Dij = a + bdij +e.............................................................................................................8 Selanjutnya digunakan algoritma ALSCAL yang merupakan metode yang sesuai
untuk Rapfish dan mudah tersedia pada hampir setiap software statistika SPSS dan SAS. Metode ALSCAL mengoptimasi jarak kuadrat terhadap data kuadrat dalam tiga
dimensi. Perangkat lunak Rapfish merupakan pengembangan MDS yang terdapat di dalam SPSS, untuk proses rotasi, kebalikan posisi dan beberapa analisis sensitivitas
yang telah dipadukan menjadi satu perangkat lunak. Melalui MDS ini posisi titik keberlanjutan tersebut dapat divisualisasikan dalam dua dimensi sumbu horizontal dan
vertikal. Untuk memproyeksikan titik-titik tersebut pada garis mendatar dilakukan proses rotasi dengan titik ekstrim buruk dengan nilai skor 0 dan titik ekstrem baik
dengan nilai skor 100 Pattimahu, 2010. Posisi status keberlanjutan sistem yang dikaji akan berada diantara dua titik ekstrem tersebut. Nilai ini merupakan nilai indeks
keberlanjutan pengelolaan ekosistem hutan mangrove pada saat ini. Ilustrasi hasil ordinasi nilai index berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Posisi titik keberlanjutan
Skala nilai indeks keberlanjutan pengelolaan ekosistem ekosistem mangrove mempunyai rentang 0 sampai 100 . Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai lebih
dari 50 maka sistem tersebut dikategorikan berkelanjutan sustainable. Jika dimensi yang dinilai dengan nilai indeksnya berada di bawah 50 persen maka mempunyai nilai
kurang berkelanjutan. Dalam penelitian ini disusun empat kategori status keberlanjutan berdasarkan skala dasar 0
– 100 Tabel 3.
Tabel 3. Kategori status keberlanjutan pengelolaan hutan mangrove berdasarkan nilai indeks hasil analisis rap-m
forest Nilai Indeks
Kategori
25 Tidak berkelanjutan
25 x 50 Kurang berkelanjutan
50 ≤ x ≤ 75 Cukup berkelanjutan
75 ≤ x ≤ 100 Berkelanjutan
Sumber: Fauzi dan Anna 2010
Analisis sensitivitas dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi indikator yang sensitif dalam memberikan kontribusi terhadap Mforest di lokasi penelitian.
Penga ruh dari setiap indikator dilihat dalam bentuk perubahan “root mean square”
B uruk
50 100
B aik
RMS ordinasi, khususnya pada sumbu x atau skala sustainabilitas. Semakin besar nilai perubahan RMS akibat hilangnya suatu indikator tertentu, maka semakin besar pula
peranan indikator tersebut dalam pembentukan nilai Mforest pada skala sustainabilitas, atau dengan kata lain semakin sensitif indikator tersebut dalam keberlanjutan
pengelolaan hutan mangrove di lokasi penelitian. Dalam mengevaluasi pengaruh galat error pada proses pendugaan nilai
ordinasi pengelolaan hutan mangrove digunakan analisis Monte Carlo. Analisis Monte Carlo
juga berguna untuk mempelajari hal-hal berikut Kavanagh dan Pitcher, 2004: 1.
Pengaruh kesalahan pembuatan skor indikator yang disebabkan oleh pemahaman kondisi lokasi penelitian yang belum sempurna atau kesalahan pemahaman
terhadap indikator atau cara pemberian skor indikator. 2.
Pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda.
3. Stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang iterasi
4. Kesalahan pemasukan data atau adanya data hilang.
5. Tingginya nilai stress hasil analisis Rap-Mforest nilai stress dapat diterima jika
25 . Secara umum metode Rap-Mforest akan dimulai dengan mereview indikator-
indikator ekosistem hutan mangrove berkelanjutan melalui studi literatur dan pengamatan di lapangan. Tahap selanjutnya adalah pemberian skor yang didasarkan
pada ketentuan yang sudah ditetapkan dalam Rap-Mforest. Setelah didapatkan hasil skoring maka setiap indikator dianalisis dengan menggunakan multidimensial scalling
MDS guna menentukan posisi relatif dari pengelolaan hutan mangrove terhadap ordinasi good dan bad. Langkah selanjutnya menganalisis nilai stress dengan
menggunakan ALSCAL logaritma. Dari hasil ordinasi dengan MDS dan nilai stress melalui alogaritma ALSCAL dilakukan rotasi untuk menentukan posisi pengelolaan
ekosistem hutan mengrove pada ordinasi bad dan good. Langkah berikutnya adalah menggunakan analisis Monte Carlo untuk menentukan aspek ketidakpastian dan analisis
leverage untuk menentukan aspek anomali dari indikator yang dianalisis.
