Kelembagaan Dalam Pengembangan Sektor Perekonomian Provinsi

sektor pengangkutan dan komunikasi yang sangat penting keberadaannya namun alokasi dana terhadap sektor tersebut masih terlalu kecil, bahkan pengembangan sektor tersebut lebih didorong oleh peranan pihak swasta baik individu maupun badan usaha. Alokasi dana yang terkait dengan pembangunan perekonomian masih sangat minim seperti sektor pertambangan dan penggalian sebesar, perindustrian dan perdagangan, sektor perikanan, sektor tabama, perkebunan dan peternakan sebesar dan sektor kehutanan. Khususnya untuk sektor kehutanan yang mendapatkan alokasi dana yang sangat rendah, sangat signifikan dengan hasil analisis input-output sebelumnya yang mengkategorikan sektor kehutanan sebagai salah satu sektor tertinggal. Minimnya alokasi pada sektor-sektor tersebut mengindikasikan perhatian pemerintah terhadap sektor tersebut sangat belum begitu tinggi. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa perhatian pemerintah masih belum berpihak kepada pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan indikatornya adalah besarnya alokasi belanja kepada sektor pemerintahan sedangkan sektor-sektor yang signifikan dengan pengembangan perekonomian Provinsi Maluku Utara sangat kecil mendapatkan alokasi dana.

