kesejahteraan masyarakat maka diperlukan alternatif pendapatan selain dari aktivitas perikanan. Dengan demikian, maka perlu ada pelatihan dan pendidikan untuk
mengembangkan kemampuan masyarakat desa sekaligus masyarakat mengelola ekosistem mangrove secara lestari. Pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan
diharapkan dapat membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat Desa Pabean Udik, yaitu dengan mengembangkan wisata mangrove, pembuatan makanan dan obat-obatan
dari ekosistem mangrove, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
X. ANALISIS KEBIJAKAN
10.1 Alternatif Kebijakan
Tahapan analisis kebijakan pada sub bab ini merupakan metode pengkajian untuk menghasilkan dan mentransformasikan flow of thinking dari serangkaian analisis
yang telah dilakukan guna memperoleh kesimpulan yang komprehensif. Pada tahapan ini akan dikaji pemilihan sektor prioritas yang potensial untuk pengelolaan ekosistem
mangrove yang berkelanjutan
.
Bentuk diagram hierarki ditampilkan pada Gambar 31 dan hasil analisis pada Gambar 32.
Gambar 31. Diagram hierarki prioritas pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan
Gambar 31 menunjukkan penyusunan hierarki pengambilan keputusan AHP dengan aktor adalah pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat
pesisir, faktor keberlanjutan yang akan dipertimbangkan adalah ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan dan perundang-undangan. Alternatif kebijakan terdiri dari
rehabilitasi dan pemeliharaan, konservasi, pendidikan dan pelatihan sumberdaya manusia, pemberdayaan masyarakat serta pengembangan riset, iptek dan sistem
informasi.
Gambar 32. Hasil penilaian AHP prioritas kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove
Hasil olahan data berdasarkan AHP dengan sofware Expert Choice menggambarkan beberapa alternatif kebijakan disusun dengan mempertimbangkan
kondisi wilayah Pabean Udik, yaitu kondisi potensi dan permasalahan ekosistem mangrove. Berdasarkan Gambar 32 menunjukkan prioritas utama kebijakan pengelolaan
ekosistem mangrove yaitu pemberdayaan masyarakat dengan skor 0,340. Alternatif kebijakan ini dipilih karena pemberdayaan masyarakat sangat dibutuhkan agar
masyarakat bisa memiliki keterampilan, seperti pengembangan usaha sirop mangrove yang sudah ada saat ini dan pengembangan wisata mangrove di Desa Pabean Udik.
Alternatif prioritas kebijakan berikutnya yaitu konservasi dengan skor 0,215 yakni ekosistem mangrove masih bisa memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat dengan
mekanisme pemanfaatan mangrove yang tidak merusak mangrove, contoh program adalah ekowisata berbasis masyarakat dan silvofishery. Prioritas kebijakan ke tiga
adalah pendidikan dan pelatihan SDM dengan skor 0,179. Keterbatasan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam meningkatkan kualitas hasil perikanan dan nilai
tambah dari ekosistem mangrove, menuntut adanya kebijakan pemerintah dalam memberikan pendidikan dan pelatihan bagi nelayan dan masyarakat pesisir lainnya.
Prioritas alternatif kebijakan selanjutnya adalah pengembangan riset, iptek dan sistem informasi dengan skor 0,156. Tujuan dari alternatif kebijakan ini adalah untuk
memperkuat pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan. Selanjutnya prioritas alternatif kebijakan adalah rehabilitasi dan pemeliharaan ekosistem mangrove dengan
skor 0,110. Hasil analisis prioritas kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove yang diperoleh melalui teknik AHP ini dijadikan pertimbangan dalam menyusun kebijakan
pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan.
