relatif populasi ayam ras pedaging sedikit. Faktor lain yang menyebabkan tingginya konsumsi adalah besarnya PDRB per kapita di wilayah tersebut karena
berkembangnnya sektor migas. Sedangkan Dumai merupakan wilayah pesisir yang mempunyai pelabuhan perdagangan internasional dan berkembang menjadi
pusat pertumbuhan. Jika dilihat dari peta aliran komoditas maka wilayah produksi terdapat di
sekitar Kota Pekanbaru. Beberapa faktor yang mendorong hal ini terjadi adalah Kota Pekanbaru merupakan pusat distribusi sarana produksi peternakan. Selain
itu, pola pemeliharaan ayam ras pedaging lebih banyak dalam bentuk kemitraan dengan perusahaan besar dalam bentuk inti-plasma perusahaan sebagai inti dan
peternak sebagai plasma. Wilayah produksi utama komoditas ayam ras pedaging adalah Kabupaten
Kampar, yang mampu memenuhi kebutuhan di seluruh wilayah kabupaten dan kota kecuali Pelalawan. Posisi geografis Kabupaten Kampar yang lebih dekat
dengan Kota Pekanbaru sangat menguntungkan karena mengefisiensi biaya transportasi, baik sarana produksi maupun pemasaran. Efisiensi produksi juga
diperoleh dengan semakin bertambahnya jumlah yang dibudidayakan. Kondisi ini tidak dapat diikuti oleh wilayah lain yang mempunyai jarak lebih jauh dari Kota
Pekanbaru. Analisis terhadap aliran pemasaran komoditas peternakan yang dibatasi pada
aliran dalam Provinsi Riau, menyebabkan tidak terlihatnya kebutuhan komoditas secara keseluruhan. Jadi, walaupun analisis yang dilakukan dengan model
tertutup, pada kondisi riil aliran pemasaran komoditas peternakan bersifat terbuka karena selain terjadi aliran pemasaran dalam provinsi, juga terdapat aliran
pemasaran antar provinsi dan antar negara.
5.3 Analisis Tataniaga Pemasaran
Analisis margin tata niaga digunakan untuk mengetahui efisiensi pemasaran komoditas peternakan. Analisis tata niaga menghasilkan rantai tata
niaga, margin pemasaran dan harga komoditas.
5.3.1 Tata Niaga Pemasaran Komoditas Sapi
Rantai tata niaga pemasaran komoditas sapi antar wilayah di Provinsi Riau yaitu :
I. Peternak wilayah asal – Pedagang Pengumpul wilayah asal - Pedagang Besar
wilayah asal – Pedagang Besar wilayah tujuan - Pedagang Pengecer wilayah tujuan – Konsumen wilayah tujuan;
II. Peternak wilayah asal – Pedagang Pengumpul wilayah asal - Pedagang Besar
wilayah asal – Pedagang Pengecer wilayah tujuan – Konsumen wilayah tujuan;
III. Peternak wilayah asal – Pedagang Besar wilayah asal – Pedagang Pengecer
wilayah tujuan – Konsumen wilayah tujuan. Distribusi harga komoditas sapi pada setiap rantai tata niaga, baik di wilayah
asal maupun di wilayah tujuan, disajikan pada Tabel 24. Tabel 24 Perbandingan harga di tingkat peternak dan konsumen pada rantai tata
niaga komoditas sapi Rp
Aliran Komoditas No
Dari Ke Harga di Tingkat
Peternak Harga di Tingkat
Konsumen Rantai Tata Niaga I
1 Pekanbaru Rokan Hilir
7.000.000 8.600.000
2 Kampar Bengkalis
6.700.000 8.000.000
3 Rokan Hilir Dumai
6.000.000 7.200.000
Rata-rata 6.566.667
7.933.333 Rantai Tata Niaga II
1 Pekanbaru Kuantan Singingi
6.140.000 7.200.000
2 Kuantan Singingi Indragiri Hulu
5.800.000 7.000.000
3 Kuantan Singingi Pelalawan
5.900.000 7.000.000
4 Kuantan Singingi Kampar
6.400.000 8.050.000
5 Indragiri Hulu Pekanbaru
7.100.000 8.050.000
6 Indragiri Hulu Kuantan Singingi
5.500.000 6.500.000
7 Indragiri Hulu Indragiri Hilir
6.400.000 7.500.000
8 Indragiri Hulu Pelalawan
6.400.000 7.200.000
9 Indragiri Hilir Indragiri Hulu
5.500.000 6.500.000
10 Kampar Dumai
5.800.000 6.800.000
11 Rokan Hulu Pekanbaru
5.500.000 6.700.000
12 Rokan Hulu Kampar
5.500.000 6.500.000
13 Rokan Hulu Dumai
5.500.000 6.800.000
Rata-rata 5.956.923
7.061.538 Rantai Tata Niaga III
1 Pekanbaru Indragiri Hulu
6.800.000 7.800.000
2 Pekanbaru Pelalawan
6.500.000 7.500.000
3 Pekanbaru Siak
5.500.000 6.500.000
4 Pelalawan Pekanbaru
6.500.000 7.200.000
5 Pelalawan Kuantan Singingi
5.650.000 6.500.000
6 Kampar Pekanbaru
6.500.000 7.200.000
7 Kampar Kuantan Singingi
6.000.000 6.800.000
8 Kampar Pelalawan
6.200.000 7.200.000
9 Kampar Rokan Hulu
5.600.000 6.800.000
10 Bengkalis Dumai
6.000.000 7.200.000
11 Rokan Hilir Bengkalis
6.200.000 7.500.000
12 Dumai Bengkalis
6.500.000 7.500.000
13 Dumai Rokan Hilir
6.000.000 7.200.000
Rata-rata 6.150.000
7.146.154
Dari Tabel 24 diketahui bahwa rantai tata niaga yang panjang terjadi karena jarak yang jauh antara wilayah produksi dan wilayah pemasaran seperti antara
Pekanbaru dan Rokan Hilir. Sedangkan pada rantai tata niaga II, yang lebih pendek, mendominasi pada wilayah-wilayah yang berdekatan dengan wilayah
produksi. Semakin pendek rantai tata niaga maka harga komoditas sapi di peternak dan harga penjualan di konsumen akhir semakin kecil.