8.2. Kelembagaan Dalam Pengembangan Sektor Perekonomian Provinsi

Maluku Utara Kebijakan dan kelembagaan institusi sulit dipisahkan, seperti dua sisi sekeping mata uang. Kebijakan yang bagus tetapi dilandasi kelembagaan yang jelek tidak akan membawa proses pembangunan mencapai hasil secara maksimal. Demikian juga sebaliknya, kelembagaan yang bagus tetapi kebijakannya tidak mendukung juga membuat tujuan pembangunan sulit dicapai sesuai harapan. Pengalaman menunjukkan bahwa kegagalan pembangunan seringkali bersumber dari kegagalan pemerintah dalam membuat dan mengimplementasikan kebijakan yang benar serta mengabaikan pembangunan kelembagaan yang seharusnya menjadi dasar dari seluruh proses pembangunan baik sosial, ekonomi, politik, teknologi maupun pengelolaan sumber daya alam. Ringkasnya kegagalan terjadi karena tata kelola pemerintahan yang buruk. Terkait beberapa hasil analisis sebelumnya, diantaranya yaitu kontribusi sektor perekonomian yang tendensi mengalami penurunan, sektor yang memiliki comaparative advantage tetapi tidak memiliki competitive advantage, dan alokasi anggaran belanja yang terlalu besar pada bidang pemerintahan dengan terlalu kecilnya pengalokasian terhadap sektor-sektor perekonomian yang strategis dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan penciptaan lapangan kerja, merupakan beberapa persoalan yang mengindikasikan adanya kegagalan pemerintah governtment failure dalam perannya sebagai regulator, fasilitator dan dinamisator. Namun disamping adanya kegagalan pemerintah, kondisi tersebut juga disebabkan karena rendahnya partispasi masyarakat dan swasta dalam proses pembangunan secara proaktif. Hal ini karena tidak sejalannya kebijakan dengan keberadaan kelembagaan, yang seharusnya setiap komponen kelembagaan memahami perannya masing-masing dalam proses pembangunan Provinsi Maluku Utara. Selain itu dari hasil pengamatan yang dilakukan, terlihat bahwa koordinasi antar institusi dalam hal ini antar dinas atau badan tidak terjalin dengan baik, sehingga upaya-upaya dalam pengembangan perekonomian Provinsi Maluku Utara yang dituangkan dalam Arah dan Kebijakan tidak dapat terlaksana secara optimal. Faktor lain yang sangat mempengaruhi dalam pengembangan perekonomian Maluku Utara adalah pengaruh dari kepentingan politik dan kepentingan kelompok yang terlalu mendominasi dalam setiap penyusunan kebijakan. Pengembangan sektor perekonomian terutama sektor unggulan dalam rangka pemberdayaan era otonomi adalah suatu pekerjaan yang tidak mudah disebabkan pengembangan ini terkait erat dengan kemauan politik dari pemerintah daerah. Peranan pemerintah daerah sangat diperlukan dan penting dalam pengembangan kelembagaan dalam memajukan sektor unggulan dan sektor basis sebagai salah satu tonggak dari pada ekonomi daerah, karena produk unggulan daerah terkait beberapa stakeholders yang saling berperan sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Stakeholders dimaksud adalah : 1 pemilik bahan baku, dan pengolahpenghasil bahan baku; 2 pengguna atau konsumen; 3 fasilitator atau pemerintah dan lembaga sosial masyarakat. Stakeholders tersebut saling terkait dan menunjang satu sama lain sehingga peranan koordinasi dalam pencapain tujuan menjadi faktor utama. Koordinasi ini menjadi instrumen penting dalam pengembangan sektor perekonomian. Struktur interaksi yang saling mendukung terciptanya koordinasi lintas instansi sangat dibutuhkan dalam upaya tercapainya keberhasilan pengembangan dimaksud. Boleh saja suatu instansi bekerja sesuatu dengan bidang tugas yang dipikulnya untuk melaksanakan pekerjaan mereka. Namun, yang menjadi perhatian adalah bahwa dalam menunaikan tugasnya, disamping perlu memiliki kaitan fungsional, setiap instansi juga harus mampu menjalin hubungan komplementarity atau saling mengerti, menyadari dan merasakan kepentingan bersama. Dengan demikian, koordinasi tersebut akan dapat menjaga kesinambungan kerja dan dapat dicegah terjadinya kesenjangan kegiatan pengembangan karena baik setiap fasilitas maupun tenaga ahli yang tersedia dimungkinkan untuk dimanfaatkan antar instansi. Oleh karena itu, dalam melakukan pengembangan kelembagaan ini diperlukan kelembagaan yang solid dalam mendukung pengembangan sektor perekonomian terutama sektor unggulan provinsi dan sektor basis pada tingkat kabupatenkota sebagai wadah dari pada koordinasi dimaksud. Untuk menilai kapasitas suatu kelembagaan pemerintah dan masyarakat diperlukan informasi-informasi tentang sistem kelembagaan tersebut di daerah melalui suatu proses dalam upaya melakukan pengembangan sektor unggulan daerah secara terpadu dalam jangkapanjang. Pengembangan kelembagaan dalam pengembangan sektor perekonomian pada era otonomi merupakan suatu proses yang secara terus menerus berinteraksi agar tercapai tujuan yang diharapkan, oleh karena semua stakeholders yang disebutkan diatas mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara semua stakeholders tersebut untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dan potensi daerah. Demikian juga, suatu proses yang mencakup pembentukan lembaga- lembaga baru seperti golongan usaha kecil dan menengah serta rumah tangga, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk unggulan yang berdaya saing handal serta mengidentifikasi dan memperoleh informasi pasar baru, alih ilmu pengetahuan dan pengembangan usaha-usaha baru di wilayah tersebut. Oleh karena itu, semua stakeholders yang disebutkan diatas harus secara bersama-sama mengambil inisiatifusaha pengembangan produk unggulan daerah dengan menaksir potensi-potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun ekonomi daerah secara berkelanjutan sustainability of quality product. Dengan pengembangan kelembagaan yang handal dan melekat melalui proses secara terus menerus, koordinasi, dan kelembagaan akan tercipta pemberdayaan yaitu memampukan dan memberdayakan stakeholders tersebut diatas. Pemberdayaan dalam artian memampukan dan memberdayakan stakeholders tersebut akan melahirkan hal-hal sebagai berikut : suatu mutu produk unggulan; sumberdaya manusia yang tangguh dan terampil; informasi pasar yang akurat dan up to date; perubahan perilaku masyarakat ke masa depan; pemanfaatan teknologi lokal yang berkembang; pembelajaran yang terus menerus sebagai proses untuk yang terbaik; dan berorientasi pada pemakaian manajemen modern. Pada era desentralisasi dan otonomi daerah sekarang, peranan perencanaan bottom planning menjadi faktor utama. Dalam pengembangan kelembagaan, pemberdayaan terhadap masing-masing stakeholders dimana mereka mempunyai kewenangan sesuai dengan bidang tugasnya dan bebas untuk mengambil keputusan sepanjang keputusan tersebut saling mendukung dan menunjang. Produk unggulan daerah yang bernuansa datangnya dari bawah, dengan konsekuensi rancangan dari bawah akan melahirkan harga barang dan jasa yang ditentukan oleh mekanisme pasar. Pasar yang menentukan harga dari produk unggulan tersebut sehingga harus mempunyai kualitas tinggi dan berdaya saing handal dipasaran. Mekanisme pasar dapat membawa kepada persaingan bebas antar supliers barang dan jasa dipasaran. Dengan demikian, harga ditentukan oleh pembeli demand. Oleh karena itu, kelembagaan menciptakan secara konsisten keterkaitan stakeholders dengan mekanisme pasar serta persaingan competitive bebas dalam peningkatan produk unggulan daerah sehingga pemberdayaan empowerment merupakan faktor penentu dalam upaya meningkatkan pendapatan ekonomi daerah.

IX. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SEKTOR–SEKTOR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA