Komoditas Sapi Analisis Interaksi Wilayah Komoditas Peternakan

regression dengan menghilangkan multikolinieritas dengan forward stepwise. Analisis dilakukan pada tiga komoditas yaitu ayam ras pedaging, sapi, dan kerbau, sedangkan komoditas ayam buras tidak dilakukan analisis karena tidak ada pemasaran komoditas ayam buras antar wilayah.

5.2.1 Komoditas Sapi

Komoditas sapi merupakan salah satu komoditas yang digemari di Provinsi Riau. Hasil analisis Model Gravitasi untuk aliran pemasaran komoditas sapi ditampilkan pada Tabel 18. Tabel 18 Faktor yang mempengaruhi aliran pemasaran komoditas sapi Variabel Dugaan Galat Taraf Nyata p Intercept -4,19107 5,648568 0,465954 PSDMPi 1,55889 0,592131 0,015202 PSDMPj -1,13833 0,575310 0,060510 PopTi 0,40175 0,315187 0,215740 PopTj 1,22448 0,336390 0,001445 PMTi -0,80395 0,187965 0,000307 dij -0,91127 0,377075 0,024404 R 2 0,70713 Keterangan : PSDMPi : Produktifitas SDM Peternakan Wilayah Asal PSDMPj : Produktifitas SDM Peternakan Wilayah Tujuan PopTj : Populasi Ternak Wilayah Tujuan PopTi : Populasi Ternak Wilayah Asal PMTi : Pemotongan Ternak Wilayah Asal dij : Jarak dari Wilayah Asal ke Wilayah Tujuan : Berpengaruh nyata pada p5 Dari Tabel 18 dapat diketahui bahwa dari 13 variabel yang diukur terdapat empat variabel yang mempengaruhi secara nyata p5 terhadap aliran pemasaran komoditas sapi. Dalam hal ini pemasaran komoditas sapi antar wilayah sangat dipengaruhi oleh daya dorong dari wilayah asal berupa produktifitas sumber daya peternakan 1,55, sebaliknya variabel yang mengurangi interaksi pemasaran antar wilayah adalah pemotongan ternak di wilayah asal -0,80. Hal ini berarti peningkatan produktifitas sumber daya peternakan meningkatkan daya dorong wilayah asal untuk memasarkan komoditas sapi ke wilayah tujuan, sedangkan semakin tingginya pemotongan komoditas sapi di wilayah asal menyebabkan berkurangnya pemasaran ternak tersebut ke luar wilayah. Keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang diamati sebesar 70,71. Peningkatan produktifitas peternak sapi, antara lain dengan memanfaatkan sumberdaya pakan dan teknologi tepat guna, mendorong usaha budidaya menjadi efisien sehingga mampu meningkatkan populasi dan produksi. Produksi yang meningkat akan menjadi daya dorong untuk memasarkan komoditas sapi ke luar wilayah. Produksi ternak, juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam wilayah sendiri. Jika terdapat peningkatan permintaan di dalam wilayah, akan mengurangi aliran jumlah ternak yang dipasarkan ke luar wilayah. Dari Tabel 18 dapat pula dibaca bahwa variabel yang mempunyai daya tarik interaksi di wilayah tujuan yang berpengaruh nyata p5 adalah populasi ternak wilayah tujuan 1,22. Artinya bahwa peningkatan populasi komoditas sapi di wilayah tujuan tidak menyebabkan peningkatan pemotongan komoditas sapi yang berasal dari wilayah tersebut, sehingga mengarah kepada pemenuhan kebutuhan untuk wilayah lain. Kondisi ini menggambarkan bahwa hubungan pelaku pemasaran pada perdagangan komoditas sapi antar wilayah telah berjalan dengan intens sehingga pemenuhan permintaan pada wilayah lain menjadi prioritas utama dibandingkan dengan permintaan di wilayah itu sendiri. Untuk melihat wilayah yang mempunyai pengaruh terhadap daya dorong dan daya tarik pemasaran tersebut maka dilakukan analisis dengan model Entropy Interaksi Spasial Berkendala Ganda, seperti pada Tabel 19. Dari tabel tersebut, semua wilayah asal komoditas sapi di Provinsi Riau berpengaruh nyata p5 terharap interaksi aliran pemasaran komoditas sapi. Terdapat enam wilayah asal pemasaran komoditas sapi yang sangat mempengaruhi interaksi pemasaran antar wilayah yaitu Kampar 1,86, Dumai 0,97, Indragiri Hulu 1,50, Kuantan Singingi 1,15, Rokan Hulu 1,23, dan Indragiri Hilir 0,56. