Faktor Makro yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Kabupaten

63 lahan. Pemborong membeli lahan dari petani dengan membuat SPH Surat Pelepasan Hak atau SJB Surat Jual Beli dari petani. Lahan yang telah dilepas haknya selanjutnya dibuatkan sertifikat kepemilikan oleh pemborong. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah adanya sengketa lahan pada masa yang akan datang. Lahan yang telah dibeli oleh pemborong selanjutnya akan ditawarkan kepada investor. Berdasarkan tata cara tersebut lahan pertanian menjadi lahan kering yang kosong atau tidak dibuat apapun, karena ada waktu dimana lahan telah dibeli oleh pemborong namun belum ada investor yang mau membuat industri. Lahan tersebut digolongkan kepada lahan yang sementara tidak digunakan Temporary Fallow Land. Pada waktu tersebut petani diperbolehkan untuk menggarap lahan menjadi sawah, dengan catatan lahan tersebut dapat kapanpun dialihfungsikan menjadi pemukiman atau industri.

6.4. Faktor Makro yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Kabupaten

Bekasi Pemerintah Kabupaten Bekasi mengarahkan tata ruang wilayahnya untuk menjadikan wilayah barat dan selatan sebagai wilayah pemukiman dan industri, sebagaimana pada Lampiran 3. Namun hal tersebut berakibat pada penurunan luas lahan sawah yang menjadi basis dari perekonomian masyarakat di Kabupaten Bekasi. Keputusan Pemerintah Kabupaten Bekasi untuk merubah tata guna lahan disebabkan oleh faktor makro yang berasal dari tingkat wilayah. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi dalam skala makro tersebut adalah PDRB Kabupaten Bekasi, laju pertumbuhan penduduk, dan jumlah industri. Analisis dalam penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di tingkat wilayah digunakan analisis regresi linier berganda. Data yang digunakan dalam menentukan model tersebut merupakan data time series tahun 64 2002-2011. Peneliti mengolah data-data tersebut menggunakan software Eviews 7. Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Hasil Estimasi Faktor-Faktor Makro yang Mempengaruhi Perubahan Luas Lahan Sawah Kabupaten Bekasi Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. Keterangan X1 -0,049732 0,011136 -4,465716 0,0043 PDRB X2 -0,007442 0,003376 -2,204627 0,0697 Laju Pertumbuhan Penduduk X3 0,036156 0,049977 0,723457 0,4966 Jumlah Industri C 11,58374 0,197204 58,73995 Konstanta R-squared 0,915840 Log likelihood 38,60975 Adjusted R-squared 0,873760 F-statistic 21,76431 Durbin-Watson stat 1,460561 Prob F-statistic 0,001262 Sumber : Badan Pusat Statistika, berbagai terbitan diolah Keterangan : nyata pada taraf 10 persen Berdasarkan Tabel 4 diperoleh koefisien determinasi Adjusted R-squared sebesar 0,873760. Hal ini menunjukan bahwa keragaman variabel terikat dapat diterangkan oleh variabel bebasnya mencapai 87,37 persen dan sisanya 12,63 persen diterangkan oleh variabel lain diluar model. Nilai peluang uji F Prob F- statistic yang diperoleh sebesar 0,001262 atau sebesar 0,12 persen, nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan sebesar 10 persen. Hal tersebut memiliki arti bahwa dari hasil estimasi regresi minimal ada satu variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikatnya. Model yang dihasilkan dari regresi linear tersebut cukup baik, karena memenuhi kriteria BLUE Best Linear Unbiased Estimator. BLUE dapat dicapai bila memenuhi asumsi klasik, yaitu model tidak memiliki sifat multikolinearitas, normalitas, autokorelasi, dan heterokedastisitas. Hasil uji asumsi klasik ini dapat dilihat pada Lampiran 4. Pembuktian multikolinearitas dalam model 65 menggunakan nilai VIF sebagai kriterianya. Berdasarkan hasil pengolahan data, masing-masing variabel dalam model memiliki nilai centered VIF yang berkisar antara 0 sampai 5. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada variabel yang memiliki permasalahan multikolinearitas. Untuk membuktikan asumsi normalitas maka digunakan nilai probabilitas pada histogram of normality test. Dalam model ini nilai probabilitasnya lebih besar dari taraf α = 10 persen, yaitu sebesar 0,6529 atau 65,29 persen. Dapat disimpulkan bahwa pada model ini residual menyebar secara normal atau tidak terjadi permasalahan normalitas. Pemeriksaan asumsi autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey. Berdasarkan hasil uji tersebut diperoleh nilai Prob. chi-square sebesar 0,2277 atau sebesar 22,77 persen. Nilai tersebut lebi h besar dari taraf α = 10 persen, sehingga model ini tidak memiliki permasalahan autokorelasi. Pada model ini juga tidak terdapat permasalahan heterokedastisitas, karena dari hasil uji Glejser diperoleh nilai Prob. chi-square sebesar 0.1732 atau 17,32 persen. Nilai tersebut juga lebih besar dari taraf α = 10 persen. Berdasarkan Tabel 4, fungsi faktor-faktor yang mempengaruhi luas lahan sawah adalah sebagai berikut: � = 11,58374 − 0,049732 � 1 − 0,007442 � 2 + 0,036156 � 3 Berdasarkan hasil estimasi dari model regresi pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas dari variabel PDRB lebih kecil dari taraf nyata 10 persen 0,04 0,10. Hal ini berarti bahwa PDRB berpengaruh nyata terhadap perubahan luas lahan sawah. Koefisien variabel yang bernilai -0,05 pada tabel menjelaskan bahwa, setiap kenaikan 10 persen PDRB maka luas lahan sawah akan berkurang atau beralih fungsi menjadi non sawah sebesar 0,5 persen. Hasil estimasi ini 66 sesuai dengan hipotesis yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa, PDRB berkorelasi negatif dengan luas lahan sawah. PDRB merupakan indikator pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Semakin besar pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat mempercepat terjadinya perubahan struktur ekonomi ke arah sektor manufaktur, jasa, dan sektor non pertanian lainnya. Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bekasi ini menjadi penggerak berubahnya struktur wilayah dari pedesaan yang berbasis pada pertanian, menjadi perkotaan yang berbasis pada sektor manufaktur dan jasa. Proses pengkotaan ini akan diawali dari area yang berbatasan langsung dengan wilayah yang berkegiatan ekonomi tinggi, karena dianggap strategis dan mudah untuk mendapatkan infestor. Dapat dilihat pada Lampiran 3. mengenai RTRW Kabupaten Bekasi area yang berbatasan dengan Kota Jakarta, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bogor akan diubah menjadi zona pemukiman dan industri. Hal ini mengindikasikan adanya pengalihfungsian lahan dari pertanian ke non pertanian. Nilai probabilitas dari variabel laju pertumbuhan penduduk lebih kecil dari taraf nyata 10 persen 0,06 0,10. Hal ini berarti bahwa laju pertumbuhan penduduk berpengaruh nyata terhadap perubahan luas lahan sawah. Koefisien variabel yang bernilai -0,007 pada tabel menjelaskan bahwa, setiap kenaikan 10 persen laju pertumbuhan penduduk maka luas lahan sawah akan berkurang atau beralih fungsi menjadi non sawah sebesar 0,07 persen. Hasil estimasi ini sesuai dengan hipotesis yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa, laju pertumbuhan penduduk berkorelasi negatif dengan luas lahan sawah. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi mengakibatkan jumlah penduduk yang terus meningkat. Meningkatnya jumlah penduduk berakibat pada naiknya 67 permintaan lahan untuk pemukiman. Selain itu penduduk juga membutuhkan penunjang berupa sarana dan prasarana seperti, jalan, sekolah, rumah sakit, dll. Hal tersebut akan mempengaruhi permintaan akan lahan. Lahan yang jumlahnya terbatas menjadi kendala dalam mengatasi permasalahan tersebut sehingga banyak lahan sawah yang dialihfungsikan menjadi lahan pemukiman. Hal ini mengindikasikan adanya pengalihfungsian lahan dari pertanian ke non pertanian. Jumlah Industri berpengaruh positif terhadap perubahan lahan sawah. Namun tidak berpengaruh nyata dimana nilai probabilitas dari variabel jumlah industri lebih besar dari taraf nyata 10 persen 0,49 0,10. Hasil estimasi ini tidak sesuai dengan hipotesis bahwa jumlah industri akan sangat berpengaruh terhadap luas lahan sawah. Variabel jumlah industri yang tidak berpengaruh nyata dapat diinterpretasikan bahwa banyaknya industri di Kabupaten Bekasi belum tentu membutuhkan lahan luas yang sampai mengalihfungsikan lahan sawah.

