Analisis Kelembagaan Lahan Kabupaten Bekasi

58 jadi membuat industri sehingga ada banyak lahan kering yang kosong. Lahan kosong tersebut dimanfaatkan oleh warga setempat untuk dijadikan sawah. Alih fungsi lahan yang terbesar yaitu pada akhir tahun 2010 dengan luas sebesar 841 hektar atau menyusut sebesar 1,55 persen. Pada tahun tersebut pemerintah menetapkan kebijakan pengalokasian pemukiman di wilayah barat, dimana mayoritas wilayah tersebut merupakan wilayah sawah. Pada tahun 2011 lahan sawah meningkat sebesar 0,22 persen, karena pemerintah setempat membuka lahan sawah dari lahan kering seluas 119 hektar untuk mempertahankan kondisi pertanian di wilayah tersebut. Rata-rata laju penyusutan lahan selama sepuluh tahun terakhir yaitu -0,43 persen.

6.3. Analisis Kelembagaan Lahan Kabupaten Bekasi

Kelembagaan merupakan kendali yang dibuat oleh manusia unuk membentuk interaksi manusia. Kelembagaan terdiri dari hukum formal, baik dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis, dan informal, atau nilai-nilai yang ada dan diakui dalam masyarakat serta bentuk-bentuk pengorganisasiannya. Kelembagaan yang ada di Indonesia terdiri dari beberapa tingkatan, karena adanya sistem otonomi daerah. Berdasarkan UU no. 32 tahun 2004 mengenai otonomi daerah, pemerintah pusat memberikan kekuasaan kepada pemerintah daerah untuk mengelola wilayahnya masing-masing. Adanya sistem ini menyebabkan suatu kelembagaan dari pemerintah pusat dapat di modifikasi oleh pemerintah daerah, sehingga pembahasan kelembagaan harus dibahas dan dibandingkan secara vertikal dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, sampai ke pemerintah kabupaten. Pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini adalah mengenai perbandingan RTRW dalam skala nasional, provinsi, dan kabupaten. 59 Kementrian Hukum dan HAM 2008, membahas RTRW nasional mengenai pengembangan daerah di Indonesia dibagi kedalam kawasan-kawasan yang dapat spesifik fungsi dan peruntukannya. Kawasan yang berfungsi melayani kegiatan skala internasional dan nasional disebut Pusat Kegiatan Nasional PKN. Kriteria kawasan yang dapat dijadikan PKN, yaitu: 1. Kawasan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor dan impor 2. Kawasan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat industri dan jasa skala nasional 3. Kawasan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional. Adapun peraturan umum dalam pengembangan wilayah PKN adalah: 1. Pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi skala nasional dan internasional harus didukung fasilitas infrastruktur yang sesuai dengan kegiatan ekonominya 2. Pengembangan fungsi untuk pusat pemukiman dalam wilayah PKN didorong untuk pembangunan ke arah vertikal. Bappeda Provinsi Jawa Barat 2010, menetapkan dalam RTRW Jawa Barat bahwa kawasan perkotaan Bodebek Bogor Depok Bekasi sebagai wilayah PKN. Wilayah tersebut berperan menjadi pusat koleksi dan distribusi dalam skala nasional dan internasional. Pembangunan di wilayah tersebut diarahkan sebagai kota terdepan yang berbatasan dengan ibukota negara. Wilayah Bodebek dikembangkan menjadi simpul sektor pelayanan dan jasa perkotaan, sektor perdagangan, serta sektor industri padat tenaga kerja. RTRW provinsi juga 60 menyebutkan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bekasi dijadikan wilayah penyangga dalam sistem PKN kawasan Bodebek. Pembangunan di wilayah tersebut diarahkan untuk mengembangkan sektor industri ramah lingkungan, pertambangan mineral logam dan non logam, serta kawasan pemukiman untuk mendukung pembangunan di wilayah PKN. Bappeda Kabupaten Bekasi 2011 membuat RTRW Kabupaten Bekasi berpatokan pada RTRW Provinsi Jawa Barat dimana pembangunan di wilayah Kabupaten Bekasi akan diarahkan menjadi penyangga dalam sistem PKN Bodebek. Sebagai bentuk kerjasama dengan wilayah lain maka Kecamatan Setu dan Tambun Selatan turut diarahkan pembangunannya menjadi wilayah PKN. Kecamatan tersebut merupakan kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kota Bekasi dan Kabupaten Bogor. Kecamatan lain yang berdekatan dengan Kecamatan Setu dan Tambun Selatan dijadikan wilayah PPK Pusat Pelayana Kawasan. Wilayah ini merupakan wilayah pendukung dari wilayah PKN. Kecamatan yang termasuk dalam PPK adalah Kecamatan Serang Baru, Bojongmangu, Kedungwaringin, Karang Bahagia, Tambelang, Pebayuran, Babelan, Tambun Utara, Sukakarya, Cabangbungin, Muaragembong, dan Sukawangi. Secara Umum fungsi dari Kecamatan ini yaitu sebagai penyangga dari kawasan PKN. Fungsi yang lebih spesifik dari kedua belas kawasan tersebut adalah untuk dibuat industri