10.2 Implikasi Kebijakan Pengelolaan Ekosistem Mangrove yang Berkelanjutan
Tujuan akhir yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan di Desa Pabean Udik. Berdasarkan tujuan
tersebut serangkaian analisis dengan berbagai metode sudah selesai dilakukan. Landasan strategi untuk memperoleh rumusan kebijakan pengelolaan ekosistem
mangrove yang berkelanjutan adalah hasil dari serangkaian analisis yang telah dilakukan. Rumusan kebijakan yang dibangun harus mempertimbangkan berbagai
faktor seperti ekologi, ekonomi dan sosial. Rumusan arahan kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan di Desa Pabean Udik adalah:
a. Kebijakan rehabilitasi, konservasi, dan pemeliharaan ekosistem mangrove
Berdasarkan hasil analisis ekonomi keterkaitan ekosistem mangrove dengan produksi udang diketahui bahwa hubungan perubahan luas mangrove terhadap produksi
udang adalah linear positive artinya jika terjadi perubahan luas mangrove yang positif semakin bertambah, maka perubahan hasil produksi udang juga bernilai positif
meningkat dan sebaliknya. Nilai ekonomi ekosistem mangrove sebesar sebesar Rp. 2.288.338.191,00.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa ekosistem mangrove harus tetap dipertahankan keberadaannya agar fungsi ekologi, ekonomi, sosial dan nilai jasa lingkungannya dapat
dimanfaatkan oleh generasi berikutnya. Oleh karena itu, penting dilakukan kebijakan rehabilitasi, konservasi, dan pemeliharaan ekosistem mangrove.
b. Kebijakan pengaturan jumlah effort
Kebijakan pemerintah dalam mengatur jumlah effort yang diperkenankan tetap menjadi alternatif yang penting sebab berdasarkan analisis ekonomi keterkaitan bahwa
diasumsikan rezim pengelolaan sumberdaya udang adalah open access. Rezim pengelolaan open access tanpa adanya regulasi yang kuat membahayakan keberlanjutan
sumberdaya udang. Pengaturan jumlah effort menjadi solusi dalam rangka mencapai keberlanjutan sumberdaya udang dan adanya pengaturan jumlah effort sampai kondisi
lestari dengan menerapkan rezim pengelolaan MEY atau sole Owner.
c. Kebijakan pengembangan sumberdaya manusia di wilayah pesisir
Sumberdaya manusia wilayah pesisir merupakan faktor kunci dalam usaha pengembangan pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan. Hasil analisis
AHP mengungkapkan bahwa salah satu prioritas alternatif kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan adalah pendidikan dan pelatihan SDM di Desa
Pabean Udik. Keterbatasan dalam pengetahuan dan keterampilan masyarakat lokal dalam meningkatkan kualitas hasil perikanan baik produksi penangkapan maupun nilai
tambah yang dihasilkan menuntut adanya kebijakan pemerintah dalam memberikan pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan
adalah dalam bentuk pendidikan informal dan penyuluhan dari berbagai instansi seperti pemerintah, perguruan tinggi dan LSM. Dalam rangka mengembangkan sumberdaya
manusia di wilayah pesisir, pemerintah perlu mempertimbangkan aspek karakteristik masyarakat kearifan lokal dan kondisi wilayah.
d. Kebijakan pengembangan pemberdayaan masyarakat
Berdasarkan analisis AHP menunjukkan bahwa prioritas utama dalam pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan adalah pemberdayaan masyarakat. Kebijakan
pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu solusi agar penyerapan tenaga kerja pada analisis dinamik mengalami peningkatan. Kegiatan pemberdayaan masyarakat
yang dikembangkan di Desa Pabean Udik adalah pengembangan usaha wisata mangrove dan sirop mangrove. Pengembangan usaha wisata mangrove dan sirop
mangrove serta aktivitas ekonomi lainnya diharapkan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat di Desa Pabean Udik sekaligus menjaga kelestarian ekosistem
mangrove.
e. Kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove secara terpadu
Pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem mangrove juga harus mengutamakan aspek keterpaduan, yaitu keterpaduan ekologi, sektoral, bidang ilmu, stakeholder dan
keterpaduan geografis. Kebijakan pemerintah dalam rangka mencapai pengelolaan ekosistem mangrove yang terpadu perlu mengimplementasikan Peraturan Presiden No.
73 tahun 2012 tentang strategi nasional pengelolaan ekosistem mangrove. Arah kebijakan strategi nasional pengelolaan ekosistem mangrove ditetapkan sebagai berikut:
a. Pengendalian pemanfaatan dan konversi ekosistem mangrove dengan prinsip
kelestarian b.
Peningkatan fungsi ekosistem mangrove dalam perlindungan keanekaragaman hayati, perlindungan garis pantai dan sumberdaya pesisir serta peningkatan produk
yang dihasilkan sebagai sumber pendapatan bagi negara dan masyarakat. c.