6.5. Faktor Mikro yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Kecamatan

Dokumen yang terkait

Analisis Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten Langkat

21 114 113

Analisis Dampak Pengalihan Lahan Konservasi Hutan Bakau Menjadi Lahan Pertambakan Terhadap Keadaan Sosial Ekonomi Nelayan Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat Sumatera Utara (Studi Kasus Desa Tapak Kuda Kecamatan Tanjung Pura)

0 22 101

Analisis Dampak Ekonomi dari Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan di Kabupaten Bogor.

1 45 109

Analisis dampak alih fungsi lahan pertanian terhadap ketahanan pangan di kabupaten cianjur (studi kasus : desa sukasirna, kecamatan sukaluyu)

4 38 101

Analisis Ekonomi Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan di Kabupaten Karawang Jawa Barat (Studi Kasus Desa Tanjungpura Kecamatan Karawang Barat)

3 34 92

Analisis Ekonomi dan Kelembagaan Alih Fungsi Lahan Sawah Ke Penggunaan Non Pertanian Studi Kasus Di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat

0 6 111

ANALISIS ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI DESA AJIBARANG WETAN, KECAMATAN Analisis Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian di Desa Ajibarang Wetan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas.

0 3 16

PERUBAHAN ORIENTASI PEKERJAAN SEBAGAI DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN: Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat.

0 3 85

Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat).

4 11 37

Kajian Alih Fungsi Lahan Pertanian terhadap Swasembada Beras di Kabupaten Bekasi

0 0 8