analisis untuk mengetahui dampak perubahan permintaan akhir pada suatu sektor terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut.
c. Derajat Penyebaran Antarsektor
Dalam analisis derajat penyebaran antarsektor dapat diketahui: 1 Koefisien Penyebaran coefficient of dispersion merupakan keterkaitan
langsung dan tidak langsung ke belakang yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matriks kebalikan Leontief
Kriswantriyono, 1994. Injeksi investasi akan menghasilkan nilai tambah value added yang tinggi apabila sasaran injeksi tersebut diarahkan pada
sektor yang mampu menarik sektor-sektor lainnya untuk meningkatkan outputnya, yang dalam hubungan analisis Input-Output disebut sebagai sektor
yang mempunyai nilai Backward Spread tinggi. 2 Kepekaan Penyebaran sensitivity of dispersion merupakan keterkaitan
langsung dan tidak langsung ke depan yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matriks kebalikan Leontief. Suatu sektor
dapat dikategorikan sebagai sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian apabila sektor tersebut mampu mendorong perkembangan
sektor-sektor lainnya dalam meningkatkan outputnya, yang dalam analisis Input-Output disebut sektor yang mempunyai nilai Forward Spread tinggi.
2.1.4.4. Asumsi dan keterbatasan Analisis Input-Output
Dalam suatu model Input-Output yang bersifat terbuka dan statis, transaksi-transaksi yang digunakan dalam penyusunan tabel Input-Output harus
memenuhi tiga asumsi dasar, yaitu Budiharsono, 2001; Tarigan, 2005; Widodo, 2006 dan BPS, 2002c :
a. Homogenitas. Asumsi ini menyatakan bahwa suatu sektor hanya
menghasilkan barang melalui satu cara dengan satu susunan input. Asumsi ini mensyaratkan bahwa tiap sektor memproduksi suatu output tunggal dengan
struktur input tunggal dan bahwa tidak ada substitusi otomatis antara berbagai sektor.
b. Proporsionalitas. Asumsi ini menyatakan bahwa perubahan suatu tingkat
output selalu didahului oleh perubahan penggunaan input yang seimbang. Asumsi ini mensyaratkan bahwa dalam proses produksi, hubungan antara
input dengan output merupakan fungsi linier yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik atau turun sebanding dengan kenaikan atau
penurunan output sektor tersebut. c.
Additivitas. Asumsi ini menyatakan bahwa akibat total dari pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara
terpisah. Ini berarti bahwa pengaruh di luar sistem Input-Output diabaikan. Berdasarkan asumsi tersebut, Tabel Input-Output sebagai model kuantitatif
memiliki keterbatasan, yakni koefisien input ataupun koefisien teknis diasumsikan tetap konstan selama periode analisis. Karena koefisien teknis dianggap konstan,
teknologi yang digunakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam proses produksipun dianggap konstan. Akibatnya perubahan kuantitas dan harga input akan selalu
sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga output. Keterbatasan lain dari analisis Input-Output adalah banyaknya agregasi yang dilakukan terhadap sektor-
sektor yang ada. Hal ini akan menyebabkan semakin besar kecenderungan pelanggaran terhadap asumsi homogenitas dan akan semakin banyak informasi
ekonomi yang terperinci tidak terungkap dalam analisisnya Ediawan, 2003.
Walaupun mengandung keterbatasan, model Input-Output tetap merupakan alat analisis ekonomi yang lengkap dan komprehensif. Keuntungan
yang diperoleh dalam menggunakan model Input-Output dalam perencanaan pengembangan wilayah yaitu:
a. Model Input-Output memberikan deskripsi yang detail mengenai
perekonomian regional dengan mengkuantifikasikan ketergantungan
antarsektor dan asal sumber dari ekspor dan impor. b.