Pengelolaan ekosistem mangrove sebagai bagian integral dari pengelolaan wilayah pesisir terpadu dan pengelolaan DAS Daerah Aliran Sungai terpadu.
d. Komitmen politik dan dukungan kuat pemerintah, pemerintah daerah, dan para
pihak. e.
Koordinasi dan kerjasama antar instansi dan para pihak terkait secara vertikal dan horizontal untuk menjamin terlaksananya kebijakan strategi nasional pengelolaan
ekosistem mangrove. f.
Pengelolaan ekosistem mangrove berbasis masyarakat untuk meningkatkan dan melestarikan nilai penting ekologis, ekonomi dan sosial budaya, guna
meningkatkan pendapatan masyarakat dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
g. Peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam melaksanakan kewenangan dan
kewajiban pengelolaan ekosistem mangrove sesuai dengan kondisi dan aspirasi lokal.
h. Pengembangan riset, iptek dan sistem informasi yang diperlukan untuk memperkuat
pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan. i.
Pengelolaan ekosistem mangrove melalui pola kemitraan antara pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat dengan dukungan lembaga dan
masyarakat internasional, sebagai bagian dari upaya mewujudkan komitmen lingkungan global.
Arah kebijakan strategi nasional pengelolaan ekosistem mangrove tersebut sebagian sudah diterapkan di Desa Pabean Udik. Pengendalian pemanfaatan dan konversi
ekosistem mangrove dengan prinsip kelestarian sudah dilakukan oleh Kelompok Tani Jaka Kencana dengan melarang masyarakat menebang mangrove dan mengkonversi
lahan ekosistem mangrove menjadi tambak udang dan bandeng serta menerapkan hukuman bagi yang melanggar peraturan yang sudah disepakati. Pengelolaan ekosistem
mangrove berbasis masyarakat untuk meningkatkan dan melestarikan nilai penting ekologis, ekonomi dan sosial budaya, akan berdampak pada kelestarian ekosistem
mangrove. Pengelolaan tersebut harus berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Beberapa langkah yang
dapat dilakukan diantaranya adalah membuat sirop dan makanan dari ekosistem mangrove serta membuka usaha wisata mangrove yang akan memberikan alternatif
pekerjaan bagi masyarakat Desa Pabean Udik. Arah kebijakan tersebut belum terlaksana semuanya dengan baik karena belum ada
koordinasi dan kerjasama antar instansi dan para pihak terkait secara vertikal dan horizontal untuk menjamin terlaksananya kebijakan strategi nasional pengelolaan
ekosistem mangrove secara berkelanjutan.
XI. KESIMPULAN DAN SARAN
11.1 Kesimpulan
Berdasarkan serangkaian analisis yang dilakukan untuk merumuskan kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan, maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut: 1.
Berdasarkan analisis ekonomi keterkaitan ekosistem mangrove dengan produksi udang, yaitu hubungan perubahan luas mangrove terhadap produksi udang adalah
linear yang artinya jika terjadi perubahan luas mangrove yang positif maka
perubahan hasil produksi udang juga bernilai positif dan sebaliknya. 2.
Berdasarkan perhitungan valuasi ekonomi, nilai ekonomi total ekosistem mangrove di Desa Pabean Udik sebesar Rp. 2.288.338.191,00 yang terdiri dari Direct Use
Value sebesar Rp. 1.909.089.525,00, Indirect Use Value sebesar Rp.
341.274.476,00, dan Non Use Value adalah Rp. 37.974.190,00. 3.
Berdasarkan analisis keberlanjutan dengan menggunakan Rap_Mforest, maka setiap dimensi memiliki kondisi status keberlanjutan yaitu, dimensi ekologi dengan
indeks sebesar 51,17, dimensi ekonomi dengan skor sebesar 58,91, dimensi sosial dengan skor sebesar 52,43 memiliki status cukup berkelanjutan, dan dimensi
hukumkelembagaan memiliki status cukup berkelanjutan dengan skor 73,21. Dalam rangka mengembangkan ekosistem mangrove dan sumber daya udang, maka
perlu adanya perhatian dan kebijakan dari stakeholder yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang tinggi terhadap sumberdaya ini. Hasil analisis status
keberlanjutan menetapkan bahwa keterlibatan stakeholder merupakan salah satu indikator yang sensitif, sehingga indikator keterlibatan stakeholder haruslah
mendapat perhatian penentu kebijakan. 4.
