18 pertanian. Pertumbuhan penduduk yang terus bertambah tentu saja akan
meningkatkan kebutuhan masyarakat akan pangan. Hal ini bertolak belakang dengan produksi pangan yang akan menurun jika alih fungsi terhadap lahan
pertanian terus dilakukan. Jika hal ini tidak segera dikendalikan maka pemerintah harus mengimport pangan dari luar sehingga masyarakat akan semakin
bergantung pada produk import. Konversi lahan sawah dapat dipandang dari dua sisi. Pertama, dari
fungsinya lahan sawah yang diperuntukan memproduksi padi. Dengan demikian adanya konversi lahan sawah ke fungsi lain akan menurunkan produksi padi
nasional. Kedua, dari bentuknya perubahan lahan sawah ke bangunan permanen akan berimplikasi pada kerugian akibat sudah diinfestasikannya dana untuk
mencetak sawah, membangun waduk, dan sistem irigasi. Kegiatan alih fungsi lahan pertanian juga berpengaruh terhadap
lingkungan. Perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem. Secara faktual alih fungsi lahan ini
menyebabkan berkurangnya lahan terbuka hijau, mengganggu tata air tanah, serta ekosistem budidaya pertanian semakin sempit.
2.6. Kelembagaan Lahan
New Institutional Economics NIE dalam Fauzi 2010 mengartikan kelembagan sebagai rules of the game dalam masyarakat atau secara formal
diartikan sebagai kendali yang dirancang manusia yang membentuk interaksi manusia. Dalam konteks yang lebih konkrit, kelembagaan terdiri dari hukum
formal, baik dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis, dan informal, atau nilai- nilai values yang ada dan diakui dalam masyarakat serta bentuk-bentuk
19 pengorganisasiannya. Dengan demikian norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat dalam hal pemilikan dan pengelolaan lahan menjadi sangat penting dalam pembangunan ekonomi. Namun faktor kelembagaan merupakan pedang
bermata dua dalam konteks pengelolaan sumber daya lahan. faktor kelembagaan yang lemah merupakan salah satu faktor yang menjadi driving force dari
degradasi lahan. Buruknya institusi yang dalam bentuk kebijakan formal yang tidak kondusif, iklim kebijakan yang tidak baik korupsi dan manajemen yang
buruk serta masalah property right yang kompleks yang tidak ditangani dengan baik adalah beberapa faktor yang sangat krusial dalam memicu degradasi lahan
dan buruknya pengelolaan yang berkelanjutan. Di sisi lain, kelembagaan yang baik akan membantu menjadi leverage dalam pengelolaan yang berkelanjutan.
Menurut Fauzi 2010, salah satu kunci dalam aspek ekonomi kelembagaan adalah menyangkut property right atau hak pemilikan. Property right
ini melekat dalam bentuk aturan formal dan juga norma sosial atau adat. Relefansi hak pemilikan ini tergantung dari seberapa besar ia bisa dijalankan dan diakui
dalam masyarakat. ketidakjelasan hak pemilikan dan enforced property rights terbukti menjadi handicap dalam mentransformasi pembangunan ekonomi yang
berkaitan dengan lahan. Bagian lain yang juga penting dalam konteks ekonomi kelembagaan adalah menyangkut biaya transaksi. Biaya transaksi adalah
pertimbangan manfaat dalam melakukan transaksi di dalam organisasi antara aktor yang berbeda dengan menggunakan mekanisme pasar. Dalam konteks inilah
sering terjadi pemahaman yang keliru mengenai apa yang dimaksud dengan biaya transaksi. Biaya transaksi bukanlah biaya pertukaran cost of exchange atau salah
satu biaya dalam jual beli barang dan jasa termasuk lahan, namun biaya
20 transaksi lebih diartikan sebagai the cost of establishing and maintaining right.
Biaya transaksi dalam hal ini mempertimbangkan beberapa aspek penting dalam ekonomi yakni bounded rationality rasionalitas terbatas, masalah informasi,
biaya negosisasi kontrak, dan opportunism. Kedua aspek di atas yakni property rights dan transaction cost adalah bagian penting yang memerlukan pemahaaman
yang serius dalam kelembagaan pengelolaan lahan.
2.7. Landasan Hukum Kebijakan Alih Fungsi Lahan