Untuk suatu set permintaan akhir dapat ditentukan besarnya output dari setiap sektor, dan kebutuhannya akan faktor produksi dan sumberdaya.
c. Dampak perubahan permintaan terhadap perekonomian baik yang disebabkan
oleh swasta maupun pemerintah dapat ditelusuri dan diramalkan secara terperinci.
d. Perubahan-perubahan teknologi dan harga relatif dapat diintegrasikan ke
dalam model melalui perubahan koefisien teknik.
2.1.5. Metode Membangun Tabel Input-Output
Sejak pertama kali dikemukakan oleh Leontief pada tahun 1930-an, Tabel Input-Output I-O terus mengalami perkembangan dan menjadi salah satu alat
analisis yang populer untuk melihat perekonomian baik tingkat nasional maupun regional. Walaupun ada beberapa kelemahan yang terletak pada asumsi yang
digunakan pada analisis Tabel I-O, namun untuk melihat potensi perekonomian suatu wilayah dan keterkaitan antarsektor perekonomian, analisis Tabel I-O masih
merupakan pilihan terbaik dan banyak diminati. Analisis Tabel I-O hanya melihat kondisi perekonomian pada satu tahun
tertentu. Oleh karena itu, idealnya Tabel I-O dibuat setiap tahun. Namun untuk
memenuhi kegiatan tersebut tidak mudah bahkan boleh dikatakan tidak mungkin. Hal ini terkait dengan keperluan melakukan survei yang komprehensif
untuk seluruh sektor perekonomian yang tentunya memerlukan waktu lama dan biaya yang besar.
Berdasarkan kondisi tersebut, berkembang metode pembuatan Tabel I-O dengan pendekatan lain yakni melakukan penyesuaian Tabel I-O yang sudah ada
untuk merefleksikan kondisi perekonomian saat ini updating. Selain itu berkembang juga pendekatan lain yakni menggunakan informasi perekonomian
Tabel I-O suatu daerah untuk diterapkan pada daerah lain derivasi. Dengan dua pendekatan tersebut, maka Tabel I-O dapat dimodifikasi setiap tahun dan dapat
dibuat di semua daerah Miller dan Blair, 1985. Metode Updating dikenal juga dengan sebutan metode survei parsial,
karena tidak perlu melakukan survei secara komprehensif seperti pembuatan Tabel I-O metode survei. Dengan metode ini data yang diperlukan adalah matriks
koefisien input atau koefisien teknologi sebagai tabel dasar, total output, total permintaan antara dan total input antara masing-masing sektor.
Derivasi Tabel I-O atau sering juga disebut metode non-survei dilakukan apabila suatu daerah sama sekali belum mempunyai Tabel I-O. Oleh karena itu
harus menggunakan Tabel I-O daerah lain untuk dijadikan sebagai tabel dasar untuk menderivasi.
2.1.6. Penentuan Sektor Unggulan Daerah
Melalui model input output regional, perencana daerah dapat mengidentifikasi sektor-sektor yang mampu mendorong pertumbuhan sektor-
sektor lain dengan cepat atau sering dikenal dengan istilah “sektor unggulan”.
Proses identifikasi tersebut menggunakan analisis keterkaitan antarsektor interindustrial linkages analysis. Keterkaitan tersebut berupa keterkaitan ke
depan forward linkages maupun keterkaitan ke belakang backward linkages. Dalam hal ini sektor unggulan diartikan sebagai sektor yang mempunyai tingkat
keterkaitan ke depan dan ke belakang yang tinggi. Disebut sektor unggulan karena sektor tersebut mampu mendorong pertumbuhan atau perkembangan bagi sektor-
sektor lainnya, baik sektor yang menyuplai input-nya maupun sektor yang memanfaatkan output sektor tersebut sebagai input dalam proses produksinya.
Sektor yang mempunyai keterkaitan ke depan tinggi berarti pada daerah tersebut merupakan pasar output yang potensial bagi daerah tersebut. Sektor yang
mempunyai keterkaitan ke belakang tinggi berarti pada daerah tersebut merupakan penyedia input yang potensial bagi sektor tersebut, sebagaimana
terlihat dalam Tabel 6.
Tabel 6. Keterkaitan Antarsektor
Forward Rendah Tinggi
Tinggi Forward
rendah Backward
tinggi cenderung berisiko tinggi, pasar
terbatas Forward
tinggi Backward
tinggi cenderung terjadi
konglomerasi Backward
Rendah Forward
rendah Backward
rendah footloose
Forward tinggi
Backward rendah
cenderung prospektif, pasar terjamin
Sumber: Widodo, 2006
2.1.7. Teori Lokasi
Pemahaman tentang bagaimana keputusan mengenai lokasi mutlak diperlukan bila membahas kegiatan pada ruang dan menganalisa bagaimana suatu
wilayah tumbuh dan berkembang. Keputusan mengenai lokasi yang diambil oleh
unit-unit pengambilan keputusan akan menentukan struktur tata ruang wilayah yang terbentuk. Unit-unit pengambilan keputusan dalam penentuan lokasi dapat
dibagi menjadi tiga, yaitu: 1 rumah tangga; 2 perusahan; dan 3 pemerintah. Setiap unit pengambil keputusan mempunyai kepentingan sendiri berdasarkan
aktivitas ekonomi yang dilakukan. Aktivitas ekonomi rumah tangga adalah a penjualan jasa tenaga kerja dan b konsumsi; aktivitas perusahaan meliputi a
pengumpulan input, b proses produksi dan c proses pemasaran, dengan tujuan memaksimalkan keuntungan yang diperoleh. Sementara itu pemerintah disamping
mempunyai peran melindung kepentingan masyarakat juga bertindak sebagai locator
dari berbagai aktivitas yang ditanganinya seperti penentuan lokasi sebagai sarana dan fasilitas pelayanan umum.
Untuk mengetahui kecenderungan potensi keunggulan suatu komoditas disuatu lokasi tertentu, analisis yang sering digunakan adalah analisis basis
ekonomi yaitu Location Quotient Analysis LQ. Metode LQ secara umum merupakan metode analisis yang digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan
atau basis suatu aktivitas. Di samping itu, LQ juga digunakan untuk mengetahui kapasitas ekspor perekonomian suatu wilayah serta tingkat kecukupan barangjasa
dari produksi lokal suatu wilayah. LQ
merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas
wilayah. Asumsi yang digunakan dalam LQ adalah sedikit kondisi geografis yang relatif seragam. Pola-pola aktivitas bersifat seragam serta setiap aktivitas
menghasilkan produk yang sama. Berbagai dasar ukuran dalam pemakaian LQ harus disesuaikan dengan kepentingan penelitian dan sumberdata yang tersedia.
Jika penelitian dimaksudkan untuk mencari sektor yang kegiatan ekonominya dapat memberikan kesempatan kerja sebanyak-banyaknya maka yang dipakai
sebagai dasar ukuran adalah jumlah tenaga kerja sedangkan bila keperluannya untuk menaikkan pendapatan daerah, maka pendapatan merupakan dasar ukuran
yang tepat, sedangkan jika hasil produksi maka jumlah hasil produksi yang dipilih. LQ juga menunjukkan efisiensi relatif wilayah, serta terfokus pada
substitusi impor yang potensial atau produk dengan potensi ekspansi ekspor. Sejalan dengan hal diatas menurut Blakely 1994, analisis LQ ini
merupakan suatu teknik analisis yang digunakan untuk melengkapi analisis lain yaitu Shift Share Analysis SSA. Shift Share Analysis merupakan salah satu
analisis yang berfungsi untuk memahami pergeseran struktur suatu aktivitas atau sektor di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi wilayah yang
lebih luas dalam dua titik tahun. Pemahaman struktur aktivitas dari hasil analisis Shift Share
juga menjelaskan kemampuan berkompetisi aktivitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan aktivitas dalam cakupan wilayah lebih
luas. Hasil analisis Shift Share mampu menjelaskan performance suatu aktivitas
atau sektor di suatu wilayah dan membandingkannya dengan kinerjanya di dalam wilayah total serta memberikan gambaran sebab-sebab terjadinya pertumbuhan
suatu aktivitas di suatu wilayah. Sebab-sebab yang dimaksud dibagi menjadi tiga bagian yaitu; a sebab yang berasal dari dinamika lokal sub wilayah, b sebab
dari dinamika aktivitassektor dari total wilayah dan c sebab dari dinamika wilayah secara umum. Secara umum gambaran kinerja seperti yang disebutkan di
atas, dapat dijelaskan dari 3 komponen hasil analisis yaitu: 1 Komponen Laju
Pertumbuhan Total atau Komponen Share, yang menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah. 2
Komponen Pergeseran Proporsional, yang menjelaskan pertumbuhan total aktivitas atau sektor tertentu secara relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan
secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika sektor atau aktivitas total wilayah dan 3 Komponen Pergeseran Diferensial, yang
menggambarkan tingkat competitiveness suatu wilayah tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor atau aktivitas tersebut dalam wilayah.
Menurut Tarigan 2004, dalam pengertian ekonomi regional, ekspor adalah menjual produkjasa ke luar wilayah baik ke wilayah lain dalam negeri itu
maupun ke luar negeri. Tenaga kerja yang berdomisili di wilayah kita, tetapi bekerja dan memperoleh uang dari wilayah lain termasuk dalam pengertian
ekspor. Pada dasarnya kegiatan ekspor adalah semua kegiatan baik produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah karena kegiatan
basis. Lapangan kerja dan pendapatan di sektor basis adalah fungsi dari permintaan yang bersifat exogenous tidak tergantung pada kekuatan
internpermintaan lokal. Lebih lanjut menurut Tarigan 2004, mengatakan bahwa semua kegiatan
lain yang bukan kegiatan basis termasuk ke dalam kegiatan sektor service atau pelayanan, tetapi untuk tidak menciptakan pengertian yang keliru tentang arti
service disebut saja sektor nonbasis. Sektor nonbasis service adalah untuk
memenuhi kebutuhan lokal. Karena sifatnya yang memenuhi kebutuhan lokal, permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat
setempat. Oleh karena itu, kenaikannya sejalan dengan kenaikan pendapatan
masyarakat setempat. Dengan demikian, sektor ini terkait terhadap kondisi ekonomi setempat dan tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi
wilayah. Atas dasar anggapan di atas, satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan alamiah adalah adalah sektor basis.
2.1.8. Sektor Unggulan dan Sektor Basis dalam Perekonomian Daerah
Setiap daerah dalam suatu negara mempunyai tujuan yang sama, yaitu menemukan cara untuk menciptakan lapangan kerja yang luas untuk memberikan
penghasilan dan menaikkan kualitas hidup bagi masyarakat. Tetapi mengapa beberapa daerah berhasil dan yang lain tidak? Walaupun pemerintah pusat
memainkan peran penting dalam pengembangan ekonomi melalui undang- undang, kebijakan fiskal, dan kebijakan pembangunan, namun keberhasilan atau
kegagalan perkembangan ekonomi daerah sering tergantung pada apa yang terjadi pada tingkat kawasan. Kemampuan daerah untuk menggunakan sumber daya alam
dan bakat lokal untuk mendukung inovasi yang kuat adalah kunci penggerak pertumbuhan ekonomi daerah.
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan wilayah adalah terjadinya perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Dalam
kebijakan perekonomian, pemerintah daerah harus mampu merumuskan sektor mana yang harus dikembangkan. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi
dalam pengembangan sektor yang dimaksud. Kriteria tersebut diantaranya adalah sektor yang memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang dimasa datang, nilai
tambah per tenaga kerja tinggi dan memiliki kemampuan menyerap tenaga.
