimasi menunjukan bahwa lusa lahan perumahan dan laju pertambahan 25 penduduk berkorelasi positif dengan laju konversi lahan di Kabupaten Karawang, sedangkan PDRB sektor industri tidak berpengaruh secara nyata. Dampak dari konversi lahan tersebut dinilai dari produksi padi yang hilang, yaitu sebesar 6.028,22 ton atau setara dengan Rp 8.524.375.050. Atas hasil penelitian yang telah dilakukan, beliau merekomendasikan kebijakan berupa pemberlakuan kuota lahan sawah yang bisa dikorbankan untuk sektor non pertanian. Sehingga, pembangunan ekonomi yang berimplikasi terhadap konversi lahan sawah telah sesuai dengan rencana. Kebijakan lainnya yang disarankan adalah pemberian insentif atau kompensasi bagi para petani sebagai langkah antisipasif untuk menekan laju konversi lahan sawah. Adapun instrumen kebijakan yang disarankan adalah penetapan harga komoditas yang lebih melindungi petani serta pengurangan bahkan pembebasan pajak lahan pertanian. Sitorus 2011 dalam penelitiannya mengestimasi model regresi linear berganda untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di Kabupaten Bogor. Beliau menganalisis model tersebut dengan menggunakan OLS dengan variabel yang digunakan adalah PDRB sektor bangunan, jumlah penduduk, harga Gabah Kering Giling GKG, dan produktifitas padi sawah. Hasil dari estimasi menunjukan jumlah penduduk berpengaruh secara positif terhadap alih fungsi lahan dan produksi padi sawah berpengaruh negatif. Sedangkan PDRB sektor bangunan dan GKG tidak berpengaruh nyata terhadap alih fungsi lahan. Dampak dari alih fungsi lahan di Kabupaten Bogor ini telah menghilangkan nilai produksi padi sebesar 27.395,42 ton dimana setara dengan Rp 47.939,33 juta. Pada penelitian tersebut juga didapat nilai elastisitas dari jumlah penduduk dan produksi padi sawah terhadap konversi lahan sawah, yaitu sebesar 2,52 dan -2,47. 26 Karena nilai elastisitas jumlah penduduk lebih besar maka beliau menyarankan pemerintah dapat menanggulangi masalah konversi lahan sawah dengan cara menggalakan program keluarga berencana dan transmigrasi penduduk untuk menanggulangi jumlah penduduk yang terus meningkat. Puspasari 2012 menganalisis laju alih fungsi lahan pertanian yang terjadi di Kecamatan Karawang Timur pada tahun 2006-2011. Tren laju alih fungsi lahan pertanian pada tahun tersebut mengalami fluktiasi dengan rata-rata sebesar 0,47 persen. Faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian tersebut dilihat dari tingkat wilayah dan tingkat petani. Pada tingkat wilayah, beliau menggunakan model regresi linear berganda dan didapatkan hasil yaitu jumlah industri dan proporsi luas lahan sawah terhadap wilayah merupakan faktor yang berpengaruh terhadap alih fungsi lahan pertanian. Pada tingkat petani, beliau menggunakan model regresi logistik dan didapatkan hasil yaitu tingkat usia, luas lahan, lama pendidikan, dan pengalaman bertani. Rata-rata pendapatan petani sebelum dan sesudah alih fungsi lahan terjadi perubahan dari Rp 1.421.514,03 menjadi Rp 1.299.796,30. Beliau juga melihat dampak yang terjadi akibat alih fungsi lahan pertanian terhadap kondisi lingkungan, Namun dampak yang terjadi tidak terlalu dirasakan oleh responden pada saat penelitian dilakukan.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Dokumen yang terkait

Analisis Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten Langkat

21 114 113

Analisis Dampak Pengalihan Lahan Konservasi Hutan Bakau Menjadi Lahan Pertambakan Terhadap Keadaan Sosial Ekonomi Nelayan Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat Sumatera Utara (Studi Kasus Desa Tapak Kuda Kecamatan Tanjung Pura)

0 22 101

Analisis Dampak Ekonomi dari Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan di Kabupaten Bogor.

1 45 109

Analisis dampak alih fungsi lahan pertanian terhadap ketahanan pangan di kabupaten cianjur (studi kasus : desa sukasirna, kecamatan sukaluyu)

4 38 101

Analisis Ekonomi Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan di Kabupaten Karawang Jawa Barat (Studi Kasus Desa Tanjungpura Kecamatan Karawang Barat)

3 34 92

Analisis Ekonomi dan Kelembagaan Alih Fungsi Lahan Sawah Ke Penggunaan Non Pertanian Studi Kasus Di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat

0 6 111

ANALISIS ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI DESA AJIBARANG WETAN, KECAMATAN Analisis Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian di Desa Ajibarang Wetan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas.

0 3 16

PERUBAHAN ORIENTASI PEKERJAAN SEBAGAI DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN: Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat.

0 3 85

Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat).

4 11 37

Kajian Alih Fungsi Lahan Pertanian terhadap Swasembada Beras di Kabupaten Bekasi

0 0 8