Dari Gambar 14, terlihat bahwa semakin pendek rantai tata niaga maka keuntungan yang diperoleh pedagang pengecer wilayah tujuan semakin besar
yang mencapai 51,33. Tetapi pada Rantai Tata Niaga I, benefit share yang di peroleh pedagang pengecer lebih kecil hanya 22,03. Hal ini disebabkan
panjangnya rantai tata niaga menyebabkan biaya pemasaran semakin besar sedangkan harga di tingkat konsumen relatif tidak berubah. Hal ini dapat terjadi
jika supply komoditas sapi dari daerah asal berkurang dan ketersediaan komoditas sapi di wilayah tujuan juga berkurang sehingga untuk memenuhi kebutuhan
konsumen, pedagang pengecer membeli komoditas sapi dengan harga yang relatif lebih mahal. Pelaku pemasaran berusaha untuk memendekan rantai tata niaga
dengan tujuan untuk meningkatkan perolehan keuntungan. Hal ini dilakukan oleh pedagang besar wilayah asal. Dengan memendekkan rantai tataniaga, maka
benefit share yang diperoleh oleh pedagang besar wilayah asal relatif lebih besar
dibandingkan rantai tata niaga yang lebih panjang. Tataniaga pemasaran komoditas sapi merupakan transaksi antara peternak
dan pedagang sebagai pelaku pemasaran. Pemasaran Komoditas sapi di Provinsi Riau berpengaruh terhadap jarak antar wilayah. Pada wilayah yang berdekatan,
rantai tata niaga relatif lebih pendek. Hal ini terjadi karena kemudahan dalam informasi harga, penjualan dan transportasi. Pelaku pemasaran yang mempunyai
peranan dalam penentuan harga adalah pedagang besar wilayah asal. Hal ini terjadi karena pedagang besar wilayah asal lebih menguasai informasi harga dan
permintaan.
5.3.2 Tata Niaga Pemasaran Komoditas Kerbau
Rantai tata niaga pemasaran komoditas kerbau antar wilayah di Provinsi Riau yaitu :
I. Peternak wilayah asal – Pedagang Pengumpul wilayah asal - Pedagang Besar
wilayah asal – Pedagang Besar wilayah tujuan - Pedagang Pengecer wilayah tujuan – Konsumen wilayah tujuan;
II. Peternak wilayah asal – Pedagang Pengumpul wilayah asal - Pedagang Besar
wilayah asal – Pedagang Pengecer wilayah tujuan – Konsumen wilayah tujuan;
III. Peternak wilayah asal – Pedagang Besar wilayah asal – Pedagang Pengecer
wilayah tujuan – Konsumen wilayah tujuan. Rantai tata niaga pemasaran komoditas kerbau antar wilayah di Provinsi
Riau sama dengan komoditas sapi. Hal ini terjadi karena pelaku pemasaran sapi juga melakukan pemasaran komoditas kerbau. Distribusi harga kerbau disajikan
pada Tabel 26. Tabel 26 Perbandingan harga di tingkat peternak dan konsumen pada rantai tata
niaga komoditas kerbau Rp
Aliran Komoditas No
Dari Ke Harga di Tingkat
Peternak Harga di Tingkat
Konsumen Rantai Tata Niaga I
1 Kuantan Singingi Pekanbaru
6.500.000 8.500.000
2 Kampar Dumai
7.500.000 9.200.000
3 Rokan Hilir Dumai
8.000.000 9.800.000
4 Dumai Rokan Hilir
8.000.000 9.700.000
Rata-rata 7.500.000
9.300.000 Rantai Tata Niaga II
1 Kuantan Singingi Indragiri Hulu
6.500.000 8.000.000
2 Kuantan Singingi Pelalawan
6.500.000 8.000.000
3 Indragiri Hulu Kuantan Singingi
7.000.000 8.500.000
4 Kampar Kuantan Singingi
7.500.000 8.500.000
5 Kampar Rokan Hulu
7.500.000 9.000.000
6 Rokan Hulu Kampar
7.000.000 9.000.000
7 Dumai Siak
8.000.000 9.500.000
Rata-rata 7.142.857
8.642.857 Rantai Tata Niaga III
1 Pekanbaru Pelalawan
7.000.000 8.200.000
2 Kampar Pekanbaru
8.000.000 9.000.000
3 Dumai Bengkalis
8.000.000 9.000.000
Rata-rata 7.666.667
8.733.333
Dari Tabel 26 terlihat bahwa pada rantai tata niaga yang panjang rantai tata niaga I menyebabkan harga di tingkat konsumen menjadi tinggi. Sedangkan pada
rantai tata niaga II dan III, panjang pendek rantai tata niaga tidak mempengaruhi harga jual komoditas kerbau di tingkat konsumen. Wilayah asal menentukan harga
komoditas. Untuk wilayah asal yang merupakan kantong ternak kerbau, seperti Kabupaten Kuantan Singingi, harga relatif lebih rendah. Harga terendah di tingkat
peternak terdapat pada Rantai Tata Niaga II, sedangkan rantai tata niaga I dan III relatif lebih rendah. Jika dilihat dari wilayah asal dan tujuan, maka pada wilayah
yang mempunyai populasi ternak yang tinggi, nilai jual komoditas kerbau lebih rendah.