Instrumen kebijakan yang dapat mengakomodir hal tersebut adalah melalui pengembangan sektor unggulan dan sektor basis. Penggunaan istilah sektor
unggulan dan sektor basis dalam penelitian ini memiliki batasan bahwa: Identifikasi sektor yang dapat menjadi penggerak utama perekonomian daerah
pada level provinsi disebut sebagai sektor unggulan. Penetapan sektor unggulan dilakukan melalui analisis Input-Output linkages dan multiplier serta dengan
pertimbangan berbagai faktor-faktor penentu lainnya. Pengembangan sektor-sektor perekonomian provinsi dengan memprioritas sektor
unggulan, harus sesuai dengan karakteristik wilayah yang terdapat pada provinsi dalam hal ini yaitu kabupatenkota. Untuk mengidentifikasi lokasi pengembangan
sektor unggulan provinsi pada tiap kabupatenkota, dipergunakan istilah penentuan sektor basis. Penetapan sektor basis dalam penelitian ini menggunakan
analisis Location Quotient dan Shift Share. Tumenggung 1996 memberi batasan bahwa sektor unggulan atau basis
adalah sektor yang memiliki keunggulan komparatif comparative advantages dan keunggulan kompetitif competitive advantages dengan produk sektor sejenis
dari daerah lain serta mampu memberikan nilai manfaat yang besar. Sektor unggulan atau basis adalah sektor yang memiliki nilai tambah dan produksi yang
besar, memiliki multiplier effect yang besar terhadap perekonomian lain, serta memiliki permintaan yang tinggi, baik pasar lokal maupun pasar ekspor.
Secara terperinci, upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam pengembangan sektor unggulan provinsi dan sektor basis kabupatenkota dengan berbagai kondisi
dan skenario guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Skenario Pengembangan Sektor Unggulan vs Sektor Basis
Provinsi Wilayah Analisis
Sektor Unggulan
Sektor Non-unggulan
Sektor Basis
Pengembangan sektor unggulan provinsi pada
tiap kabupatenkota yang memiliki sektor basis
yang sama dengan sektor unggulan provinsi.
Pengembangan sektor basis secara efisien untuk
peningkatan pertumbuhan ekonomi kabupatenkota
sehingga dalam jangka panjang dapat menjadi
unggulan provinsi. Kabupaten
Kota Sektor
Non-basis Sektor non-basis menjadi
sektor pendukung dalam pengembangan sektor
unggulan provinsi dan sektor basis
kabupatenkota Meningkatkan kinerja sektor
unggulan provinsi dan sektor basis kabupatenkota guna
mendorong dan menarik sektor non-unggulan dan
non-basis melalui dampak multplier, linkage, dan
ekspor. Sumber: Skenario Olahan Teoritis Empiris Penulis
2.1.9. Kelembagaan
Definisi tentang kelembagaan sangatlah beragam, akan tetapi secara umum kelembagaan dapat diartikan sebagai aturan yang dianut oleh masyarakat
atau organisasi yang dijadikan pegangan oleh seluruh anggota masyarakat atau anggota organisasi dalam mengadakan transaksi satu sama lainnya yang meliputi
pasar, hak kepemilikan, pelestarian sumberdaya dan sistem pertukaran yang ditentukan berdasarkan norma-norma sosial atau kontrak Hoff, 1993.