menengah, pemukiman warga, dan pertanian pangan yang mendukung kegiatan yang akan dilakukan pada wilayah PKN. Kabupaten Bekasi dalam RTRW-nya lebih spesifik membagi pengembangan kawasannya kedalam wilayah-wilayah pengembangan. Pengembangan wilayah terbagi dalam empat Wilayah Pengembangan WP. WP I 61 yaitu Kabupaten Bekasi bagian tengah diarahkan dengan fungsi utama pengembangan industri, perdagangan, dan jasa. WP II yaitu Kabupaten Bekasi bagian selatan diarahkan dengan fungsi utama pengembangan pusat pemerintahan kabupaten dan pemukiman skala besar. WP III yaitu Kabupaten Bekasi bagian Timur diarahkan dengan fungsi utama pengembangan pertanian lahan basah. WP IV yaitu Kabupaten Bekasi bagian utara diarahkan dengan fungsi utama pengembangan simpul transportasi laut dan udara, pertambangan, pemukiman, perikanan, dan pelestarian kawasan hutan lindung. Gambaran dari RTRW Kabupaten Bekasi dapat dilihat pada Lampiran 3. Analisis mengenai RTRW secara vertikal ini memberi pemahaman bahwa pemerintah pusat telah menetapkan wilayah PKN yaitu wilayah Jakarta dan sekitarnya Jabodetabek. Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun melaksanakan dan menetapkan bahwa wilayah perkotaan Bodebek dijadikan wilayah PKN. Wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bekasi dijadikan wilayah penyangga atau pendukung PKN. Pemerintah Kabupaten Bekasi membuat rencana tata ruang berdasarkan kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Pemerintah Kabupaten Bekasi menetapkan kecamatan-kecamatan yang berbatasan dengan wilayah PKN menjadi wilayah penyangga. Kecamatan-kecamatan tersebut pada saat ini merupakan wilayah dengan basis pertanian. Pembangunan wilayah yang diarahkan pada pemukiman dan industri menengah membuat lahan pertanian menjadi dialihfungsikan. Dapat disimpulkan kelembagaan mengenai tata ruang secara vertikal menjadi faktor dalam alih fungsi lahan pertanian yang terjadi di Kabupaten Bekasi. 62 Kelembagaan yang dianalisis juga pada kelembagaan lahan yang sering jadi permasalahkan yaitu kepemilikan lahan. Di Kabupaten Bekasi, khususnya di Tambun Utara, lahan pertanian yang ada merupakan lahan warisan tanpa sertifikat. Warga Bekasi dibebaskan untuk mengolah lahan yang ada pada jaman dahulu saat Presiden Soeharto mencetuskan kebijakan revolusi hijau. Pengolah lahan yang dilakukan adalah menjadi lahan pertanian padi atau lahan sawah. Pemerintah juga memberikan bantuan seperti pupuk, benih, dan pembuatan irigasi. Seiring berjalannya waktu, lahan tersebut menjadi diakui kepemilikannya oleh warga yang mengolah. Lahan tersebut pun diwariskan turun temurun kepada anak dan cucu mereka atau di jual kepada pihak lain dengan syarat lahan tersebut masih menjadi lahan pertanian. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Bekasi berdasarkan pembahasan RTRW sebelumnya, akan merubah wilayah tersebut menjadi wilayah pemukiman dan industri. Wilayah tersebut dianggap strategis dalam distribusi karena berdekatan dengan pusat eksport-import dan pusat kota. Pemerintah Kabupaten Bekasi bekerjasama dengan perusahaan pemborong untuk mengupayakan wilayah yang sudah ditetapkan sebelumnya dapat dijadikan pemukinan dan industri. Pihak pemborong menetapkan pembelian lahan dengan harga yang telah ditetapkan sebelumnya, pada studi kasus di Tambun Utara harga yang ditetapkan adalah Rp 10.000 per meter. Harga tersebut ditetapkan dengan pertimbangan karena pihak pemborong harus membuat sertifikat lahan baru dan menawarkannya kepada investor lokal atau asing yang ingin membuat pemukiman atau industri. Sebagian besar petani di Tambun Utara sebenarnya tidak mau menjual lahan mereka, namun mereka tidak pilihan lain karena tidak mempunyai sertifikat kepemilikan 63 lahan. Pemborong membeli lahan dari petani dengan membuat SPH Surat Pelepasan Hak atau SJB Surat Jual Beli dari petani. Lahan yang telah dilepas haknya selanjutnya dibuatkan sertifikat kepemilikan oleh pemborong. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah adanya sengketa lahan pada masa yang akan datang. Lahan yang telah dibeli oleh pemborong selanjutnya akan ditawarkan kepada investor. Berdasarkan tata cara tersebut lahan pertanian menjadi lahan kering yang kosong atau tidak dibuat apapun, karena ada waktu dimana lahan telah dibeli oleh pemborong namun belum ada investor yang mau membuat industri. Lahan tersebut digolongkan kepada lahan yang sementara tidak digunakan Temporary Fallow Land. Pada waktu tersebut petani diperbolehkan untuk menggarap lahan menjadi sawah, dengan catatan lahan tersebut dapat kapanpun dialihfungsikan menjadi pemukiman atau industri.

6.4. Faktor Makro yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Kabupaten

Dokumen yang terkait

Analisis Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten Langkat

21 114 113

Analisis Dampak Pengalihan Lahan Konservasi Hutan Bakau Menjadi Lahan Pertambakan Terhadap Keadaan Sosial Ekonomi Nelayan Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat Sumatera Utara (Studi Kasus Desa Tapak Kuda Kecamatan Tanjung Pura)

0 22 101

Analisis Dampak Ekonomi dari Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan di Kabupaten Bogor.

1 45 109

Analisis dampak alih fungsi lahan pertanian terhadap ketahanan pangan di kabupaten cianjur (studi kasus : desa sukasirna, kecamatan sukaluyu)

4 38 101

Analisis Ekonomi Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan di Kabupaten Karawang Jawa Barat (Studi Kasus Desa Tanjungpura Kecamatan Karawang Barat)

3 34 92

Analisis Ekonomi dan Kelembagaan Alih Fungsi Lahan Sawah Ke Penggunaan Non Pertanian Studi Kasus Di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat

0 6 111

ANALISIS ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI DESA AJIBARANG WETAN, KECAMATAN Analisis Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian di Desa Ajibarang Wetan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas.

0 3 16

PERUBAHAN ORIENTASI PEKERJAAN SEBAGAI DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN: Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat.

0 3 85

Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat).

4 11 37

Kajian Alih Fungsi Lahan Pertanian terhadap Swasembada Beras di Kabupaten Bekasi

0 0 8