Berdasarkan analisis dinamik menunjukkan bahwa luas mangrove, stok udang, nilai ekonomi ekosistem mangrove, dan populasi penduduk mengalami peningkatan
selama prediksi tiga puluh tahun ke depan, sedangkan NPV mengalami penurunan dan penyerapan tenaga kerja konstan. NPV mengalami penurunan diduga karena
aktivitas ekonomi bertumpu hanya pada sektor perikanan tangkap yang berdampak pada penurunan pendapatan marginal serta menyebabkan kesejahteraan masyarakat
berkurang. Kondisi tersebut harus diatasi karena pada saat ini masyarakat di Desa
Pabean Udik sebesar 73,01 bekerja sebagai nelayan dengan tingkat pendidikan hanya sampai SD.
5. Rumusan kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan adalah
kebijakan rehabilitasi, konservasi, dan pemeliharaan ekosistem mangrove, kebijakan pengaturan jumlah effort, kebijakan pengembangan sumberdaya manusia
di wilayah pesisir dan kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove secara terpadu
11.2 Saran
Rekomendasi yang diharapkan dapat memberikan masukan sebagai bahan pertimbangan kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah daerah setempat dapat menetapkan kebijakan area mangrove sebagai
kawasan konservasi agar sumberdaya ikan, mangrove dan fauna lainnya dapat terjaga serta untuk pemenuhan kebutuhan perekonomian dan kesejahteraan
masyarakat di Desa Pabean Udik. 2.
Perlunya sosialisasi, implementasi dan pengawasan dari pemerintah dalam kegiatan rehabilitasi, pemeliharaan dan konservasi ekosistem mangrove.
3. Pemerintah, swasta dan lembaga keuangan perlu berperan serta dalam
pengembangan potensi wisata mangrove dan pengembangan usaha makanan dan obat yang berasal dari ekosistem mangrove sebagai sumber alternatif pendapatan
masyarakat Desa Pabean Udik. 4.
Perlu keterpaduan stakeholder dalam merumuskan, merencanakan dan menjalankan setiap program dan kebijakan terkait pengelolaan ekosistem mangrove yang
berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto L, Matsuda Y. 2004. Ekonomi dan Pengelolaan Mangrove dan Terumbu Karang. Program Pasca Sarjana Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika, Bogor:
PKSPL IPB. Adrianto L. 2005. Konsep dan Pengertian Ekonomi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
dalam Working Paper Kebijakan Pengelolaan Perikanan dan Wilayah Pesisir. Bogor. PKSPL-IPB.
Aksornkoae S. 1993. Ecology and Management of Mangroves. Thailand Bangkok. IUCN.
Alikodra HS. 2012. Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan: Pendekatan Ecoshopy bagi Penyelamatan Bumi. Gajah Mada University Press. Jogja.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Laporan Tahunan. Indramayu. [BI] Bank Indonesia. 2013. Suku Bunga di Indonesia.
Bann C. 2003. An Economic Analysis of Alternative Mangrove Management Strategies
in Koh Kong Province, Combodia. Research Report. Baran E, Hambrey J. 1999. Mangrove Conservation and Coastal Management in
Southeast Asia: What Impact on Fishery Resources?. Marine Pollution Bulletin Vol. 37 Nos. 8
– 12, pp. 431 – 440 1998. ELSEVIER. Barbier EB, Strand I. 1998. Valuing Mangrove-Fishery Linkages. Netherlands. Kluwer
Academic Publishers. ELSEVIER. ______. 2000. Valuing the Environment as Input: Review of Application to Mangrove-
Fishery Linkages. ELSEVIER. ______. 2003. Habitat-Fishery Linkages and Mangrove Loss in Thailand. Western
Economic Association International. Beaumont NJ, Austen MC, Mangi SC and Townsend M. 2008. Economic Valuation for
the Conservation of Marine Biodiversity. Marine Pollution Bulletin 56:386-396. ScienceDirect. www.elsevier.comlocatemarpolbul.
Bengen DG. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. PKSPL IPB.
Charles AT. 2001. Sustainable Fishery Systems. The Optimal Management of Renewable Resources. Canada US: J Wiley