4.5.4 Pemodelan sistem dinamik keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove
Pendekatan model dinamik diperlukan untuk memahami pengelolaan aspek ekonomi sumberdaya secara menyeluruh Fauzi, 2004. Pemodelan sistem dinamik
keterkaitan sumberdaya mangrove dan perikanan dilakukan untuk melihat interaksi antar variabel dengan pertimbangan aspek waktu, sehingga dapat melihat apa yang
terjadi pada tahun yang akan datang juga dapat membuat kebijakan dalam mengelola sumberdaya mangrove yang optimal dan lestari.
Model dinamik mampu menelusuri jalur waktu antar peubah-peubah model dan dapat memberikan kekuatan yang lebih tinggi pada analisis dunia nyata. Tahapan dalam
melakukan analisis dinamik adalah: 1.
Analisis kebutuhan Analisis kebutuhan merupakan permulaan dalam mengkaji suatu sistem Eriyatno
1999. Analisis kebutuhan selalu menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seseorang pengambil keputusan decision maker terhadap jalannya sistem.
2. Formulasi permasalahan
Formulasi permasalahan merupakan rincian dari kebutuhan aktor yang saling bertentangan yang memerlukan solusi pemecahan. Munculnya pertentangan dapat
disebabkan oleh adanya konflik kepentingan dari para stakeholder dan keterbatasan sumberdaya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan yang menimbulkan masalah
dalam sistem. 3.
Identifikasi dan Pemodelan Sistem Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari
kebutuhan dengan pernyataan masalah yang harus dipecahkan dalam rangka memenuhi kebutuhan. Guna memahami struktur perilaku pada sistem dan subsistem digunakan
diagram sebab-akibat causal loop dan diagram alir flow chart. Diagram lingkar sebab-akibat dibuat dengan cara menentukan peubah penyebab yang signifikan dalam
sistem dan menghubungkannya dengan menggunakan garis panah ke peubah akibat. Garis panah tersebut dapat berlaku dua arah jika kedua peubah saling mempengaruhi.
Pada sistem dinamis, diagram lingkar sebab-akibat ini akan digunakan sebagai dasar untuk membuat diagram alir yang akan disimulasikan dengan menggunakan program
model sistem dinamik. Pembuatan diagram lingkar sebab-akibat adalah proses perumusan mekanisme
peubah-peubah yang bekerja dalam suatu sistem ke dalam bahasa gambar sekaligus merupakan langkah awal dari identifikasi sistem yang digunakan untuk
menyederhanakan kerumitan dalam rangka menciptakan sebuah konsep model. Dua
terminologi penting dalam pembuatan diagram lingkar sebab akibat adalah keadaan level dan proses rate. Prinsip dasar pembuatan diagram sebab-akibat dalam
penerapan berpikir sistem adalah dengan logika, yaitu proses sebagai sebab yang menghasilkan keadaan proses keadaan atau sebaliknya keadaan sebagai sebab yang
menghasilkan pengaruh sebab-akibat yang dapat secara searah + maupun berlawanan -. Causal loop pada penelitian ini akan menggambarkan sistem keberlanjutan
ekosistem mangrove di Desa Pabean Udik, Kabupaten Indramayu serta berbagai komponen yang terkait berikut interaksinya yang menjelaskan perilaku hubungan
sebab-akibat antar komponen sistem dalam mencapai tujuan. Causal loop sistem keberlanjutan ekosistem mangrove di Desa Pabean Udik, Kabupaten Indramayu pada
penelitian ini disajikan pada Gambar 5.
Ekosistem Mangrove
Stok Udang Populasi
Penduduk Pajak
+
PDB Sektor +
Imigrasi +
+ Volume
penangkapan udang +
Pendapatan penangkapan
+ Harga udang
+ +
Keberlanjutan Ekologi
+ +
Keuntungan penangkapan
+ Biaya total
+ Fixed cost
+ Variabel cost
+ Keberlanjutan ekonomi
dan keberlanjutan Sosial +
Nilai ekonomi total ekosistem mangrove
+
Gambar 5. Causal loop sistem keberlanjutan ekosistem mangrove di Desa Pabean Udik, Kabupaten Indramayu
Causal loop sistem keberlanjutan ekosistem mangrove di Desa Pabean Udik,
Kabupaten Indramayu secara makro terdiri atas keterkaitan subsistem ekologi, subsistem ekonomi, dan subsistem sosial.
