Potensi Peternakan KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

terbesar. Hal ini manggambarkan bahwa di wilayah tersebut merupakan wilayah penghasil migas utama di Provinsi Riau. Peran sektoral pada suatu wilayah dapat dilihat dari kontribusi sektor pada jumlah Pendapatan Domestik Regional Bruto PDRB. Melalui kontribusi ini dapat dilihat kemampuan setiap sektor ekonomi menurut lapangan usaha tersebut dalam menghasilkan barang dan jasa sehingga informasi ini penting bagi pemakai user untuk mengetahui daya ungkit leverage setiap sektor ekonomi tersebut dalam memompa perekonomian Provinsi Riau. Kontribusi sektoral pada PDRB Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Kontribusi menurut lapangan usaha PDRB Provinsi Riau tanpa dan dengan migas tahun 2007 atas dasar harga konstan 2000 No Sektor Tanpa Migas Dengan Migas 1 Pertanian 37,51 17,15 2 Pertambangan 1,64 52,34 3 Industri Pengolahan 17,59 10,73 4 Listrik dan Air 0,47 0,21 5 Bangunan 6,79 3,10 6 Perdagangan 17,35 7,93 7 Angkutan 5,91 2,70 8 Keuangan 2,57 1,17 9 Jasa-jasa 10,17 4,65 Sumber : Bappeda dan BPS Prov. Riau 2008 Dari Tabel 9 terlihat bahwa PDRB Provinsi Riau tanpa migas pada tahun 2007 masih didominasi oleh tiga sektor, yaitu sektor pertanian, industri, dan perdagangan. Dengan memasukkan unsur migas ke dalam perekonomian Provinsi Riau maka terlihat bahwa sektor pertambangan mendominasi karena sektor ini mampu memberikan kontribusi paling tinggi yaitu sebesar 52,34.