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan produksi 1 komoditas sapi pada wilayah asal akan meningkatkan daya dorong wilayah tersebut untuk memasarkan komoditas sapi sebesar nilai dugaannya. Nilai koefisien lebih dari satu menunjukan nilai elastisitas yang lebih baik karena peningkatan produksi mampu memberikan efek aliran komoditas lebih banyak dari satu. Tabel 19 Pola aliran pemasaran komoditas sapi Parameter Dugaan Galat Statistik Wald Taraf Nyata p Intercept 6,01329 0,026374 51984,90 0,000000 1 Pekanbaru -2,58469 0,118384 476,68 0,000000 2 Kuantan Singingi 1,15533 0,048187 574,84 0,000000 3 Indragiri Hulu 1,50672 0,045505 1096,35 0,000000 4 Indragiri Hilir 0,56398 0,055413 103,59 0,000000 5 Pelalawan -0,13818 0,061602 5,03 0,024892 6 Siak -0,67662 0,135097 25,08 0,000001 7 Kampar 1,86604 0,039462 2236,02 0,000000 8 Rokan Hulu 1,23925 0,047632 676,91 0,000000 9 Bengkalis -1,69466 0,094615 320,81 0,000000 10 Rokan Hilir -0,25964 0,076269 11,59 0,000663 Efek pe ningkat an produksi ternak di wi la ya h a sal 11 Dumai 0,97754 1 Pekanbaru -1,61716 0,043511 1381,33 0,000000 2 Kuantan Singingi -0,40473 0,041168 96,65 0,000000 3 Indragiri Hulu 0,13058 0,042242 9,55 0,001994 4 Indragiri Hilir 0,10052 0,047464 4,49 0,034193 5 Pelalawan -1,17509 0,044886 685,37 0,000000 6 Siak 2,25549 0,143301 247,73 0,000000 7 Kampar -0,58440 0,037937 237,29 0,000000 8 Rokan Hulu -0,05776 0,039400 2,15 0,142660 9 Bengkalis 1,01379 0,067463 225,82 0,000000 10 Rokan Hilir 0,44544 0,080372 30,72 0,000000 Efek pe ningkat an permintaan tern ak d i wilayah tu ju an 11 Dumai 0,10666 Jarak Efek pertambahan jarak antara wilayah asal dengan wilayah tujuan -0,00970 0,000218 1984,54 0,000000 R 2 0,5871 Berpengaruh nyata pada p5 Wilayah yang tidak mempunyai daya dorongdaya dorong rendah, dalam aliran pemasaran komoditas sapi yang mengurangi interaksi adalah Pekanbaru - 2,58, Pelalawan -0,13, Bengkalis -1,69, Siak -0,67 dan Rokan Hilir -0,25. Hasil ini menunjukan bahwa wilayah yang mempunyai populasi ternak yang cukup tinggi, produksi ternak sapinya lebih banyak dipasarkan ke luar wilayahnya, sedangkan wilayah yang interaksi rendah cenderung memiliki populasi sapi lebih sedikit dan membutuhkan pasokan dari wilayah lain. Daya tarik wilayah dijelaskan dengan adanya peningkatan permintaan pada wilayah tersebut yang disebut wilayah tujuan. Wilayah tujuan yang mempengaruhi secara nyata p5 aliran pemasaran komoditas sapi adalah Bengkalis 1,01, Siak 2,25, Indragiri Hulu 0,13, Indragiri Hilir 0,10, Rokan Hilir 0,44, dan Dumai 0,10. Keragaman yang dapat dijelaskan pada uji model sebesar 58,71. Pada wilayah Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, dan Dumai, peningkatan produksi dan permintaan komoditas sapi mempengaruhi secara positif terhadap kegiatan pemasaran antar wilayah. Hal ini mengindikasikan bahwa keluar masuk ternak di wilayah ini relatif seimbang. Sedangkan Pekanbaru dan Pelalawan produksi dan permintaan mempengaruhi secara negatif. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan produksi tidak bisa memenuhi kebutuhan wilayah lain. Kemampuan produksi sapi di wilayah tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam wilayah. Aliran ternak yang ada pada wilayah tersebut merupakan bentuk kosentrasi pengumpulan ternak sebelum dipasarkan ke wilayah pemasaran. Wilayah ini merupakan simpul pasar aliran pemasaran komoditas sapi. Deskripsi pola aliran pemasaran komoditas sapi disajikan pada Gambar 8. Gambar 8 Pola aliran pemasaran komoditas sapi Dari Gambar 8 terlihat bahwa ada pemusatan pengumpulan ternak sebelum dipasarkan ke wilayah lain. Pemusatan pengumpulan ternak di wilayah simpul pasar menunjukan adanya usaha untuk meningkatkan efisiensi biaya transportasi dengan memaksimalkan jumlah yang diangkut. Aliran keluar masuk komoditas sapi antar wilayah disajikan pada Gambar 9 dan matriks jumlah aliran pemasaran komoditas sapi disajikan pada Lampiran 2. Pada Gambar 9 terlihat bahwa tidak ada wilayah yang benar-benar mampu memenuhi kebutuhan wilayahnya sendiri sehingga interaksi antar wilayah sangat kuat. Interaksi yang kuat terjadi di wilayah Riau bagian Selatan yaitu Pekanbaru, Kampar, Indragiri Hulu, Kuantan Singingi, Rokan Hulu, dan Dumai. Pada Wilayah Produksi Simpul Pasar Wilayah Pemasaran wilayah ini, populasi ternak relatif lebih tinggi, terutama di Kuantan Singingi dan Indragiri Hulu. Gambar 9 Peta aliran pemasaran komoditas sapi Konsumsi komoditas sapi di wilayah Riau Selatan ini relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan Riau Utara terutama Bengkalis. Sedangkan untuk wilayah Riau Utara interaksi terjadi di tiga wilayah yaitu Bengkalis, Dumai dan Rokan Hilir. Hal ini mengisyaratkan bahwa kedekatan wilayah, yang dilihat dari jarak, mendorong interaksi antar wilayah. Hal senada juga disampaikan oleh Celik dan Guldmann 2007 bahwa jarak berpengaruh negatif terhadap jumlah aliran komoditas.

5.2.2 Komoditas Kerbau