Sebaran harga komoditas sapi secara spasial disajikan pada Gambar 13.
Gambar 13 Peta sebaran harga pada tata niaga komoditas sapi di tingkat peternak dan di tingkat konsumen akhir
Dari Gambar 13 terlihat bahwa harga komoditas sapi di tingkat peternak relatif sama di semua kabupaten dan kota. Sedangkan harga di tingkat konsumen
tampak lebih tinggi di Kabupaten Indragiri Hilir, Bengkalis dan Rokan Hilir. Tingginya harga jual di tingkat konsumen merupakan konsekuensi jarak wilayah
tersebut dari wilayah produksi seperti Kampar dan Kuantan Singingi. Hal serupa di kemukakan oleh Ilham 1998 adanya pusat-pusat konsumsi dengan harga yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pusat-pusat produksi menyebabkan terjadinya perdagangan sapi potong antar wilayah .
Nilai rata-rata margin tata niaga komoditas sapi pada tiga bentuk rantai tata niaga disajikan pada Tabel 25. Dari tabel tersebut terlihat bahwa semakin pendek
rantai tata niaga maka biaya pemasaran juga semakin kecil. Sebaliknya
keuntungan pelaku pemasaran semakin besar yang dapat mencapai 66,18. Jika dilihat dari nilai keuntungan, maka jumlah yang diterima pelaku pemasaran lebih
besar pada rantai tata niaga yang lebih panjang Rantai Tata Niaga I. Tabel 25 Rata-rata margin share pada rantai tata niaga komoditas sapi
Rincian Margin Rp Persentase
No Rantai Tata Niaga
Margin Rp
Biaya Pemasaran
Keuntungan Biaya
Pemasaran Keuntungan
1 I
1.366.667 645.667 721.000 47,24
52,76 2
II 1.104.615 421.846 682.769
38,19 61,81
3 III
996.154 352.308 659.231 35,37
66,18
Besarnya keuntungan yang diambil oleh pelaku pemasaran selain terkait dengan jarak pemasaran juga terkait dengan waktu pengangkutan dan pemasaran.
Semakin jauh wilayah tujuan, maka waktu yang digunakan untuk kegiatan pemasaran juga semakin banyak. Panjangnya waktu pemasaran ini menjadi salah
satu alasan bagi pelaku pemasaran untuk mempertahankan keuntungan masimal yang mereka peroleh.
Bagan rantai tata niaga dan benefit share yang diperoleh oleh setiap pelaku pemasaran pada rantai tata niaga komoditas sapi disajikan pada Gambar 14.
Rantai Tata Niaga I Rantai Tata Niaga II Rantai Tata Niaga III
Gambar 14 Rantai tata niaga dan benefit share pemasaran komoditas sapi di Provinsi Riau
Peternak i
Pedagang Besar i
Pedagang Besar j
Pedagang Pengecer j
Konsumen j 32,83
38,03
22,03 Pedagang Pengumpul i
7,11 Peternak i
Pedagang Besar i
Pedagang Pengecer j
Konsumen j 47,65
43,10 Pedagang Pengumpul i
9,24 Peternak i
Pedagang Besar i
Pedagang Pengecer j
Konsumen j 48,67
51,33
Dari Gambar 14, terlihat bahwa semakin pendek rantai tata niaga maka keuntungan yang diperoleh pedagang pengecer wilayah tujuan semakin besar
yang mencapai 51,33. Tetapi pada Rantai Tata Niaga I, benefit share yang di peroleh pedagang pengecer lebih kecil hanya 22,03. Hal ini disebabkan
panjangnya rantai tata niaga menyebabkan biaya pemasaran semakin besar sedangkan harga di tingkat konsumen relatif tidak berubah. Hal ini dapat terjadi
jika supply komoditas sapi dari daerah asal berkurang dan ketersediaan komoditas sapi di wilayah tujuan juga berkurang sehingga untuk memenuhi kebutuhan
konsumen, pedagang pengecer membeli komoditas sapi dengan harga yang relatif lebih mahal. Pelaku pemasaran berusaha untuk memendekan rantai tata niaga
dengan tujuan untuk meningkatkan perolehan keuntungan. Hal ini dilakukan oleh pedagang besar wilayah asal. Dengan memendekkan rantai tataniaga, maka
benefit share yang diperoleh oleh pedagang besar wilayah asal relatif lebih besar
dibandingkan rantai tata niaga yang lebih panjang. Tataniaga pemasaran komoditas sapi merupakan transaksi antara peternak
dan pedagang sebagai pelaku pemasaran. Pemasaran Komoditas sapi di Provinsi Riau berpengaruh terhadap jarak antar wilayah. Pada wilayah yang berdekatan,
rantai tata niaga relatif lebih pendek. Hal ini terjadi karena kemudahan dalam informasi harga, penjualan dan transportasi. Pelaku pemasaran yang mempunyai
peranan dalam penentuan harga adalah pedagang besar wilayah asal. Hal ini terjadi karena pedagang besar wilayah asal lebih menguasai informasi harga dan
permintaan.
5.3.2 Tata Niaga Pemasaran Komoditas Kerbau