Sedangkan menurut Kherallah dan Kirsten, dalam Fauzi 2005, kelembagaan adalah suatu gugusan aturan rule of conduct formal hukum,
kontrak, sistim politik, organisasi, pasar, dan lain sebagainya serta informal norma, tradisi, sistim nilai, agama, tren sosial, dan lain sebagainya yang
memfasilitasi koordinasi dan hubungan antara individu ataupun kelompok. Secara lebih spesifik Douglass North, ahli ekonomi kelembagaan, menyatakan bahwa
institusi lebih pasti terjadi pada hubungan antara manusia serta mempengaruhi perilaku dan outcomes seperti keragaan ekonomi, efisiensi, pertumbuhan ekonomi
dan pembangunan. Kelembagaan itu sendiri sebagian besar muncul akibat dari kehidupan
bersama dan tidak direncanakan. Para warga masyarakat pada awalnya mencari cara-cara yang dapat digunakan sebagai wadah memenuhi kebutuhan hidup,
kemudian mereka menemukan beberapa pola yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan dalam proses selanjutnya diperkuat melalui
pengaturan bersama yang dibakukan. Kelembagaan memberikan ketentuan terhadap anggota masyarakatnya mengenai hak-hak, kewajiban dan tanggung
jawabnya. Di samping itu, tiap anggota mendapat suatu jaminan hak dan perlindungan dari masyarakat. Kelembagaan memberikan suatu kondisi bahwa
tiap-tiap anggota menerima sesuatu yang menjadi ketentuan dan tiap anggota merasa aman, merasa sewajarnya. Arti ekonomi utama dari kelembagaan adalah
memberikan kepastian tentang siapa memperoleh apa dan berapa banyaknya. Dengan kata lain kelembagaan menurunkan derajat ketidakpastian dari aliran
manfaat atau ongkos yang akan diterima oleh partisipan dalam suatu sistem ekonomi.
Kelembagaan dapat diartikan sebagai organisasi atau aturan main. Kelembagaan sebagai organisasi biasanya menunjuk pada lembaga-lembaga
formal seperti Departemen, Pemerintah Daerah, Koperasi Unit Desa, Kelompok Nelayan dan Petani, Bank dan sejenisnya. Dari perspektif ekonomi, lembaga
dalam artian organisasi biasanya menggambarkan aktivitas ekonomi yang dikoordinasikan bukan oleh mekanisme pasar tetapi melalui mekanisme
administrasi atau komando. Pasar dapat menjadi batas eksternal dari suatu organisasi, akan tetapi secara internal aktivitas ekonomi dikoordinasikan secara
administrasi Pakpahan dalam Kusrini, 2003. Menurut Anwar 2002, bahwa penentuan kelembagaan institusional
yang tepat akan dapat mengatur penggunaan dan alokasi sumberdaya atau input kearah efisiensi yang tinggi, keadilan fairness kearah pembagian yang lebih
merata, dan aktifitas ekonomi dapat langgeng sustainable. Langkah awal guna mencapai efisiensi dalam alokasi sumberdaya secara optimal adalah perlunya
pembagian pekerjaan division of labor, sehingga setiap pekerjaan dapat dilaksanakan secara profesional dengan produktivitas yang tinggi. Peningkatan
pembagian pekerjaan selanjutnya akan mengarah kepada spesialisasi ekonomi, sedangkan kelanjutan dari spesialisasi adalah peningkatan efisiensi dan
produktivitas yang semakin tinggi Dengan demikian pemenuhan kebutuhan individu diperoleh dari individu
atau pihak lain, melalui suatu pertukaran exchangetrade, yang dalam ekonomi disebut transaksi ekonomi. Agar transaksi ekonomi tersebut berlangsung dengan
baik maka perlu adanya koordinasi antar berbagai pihak dalam sistem ekonomi dan aturan representasi dari pihak-pihak yang berkoordinasi tersebut Anwar dan
Siregar, 1993. Selanjutnya menurut Anwar 2002, meskipun terdapat banyak ragam dan
sistem koordinasi yang terjadi dalam dunia nyata, akan tetapi pada dasarnya ada dua bentuk koordinasi yang utama yaitu koordinasi untuk keperluan; 1 transaksi
melalui pasar, dimana harga-harga menjadi panduan dalam mengkoordinasikan alokasi sumberdaya, 2 transaksi melalui sistem organisasi yang berhirarki di luar
sistem pasar extra market institution dimana otoritas dan kewenangan berperan sebagai koordinator dalam mengatur alokasi sumberdaya.
2.2. Tinjauan Empiris