Penyebaran harga komoditas kerbau disajikan pada Gambar 15.
Gambar 15 Peta sebaran harga pada tata niaga komoditas kerbau di tingkat peternak dan di tingkat konsumen akhir
Pada Gambar 15 terlihat transaksi pemasaran ternak terdapat di wilayah yang populasi kerbaunya tinggi. Selisih harga di tingkat peternak dan konsumen
relatif sama di semua wilayah kecuali di Pekanbaru yang sedikit lebih tinggi. Hal ini menandakan bahwa dalam pemasaran komoditas kerbau, pelaku pemasaran
mengurangi keuntungan yang diperoleh memenuhi kebutuhan biaya pemasaran
terutama transportasi.
Distribusi margin tata niaga dari setiap rantai tata niaga pada pemasaran komoditas kerbau disajikan pada Tabel 27.
Tabel 27 Rata-rata margin share pada rantai tata niaga komoditas kerbau
Rincian Margin Rp Persentase
No Rantai Tata Niaga Margin
Rp Biaya
Pemasaran Keuntungan
Biaya Pemasaran
Keuntungan 1
I 1.800.000 585.000 1.215.000
32,50 67,50
2 II
1.500.000 515.714 984.286 34,38
65,62 3
III 1.066.666 418.333 648.333
39,22 60,78
Dari Tabel 27 diketahui bahwa nilai margin tata niaga kerbau semakin kecil dengan semakin pendeknya rantai tata niaga. Perbandingan biaya pemasaran
juga semakin kecil dengan semakin pendeknya rantai tata niaga. Pada rantai tata niaga komoditas ternak kerbau, keuntungan yang paling besar didapat oleh pelaku
pemasaran pada rantai tata niaga I yaitu sebesar 67,50 dari margin tata niaga. Semakin pendek rantai tata niaga maka semakin kecil persentase keuntungan yang
diperoleh. Berkurangnya persentase yang terjadi pada rantai tata niaga III karena secara relatif, biaya pemasaran lebih besar 39,22.
Kondisi ini dapat terjadi jika transportasi untuk jarak yang jauh diefisienkan dengan mengangkut komoditas kerbau dengan kapasitas maksimal.
Sedangkan pada wilayah yang jaraknya pendek dan berdekatan, pengangkutan komoditas biasanya lebih sedikit, sedangkan biaya transportasi tidak dapat ditekan
sehingga biaya transportasi menjadi lebih tinggi. Bagan rantai tata niaga dan benefit share yang diperoleh oleh setiap pelaku
pemasaran komoditas kerbau disajikan pada Gambar 16. Gambar 16 memberikan informasi bahwa untuk wilayah tujuan yang jauh dari wilayah asal ternak, maka
benefit share lebih banyak diperoleh pelaku pemasaran di wilayah tujuan.
Rendahnya benefit share yang diperoleh pelaku pemasaran di wilayah asal 15,35, yaitu pedagang besar wilayah asal, mendorong pelaku pasar tersebut
untuk memendekan rantai tata niaga dengan memasarkan langsung komoditasnya kepada pedagang pengecer wilayah tujuan. Keadaan ini membuat daya tawar
pedagang pengecer lebih kuat sehingga mampu memaksimalkan benefit share mereka sehingga sama dengan pedagang besar wilayah asal komoditas 47,09.
Rantai Tata Niaga I Rantai Tata Niaga II Rantai Tata Niaga III
Gambar 16 Rantai tata niaga dan benefit share pemasaran komoditas kerbau di Provinsi Riau
Peternak i
Pedagang Besar i
Pedagang Besar j
Konsumen j 15,35
38,43 34,76
Pedagang Pengumpul i 7,42
Peternak i
Pedagang Besar i
Pedagang Pengecer j
Konsumen j 42,79
47,09 Pedagang Pengumpul i
10,12 Peternak i
Pedagang Besar i
Pedagang Pengecer j
Konsumen j 52,15
47,85 Pedagang Pengecer j
Sama halnya seperti komoditas sapi, panjang pendek rantai pemasaran tergantung dari jarak wilayah tujuan. Semakin jauh wilayah tujuan maka rantai
tata niaga menjadi panjang. Sedangkan untuk wilayah pemasaran yang dekat maka rantai pemasaran akan menjadi lebih sederhana. Panjang pendek rantai tata
niaga juga tidak mempengaruhi harga jual kepada konsumen. Efisiensi margin yang diperoleh pada rantai tata niaga dilakukan untuk meningkatkan keuntungan
yang diperoleh pelaku pemasaran. Kurang berpengaruhnya panjang rantai tata niaga dalam penetapan harga komoditas kerbau disebabkan dalam permintaan
komoditas kerbau, selain harga ada pertimbangan lain yang ada pada konsumen seperti selera dan tradisi.
5.3.3 Tata Niaga Pemasaran Komoditas Ayam Ras Pedaging