4. Simulasi Model
Simulasi model adalah peniruan perilaku suatu gejala atau proses. Simulasi bertujuan untuk memahami gejala atau proses tersebut, membuat analisis dan peramalan
perilaku gejala atau proses di masa depan. Guna membuat simulasi diperlukan tahapan berikut, yaitu penyusunan konsep, pembuatan model, dan simulasi dan validasi hasil
simulasi. Simulasi menggunakan perangkat lunak software, ada beberapa software yaitu Vensim, Dynamo, Ithink, Stella dan Power Simulation. Penelitian ini
menggunakan Vensim.
5. Validasi Model dan Verifikasi Model
Aspek yang penting dalam pembuatan model adalah pemilihan kriteria kecocokan validasi yang mencapai kesesuaian pertukaran atau timbal balik trade-off antara
tingkat kesesuaian sistem dan daya dukung serta kompleksitas model. Oleh karena itu diperlukan verifikasi dan validasi model. Verifikasi adalah memeriksa sintesa sistem
dengan logika atau analisis secara teoritik. Verifikasi dapat dibedakan berdasarkan tahapan pemodelannya, yaitu verifikasi model konseptual dan verifikasi logis.
Verifikasi model konseptual adalah pengujian relevansi asumsi-asumsi dan teori-teori yang dipegang oleh pengambil keputusan dan analisis tahap memeriksa dilibatkannya
atau diabaikannya suatu variabel atau hubungan sehingga aspek yang perlu diperhatikan dalam formulasi model adalah performansi sistem.
Validasi merupakan tahap akhir dalam pengembangan pemodelan untuk memeriksa model dengan meninjau apakah output model sesuai dengan sistem nyata
dengan memperhatikan konsistensi internal, korespondensi dan representasi. Tahap validasi model dilakukan untuk menjawab dua hal, yaitu 1 apakah model konsisten
terhadap realitas yang digambarkannya; dan 2 apakah model konsisten dengan tujuan kegunaan dan hal yang dipermasalahkannya.
4.5.5 Analytical Hierarchy Process AHP
Analysis Hierarchy Process AHP dilakukan untuk menentukan alternatif
kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan di Desa Pabean Udik. AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria
majemuk atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria. Pemberian bobot tersebut secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan pairwise
comparisons . Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikontruksikan sebagai
diagram bertingkat hierarki. Hierarki persoalan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Hierarki penentuan alternatif kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove
berkelanjutan di Desa Pabean Udik
Pada dasarnya AHP dapat digunakan untuk mengolah data dari satu responden ahli. Namun demikian dalam aplikasinya penilaian kriteria dan alternatif dilakukan oleh
beberapa ahli multidisiplioner. Konsekuensinya pendapat beberapa ahli tersebut perlu dicek konsistensinya satu persatu. Pendapat yang konsisten kemudian digabungkan
dengan menggunakan rata-rata geometric Marimin, 2004. Rumus perhitungan rata-rata geometrik adalah:
X
G
= .................................................................................................................9
Keterangan: X
G
= Rata-rata geometrik n
= Jumlah responden X
i
= Penilaian oleh responden ke-i Hasil penilaian gabungan ini yang kemudian diolah dengan sofware Expert
Choice . Langkah-langkah penggunaan sofware expert choice Marimin dan Maghfiroh,
2010 yaitu: 1.
Jalankan program expert choice dengan perintah: StratProgramExpert Choice 2000
2. Buat file brainstorming dengan perintah FileNew, lalu ketik nama file setelah
selesai buka file dengan perintah open. 3.
Ketikkan goal atau sasaran yang ingin dicapai di kotak “goal description”.
Pertumbuhan Ekonomi Goal
Faktor
Aktor
Tujuan
Alternatif Kbijakan
Sosial Kelembagaan
Peraturan Perundang-undangan Ekologi
Ekonomi
Pemerintah Daerah
LSM Masyarakat Pesisir
Pengelolaan ekosistem mangrove yang Berkelanjutan
Kesejehteraan Masyarakat Pesisir
Rehabilitasi dan
Pemeliharaan Pendidikan
dan Pelatihan SDM
Pemberdayaan Masyarakat
Konservasi Pengembangan Riset, Iptek
dan Sistem Informasi Prioritas Alternatif Kebijakan Pengelolaan Ekosistem Mangrove yang Berkelanjutan