4.5 Potensi Peternakan

Peran strategis sub sektor peternakan sangat diharapkan dalam pembangunan wilayah Provinsi Riau yang meliputi peran dalam penyediaan kebutuhan produk hasil ternak, sehingga menjamin keseimbangan supply-demand, peningkatan pendapatan masyarakat, dan peningkatan penyerapan tenaga kerja. Peran multidimensi ini, meliputi pendekatan komoditas atau sumber daya resources base, pendekatan wilayah atau kawasan, dan pendekatan sistem perencanaan. Untuk pembangunan usaha peternakan, lahan dapat berfungsi sebagai basis ekosistem dan pendukung pakan di Provinsi Riau. Komoditas peternakan, disamping sifat pengembangan peternakan yang mampu mengoptimalisasikan penggunaan lahan, pemanfaatan limbah pertanian dan industri pertanian, juga berfungsi sebagai penyangga perekonomian rakyat pedesaan. Potensi peternakan yang cukup besar untuk dikembangkan di Provinsi Riau karena masyarakatnya telah familiar dengan budidaya dan penggemukan ternak sapi, budidaya ternak kerbau, kambing, serta usaha ternak unggas terutama ayam pedaging dan ayam buras ayam bukan ras. Salah satu tujuan pembangunan peternakan di Provinsi Riau adalah peningkatan populasi ternak seoptimal mungkin untuk dapat mencukupi kebutuhan masyarakat Provinsi Riau akan ternak, hasil ternak berupa daging dan telur serta tenaga kerja ternak. Perkembangan populasi ternak cukup dinamis. Seperti terlihat pada Gambar 4 dimana populasi ternak sapi terus mengalami peningkatan, sedangkan kerbau sedikit berkurang. Sedangkan populasi ternak kambing pada tahun 2007 mengalami penurunan. 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000 Sapi Potong Kerbau kambing Komoditas P opu la s i ek or 2004 2005 2006 2007 Gambar 4 Dinamika perkembangan populasi ternak sapi, kerbau dan kambing Provinsi Riau 2004-2007 Populasi ternak di Provinsi Riau tahun 2007 berdasarkan komoditas dapat dilihat pada Tabel 10. Untuk melihat penyebaran ternak pada kabupaten dan kota disajikan pada Gambar 5 dan 6. Tabel 10 Populasi ternak di Provinsi Riau tahun 2007 Komoditas Ekor No Kabupaten Kota Sapi Kerbau Kambing Ayam Buras Ayam Ras Pedaging Itik 1 Pekanbaru 2.746 1.260 5.124 652.682 7.868.793 52.090 2 Kuantan Singingi 20.245 18.979 17.821 371.671 268.000 27.794 3 Indragiri Hulu 18.928 2.165 19.275 195.756 249.140 12.244 4 Indragiri Hilir 5.825 6 13.555 540.250 1.109.187 34.172 5 Pelalawan 2.521 513 2.756 196.398 932.106 6.886 6 Siak 17.978 607 31.227 283.755 132.121 22.388 7 Kampar 11.185 22.548 17.511 1.131.601 11.433.864 22.643 8 Rokan Hulu 17.492 2.298 15.415 196.701 1.340.090 26.651 9 Bengkalis 7.467 692 21.219 202.799 75.574 41.512 10 Rokan Hilir 7.419 1.263 42.669 534.346 93.702 11 Dumai 2.350 31 34.933 181.203 9.546 11.292 Riau 114.156 50.362 221.505 4.487.162 23.418.421 351.374 Sumber : Disnak Prov. Riau 2008 Pada Gambar 5 terlihat bahwa sapi dan kerbau berkembang di daerah Riau bagian utara, sedangkan kambing banyak terdapat di wilayah pesisir selatan yaitu di Rokan Hilir, Dumai, Bengkalis dan Siak. Untuk wilayah utara, kambing banyak terdapat di Kabupaten Indragiri Hulu. Populasi ternak kerbau didominasi dari wilayah Kabupaten Kampar dan Kuantan Singingi. Gambar 5 Peta penyebaran populasi ternak sapi, kerbau dan kambing Provinsi Riau berdasarkan kabupaten dan kota tahun 2007 Penyebaran ternak unggas ayam dan itik disajikan pada Gambar 6. Populasi ayam ras pedaging yang relatif tinggi terdapat di Kabupaten Kampar dan Kota Pekanbaru. Sedangkan untuk ternak ayam buras dan itik menyebar di seluruh kabupaten dan kota. Gambar 6 Peta penyebaran ternak ayam buras, itik dan ayam ras pedaging Provinsi Riau berdasarkan kabupaten dan kota tahun 2007 Pengembangan komoditas peternakan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan daging di Provinsi Riau. Nilai konsumsi daging per kapita per tahun di Provinsi Riau pada tahun 2007 disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Konsumsi daging per kapita di Provinsi Riau tahun 2007 kgtahun No Jenis Bahan Konsumsi per Kapita 1 Daging Sapi 0,877 2 Daging Kerbau 0,193 3 Daging Kambing 0,171 4 Daging Domba 0,004 5 Daging Babi 0,054 6 Daging Ayam Buras 0,364 7 Daging Ayam Ras 2,427 8 Daging Itik 0,018 Sumber : Disnak Prov. Riau 2008 Dari Tabel 11 terlihat bahwa daging yang paling banyak di konsumsi dan digemari oleh masyarakat Provinsi Riau adalah daging ayam ras dan selanjutnya adalah daging sapi. Tingginya konsumsi daging ayam ras ini karena ketersediaan ayam ras yang terjamin dan harga yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga daging sapi atau daging ayam buras. Berdasar angka konsumsi daging tersebut dapat diketahui besarnya konsumsi daging setiap wilayah kabupaten dan kota. Pada Tabel 12, disajikan jumlah konsumsi daging, khususnya komoditas yang diamati pada penelitian ini. Tabel 12 Konsumsi daging per kabupaten dan kota di Provinsi Riau tahun 2007 kg No KabKota Daging Sapi Daging Kerbau Daging Ayam Ras Pedaging Daging Ayam Buras Jumlah 1 Pekanbaru 683.971 150.521 1.892.815 283.883 3.011.190 2 Kuantan Singingi 236.945 52.144 655.720 98.344 1.043.153 3 Indragiri Hulu 278.490 61.287 770.691 115.588 1.226.057 4 Indragiri Hilir 577.135 127.009 1.597.158 239.541 2.540.843 5 Pelalawan 238.248 52.431 659.324 98.885 1.048.887 6 Siak 279.399 61.487 773.206 115.965 1.230.057 7 Kampar 517.840 113.960 1.433.063 214.930 2.279.793 8 Rokan Hulu 336.257 73.999 930.553 139.564 1.480.373 9 Bengkalis 648.099 142.626 1.793.543 268.995 2.853.264 10 Rokan Hilir 448.147 98.623 1.240.197 186.004 1.972.971 11 Dumai 281.623 61.976 779.361 116.888 1.239.848 Total 4.526.155 996.064 12.525.631 1.878.587 19.926.436 Sumber : Disnak Prov. Riau 2008 Dari Tabel 12 diketahui bahwa wilayah yang jumlah konsumsi dagingnya tinggi adalah Pekanbaru dan Bengkalis dan selanjutnya diikuti oleh Indragiri Hilir dan Kampar. Sedangkan komoditas yang paling banyak dikomsumsi adalah daging ayam ras. Tanaman pangan dan perkebunan sangat mendukung bagi perkembangan sub sektor peternakan. Komoditas tanaman pangan yang mendukung subsektor peternakan meliputi padi sawah, padi ladang, jagung, ubi kayu, kacang tanah, ubi jalar, kacang kedelai, dan kacang hijau. Sedangkan komoditas perkebunan yang mendukung subsektor peternakan adalah perkebunan kelapa sawit, kelapa dan karet. Menurut Disnak Prov. Riau 2006, pada tahun 2006 luas kebun kelapa sawit di Provinsi Riau mencapai 1.481.399 Ha. Dari luas kebun kelapa sawit tersebut yang dapat dimanfaatkan untuk usaha peternakan sebanyak 796.250 Ha yang dapat menampung ternak sapi sebanyak 345.213 ekor per tahun. Potensi ini apabila ditambah dengan pemeliharaan sapi potong di bawah pohon coklat yang ada seluas 5.586 Ha dan pohon karet seluas 514.469 Ha, maka dapat pula menampung 223.659 ekor sapi per tahun. Sehingga total potensi dari lahan perkebunan adalah 568.872 ekor.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN