Analisis Perekonomian Provinsi Maluku Utara Pendekatan Multisektoral

(1)

MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ABSTRACT

MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN. Analysis of Northern Moluccas Economy: A Multisectoral Approach (D. S. PRIYARSONO as Chairman and MUHAMMAD FIRDAUS as Member of the Advisory Committee).

Policy in achieving economic growth in Northern Moluccas Province was focused on increasing the investment at prime sectors with implementation on agricultural revitalization. Such policy is required to be evaluated scientifically by considering the local characteristics. This is due to the fact of economic growth which is still slow. The study aims are to (1) analyze prime sectors at provincial level within the economic structure of Northern Moluccas Province, (2) identify base sectors in each regency, and (3) formulated policy for economic sector development in Northern Moluccas. Results of the analysis showed that prime sectors in Northern Moluccas Province were manufacturing industry, sea transport and construction sectors. Locations for provincial prime sectors development in accordance with the bases of each regency are as follows: manufacturing industry sector is in Northern Halmahera, Southern Halmahera, Western Halmahera and Sula Archipelago; sea transport sector is in Tidore Islands, Eastern Halmahera, Western Halmahera and Sula Archipelago; whereas construction sector is in Ternate, Tidore Islands, Eastern Halmahera, and Central Halmahera. Recommended policy from this study is “development of agroindustry based on local resources”.


(3)

RINGKASAN

MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN. Analisis Perekonomian Provinsi Maluku Utara: Pendekatan Multisektoral (D. S. PRIYARSONO sebagai Ketua dan MUHAMMAD FIRDAUS sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Pertumbuhan ekonomi merupakan sasaran utama yang ingin dicapai Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Implementasi pertumbuhan ekonomi ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan per kapita, pendapatan asli daerah dan penyerapan tenaga kerja serta dalam jangka panjang diharapkan dapat memperkecil tingkat kemiskinan. Fokus dari implementasi tersebut adalah melalui peningkatan investasi pemerintah dan swasta pada sektor unggulan, dengan program yaitu revitalisasi sektor pertanian. Namun demikian, kebijakan tersebut hendaknya dievaluasi kembali secara ilmiah dengan memperhatikan karakteristik lokal. Beberapa hal yang dipertimbangan di antaranya adalah bahwa pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara dalam beberapa periode terakhir masih sangat lambat dan belum optimalnya revitalisasi sektor-sektor perekonomian, disamping adanya kesenjangan dan ketidakserasian pembangunan antarkabupaten/kota. Dalam mencapai pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi pada sektor unggulan, diperlukan suatu analisis perekonomian untuk mengetahui sektor unggulan dan lokasi pengembangannya di Maluku Utara.

Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis sektor-sektor unggulan di level provinsi dalam struktur perekonomian Provinsi Maluku Utara, (2) mengidentifikasi sektor-sektor unggulan provinsi yang menjadi sektor basis pada tiap kabupaten/kota, dan (3) merumuskan kebijakan pengembangan sektor perekonomian Maluku Utara. Metode analisis yang digunakan adalah analisis input output dengan “memperbarui” Tabel Input Output 2001, analisis Location Quotient, analisis Shift Share, dan analisis deskriptif.

Hasil studi menunjukkan bahwa sektor unggulan Provinsi Maluku Utara adalah sektor industri pengolahan, sektor angkutan laut dan sektor bangunan. Lokasi pengembangan sektor unggulan provinsi yang sesuai dengan basis tiap kabupaten/kota yaitu: untuk sektor industri pengolahan dikembangkan di Halmahera Utara, Halmahera Selatan, Halmahera Barat dan Kepulauan Sula. Sektor angkutan laut dikembangkan di Tidore Kepulauan, Halmahera Timur, Halmahera Barat dan Kepulauan Sula. Sektor bangunan dikembangkan di Ternate, Tidore Kepulauan, Halmahera Timur dan Halmahera Tengah.

Berdasarkan beberapa indikator, sektor industri pengolahan merupakan sektor unggulan Provinsi Maluku Utara yang perlu diprioritaskan. Untuk menyinergikan hasil analisis dengan kebijakan yang telah dibuat sebelumnya oleh Pemerintah Provinsi Maluku Utara yaitu revitalisasi sektor pertanian, maka kebijakan yang direkomendasikan dalam pengembangan sektor perekonomian Provinsi Maluku Utara yaitu melalui “pengembangan industri pengolahan berbasis pertanian dengan pengoptimalan daya dukung sektor perekonomian lainnya yaitu pengembangan agroindustri”. Pada tiap kabupaten/kota sebaiknya pengembangan sektor perekonomian diarahkan dan diprioritaskan pada pengembangan sektor basis masing-masing kabupaten/kota.


(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul:

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL

merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Mei 2008

MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN NRP. A151050151


(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritikatau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(6)

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA:

PENDEKATAN MULTISEKTORAL

MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(7)

(8)

Judul Tesis : Analisis Perekonomian Provinsi Maluku Utara: Pendekatan Multisektoral

Nama Mahasiswa : Muhammad Zais M. Samiun Nomor Pokok : A. 151050151

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Ir. D. S. Priyarsono, M.S. Ph.D. Muhammad Firdaus, SP. M.Si. Ph.D. Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ternate, 10 April 1982 sebagai anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Muchlis Samiun, SE, M.Si. dan Ibu Dahbia Abd. Karim. Pendidikan yang ditempuh sebelumnya adalah SDN 1 Tafure, SMPN 1 Ternate dan SMAN 4 Ternate.

Penulis melanjutkan pendidikan S1 pada tahun 1999 di Program Studi Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Khairun Ternate dan meraih gelar sarjana ekonomi pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai asisten dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Khairun Ternate. Kemudian sejak tahun 2004 penulis diterima sebagai tenaga edukatif pada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Maluku Utara.

Pada tahun 2005 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan jenjang pendidikan S2 di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melalui beasiswa BPPS dari DIKTI. Selama menempuh Studi Pascasarjana, penulis aktif dalam beberapa kegiatan ekstra, diantaranya Anggota Forum Mahasiswa Pascasarjana IPB periode 2006-2007 dan Sekretaris Umum Forum Wacana Program Studi EPN periode 2006-2007.


(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada sumber ilmu pengetahuan, sumber segala kebenaran, Sang Kekasih tercinta Allah SWT. atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis Program Magister Sains ini dengan baik. Tema yang dipilih adalah Analisis Perekonomian Provinsi Maluku Utara: Pendekatan Multisektoral. Penulisan ini dimaksudkan untuk merumuskan suatu kebijakan pengembangan sektor perekonomian Maluku Utara dalam mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih optimal melalui pengembangan sektor-sektor yang menjadi unggulan dan basis dengan memperhatikan aspek karakteristik lokal.

Terima kasih yang tulus dan penghargaan penulis sampaikan kepada Ir. D. S. Priyarsono, M.S. Ph.D. dan Muhammad Firdaus SP. M.Si. Ph.D. selaku Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan spirit dan arahan dalam proses berpikir dan menulis dalam penulisan tesis ini. Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Harianto, M.S., selaku penguji, atas kritik dan saran sehingga tesis ini menjadi lebih sempurna.

Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi dan tesis ini. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA. selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, staf administrasi Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian dan seluruh dosen yang telah memberikan pengetahuan saat menjalani perkuliahaan di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.


(11)

2. Drs. H. M. Yunus Namsa, M.Si. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Ir. Arman Drakel, M.Si. dan Andi Thamrin, SP. (Kandidat Magister EPN) yang telah memberikan kemudahan bagi penulis untuk melanjutkan studi pada Program Pascasarjana.

3. Rektor IPB dan Dekan Sekolah Pascasarjana (Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.) serta kepada Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc. (mantan Dekan Sekolah Pascasarjana) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti perkuliahaan di IPB.

4. Staf Bappeda, Staf Disnakertrans, staf Disperindag dan staf BPS Maluku Utara yang telah membantu penulis dalam memperoleh data dan informasi dalam penulisan ini.

5. Rekan-rekan di EPN angkatan 2005 (Betrixia “Lala” Barbara, Aprilaila Sayekti, Mariyah, Raja Milyaniza Sari, Pini Wijayanti, A. Yousuf, Zednita Azriani, Wiji, Zuraidah, Veralianta S., Tono, Rumna, Ranty Pancasasty, Novindra, M. Yadjid, Dewi N. Asih, Budi S., dan A. Meiriki), sahabat-sahabatku (Umi, Deva, Tika, Iin, n’Ti, Syenia, Babay, Iyek, Aan) atas dorongan dan kerjasamanya.

6. Almarhumah Titin Yuniati, sebagai motivator dan sumber inspirasi bagi penulis.

Secara khusus, penulis menyampaikan terima kasih dan pernghargaan yang tak terhingga kepada kedua orang tua, Ayahanda Muchlis Samiun, SE, M.Si. dan Ibunda Dahbia Abd. Karim atas cahaya kehidupan, do`a yang ikhlas serta tetesan darah dan keringat dalam membesarkan, membina, mendidik, dan memotivasi penulis hingga waktu yang tak terkira. Juga kepada adik-adikku


(12)

tercinta Nongoru Fuheka Kodihoasal (Almarhumah), Munawir Ghazali M. Samiun, S.Pi, Mudayat Inal M. Samiun dan Safira Nur Nabai M. Samiun atas do’a dan candaan motivator dalam mengisi kehidupan sehari-hari penulis, serta kepada seluruh keluarga besar Hi. Samiun Manaf Lamoga dan Hj. Khaer Karim.

Pada akhirnya, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan tesis ini, maka hanya penulis yang bertanggungjawab. Kiranya Tuhan yang memberi balasan berkah kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis. Akhir kata, dengan kerendahan hati penulis mempersembahkan tesis ini kepada pembaca sebagai salah satu sumber informasi dan pengetahuan yang bermanfaat dan berguna.

Bogor, Mei 2008


(13)

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 14

1.4. Manfaat Penelitian ... 15

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 15

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 17

2.1. Tinjauan Teoritis ... 17

2.1.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ... 17

2.1.2. Pembangunan Ekonomi Daerah ... 21

2.1.3. Pendekatan Sektoral dalam Perencanaan Pembangunan Wilayah... 25

2.1.4. Mengenali Model Input-Output dan Keterbatasannya ... 27

2.1.4.1. Paradigma dan Pendekatan Input-Output ... 27

2.1.4.2. Model Baku Tabel Input-Output ... 29

2.1.4.3. Analisis dengan Model Input-Output ... 31

2.1.4.4. Asumsi dan Keterbatasan Analisis Input-Output ... 34

2.1.5. Metode Membangun Tabel Input-Output ... 36

2.1.6. Penentuan Sektor Unggulan Daerah ... 37

2.1.7. Teori Lokasi ... 38

2.1.8. Sektor Unggulan dan Sektor Basis dalam Perekonomian Daerah... 42

2.1.9. Kelembagaan ... 44

2.2. Tinjauan Empiris ... 47


(14)

IV. METODE PENELITIAN ... 61

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 61

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 61

4.3. Metode Pengumpulan Data ... 62

4.4. Metode Pengolahan Data ... 63

4.5. Metode Analisis ... 63

4.5.1. Metode RAS ... 63

4.5.2. Analisis Input-Output ... 66

4.5.2.1. Nilai Tambah Bruto ... 66

4.5.2.2. Permintaan Akhir ... 67

4.5.2.3. Tingkat Ketergantungan Faktor Input ... 67

4.5.2.4. Keterkaitan ke Depan dan Keterkaitan ke Belakang. 71 4.5.2.5. Koefisien Dampak Pengganda ... 73

4.5.2.6. Daya Penyebaran ... 78

4.5.3. Analisi Location Quotient ... 79

4.5.4. Analisis Shift Share ... 81

4.5.5. Analisis Deskriptif Kebijakan Pengembangan Sektor Perekonomian ... 84

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ...85

5.1. Keadaan Geografi dan Administrasi Wilayah ... 85

5.2. Topografi dan Iklim ... 87

5.3. Penduduk dan Ketenagakerjaan ... 87

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA... 91

6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara ... 91

6.2. Struktur Perekonomian Dalam Analisis Input-Output... 98

6.2.1. Struktur Permintaan dan Penawaran... 98

6.2.2. Struktur Output dan Nilai Tambah Bruto ... 101

6.2.3. Struktur Permintaan Akhir... 107

6.2.4. Struktur Ketenagakerjaan ... 109


(15)

6.3. Keterkaitan Antar Sektor ... 116

6.3.1. Keterkaitan ke Belakang dan ke Depan ... 116

6.3.2. Kepekaan dan Koefisien Penyebaran Antar Sektor... 119

6.4. Angka Pengganda ... 124

6.4.1. Pengganda Output... 125

6.4.2. Pengganda Pendapatan ... 128

6.4.3. Pengganda Tenaga Kerja ... 131

6.4.4. Pengganda Pajak... 136

6.4.5. Pengganda Nilai Tambah Bruto ... 138

6.5. Penentuan Sektor Unggulan Provinsi Maluku Utara ... 139

VII. LOKASI PENGEMBANGAN SEKTOR UNGGULAN DI MALUKU UTARA... 147

7.1 Gambaran Umum Perekonomian Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara ... 147

7.2. Identifikasi Sektor Basis Kabupaten/Kota sebagai Lokasi Pengembangan Sektor Unggulan Provinsi Maluku Utara ... 150

7.2.1. Analisis Location Quotient... 151

7.2.2. Analisis Shift Share ... 159

7.2.3. Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Sektor Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara ... 165

VIII. DUKUNGAN ANGGARAN DAN KELEMBAGAAN DALAM PENGEMBANGAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA... 169

8.1. Alokasi Anggaran Pembangunan Terhadap Pengembangan Sektor Perekonomian ... 169

8.2. Kelembagaan Dalam Pengembangan Sektor Perekonomian Provinsi Maluku Utara ... 173

IX. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA... 179

9.1. Kebijakan Pengembangan Sektor Perekonomian pada Level Provinsi ... 179

9.2. Perkembangan dan Prospek Sektor Industri Pengolahan Berbasis Pertanian di Maluku Utara ... 185


(16)

9.3. Kebijakan Pengembangan Sektor Penyedia Input dan Pengguna

Output Sektor Pertanian dan Sektor Industri Pengolahan... 192

9.4. Kebijakan Pengembangan Sektor Perekonomian pada Level Kabupaten/Kota ... 194

9.5. Implikasi ... 198

X. KESIMPULAN DAN SARAN ... 202

10.1. Kesimpulan... 202

10.2. Saran ... 203

DAFTAR PUSTAKA... 206


(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Proporsi PDRB Maluku Utara terhadap Total PDRB Provinsi

di Indonesia Tahun 2005 ... 7

2. Distribusi PDRB Menurut Sektor Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi Maluku Utara Tahun 1999 s/d 2005 ... 8

3. Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Provinsi Maluku Utara Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1999 s/d 2005 ... 9

4. Tiga Sektor Dominan dan Kontribusi PDRB-nya Per Kabupaten/ Kota di Provinsi Maluku Utara Tahun 2004 ... 10

5. Model Baku Tabel Input-Output ... 30

6. Keterkaitan Antarsektor ... 38

7. Skenario Pengembangan Sektor Unggulan vs Sektor Basis... 44

8. Matriks Pendekatan Penelitian ... 62

9. Tabel Transaksi Input-Output Sederhana ... 69

10. Kabupaten/Kota Dalam Wilayah Administratif Maluku Utara Tahun 2005 ... 85

11. Jumlah Penduduk Provinsi Maluku Utara Tahun 2005 ... 88

12. Perkembangan Jumlah Penduduk Provinsi Maluku Utara Tahun 1999 s/d 2005 ... 88

13. Kepadatan Pendudk Provinsi Maluku Utara Tahun 2005 ... 89

14. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan di Provinsi Maluku Utara Tahun 2005... 90

15. Struktur Ekonomi Provinsi Maluku Utara Tahun 1999 s/d 2005... 92

16. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Riil Provinsi Maluku Utara Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1999 s/d 2005 ... 94

17. Struktur Permintaan dan Penawaran Barang dan Jasa Menurut Sektor Ekonomi Provinsi Maluku Utara Tahun 2005 ... 99


(18)

18. Sepuluh Sektor dengan Nilai Permintaan dan Penawaran Terbesar

di Provinsi Maluku Utara Tahun 2005 ... 100 19. Struktur Output dan Nilai Tambah Bruto Sektoral Provinsi

Maluku Utara Tahun 2005... 103 20. Komposisi Nilai Tambah Bruto Menurut Komponennya Dalam

Penyusunan Input Provinsi Maluku Utara Tahun 2005 ... 104 21. Kontribusi Sektoral Terhadap Komponen Nilai Tambah Bruto Provinsi

Maluku Utara Tahun 2005... 106 22. Komposisi Permintaan Akhir Menurut Komponennya Provinsi Maluku

Utara Tahun 2005 ... 107 23. Permintaan Akhir Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Maluku Utara

Tahun 2005... 108 24. Nilai Tambah Bruto, Nilai Upah, Jumlah Tenaga Kerja, dan

Produktivitas Sektoral Provinsi Maluku Utara Tahun 2005... 110 25. Rasio Upah dan Gaji Terhadap Surplus Usaha Menurut Sektor di

Provinsi Maluku Utara Tahun 2005 ... 112 26. Tingkat Ketergantungan Faktor Input Sektoral Provinsi Maluku Utara

Tahun 2005... 114 27. Sepuluh Sektor Terbesar dalam Keterkaitan Langsung Ke Belakang

dan Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Belakang ... 117 28. Sepuluh Sektor Terbesar dalam Keterkaitan Langsung Ke Depan

dan Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Depan ... 118 29. Sepuluh Sektor Terbesar dalam Kepekaan Penyebaran dan Koefisien

Penyebaran ... 121 30. Indeks Total Keterkaitan Sektor Ekonomi Provinsi Maluku Utara

Tahun 2005... 124 31. Nilai Pengganda Output Sepuluh Sektor Terbesar di Maluku Utara

Tahun 2005... 125 32. Dampak Peningkatan Permintaan Akhir Sektor Industri Pengolahan

Terhadap Output Sektoral di Provinsi Maluku Utara Tahun 2005... 127 33. Nilai Pengganda Pendapatan Sepuluh Sektor Terbesar di Maluku Utara


(19)

34. Dampak Peningkatan Permintaan Akhir Sektor Industri Pengolahan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Provinsi Maluku Utara

Tahun 2005... 130 35. Nilai Pengganda Tenaga Kerja Sepuluh Sektor Terbesar di Maluku Utara

Tahun 2005... 131 36. Pengganda Tenaga Kerja Sektor Restoran di Maluku Utara Tahun 2005.. 133 37. Pengganda Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan di Maluku

Utara Tahun 2005 ... 134 38. Pengganda Tenaga Kerja Sektor Hotel di Maluku Utara Tahun 2005... 135 39. Nilai Pengganda Pajak Sepuluh Sektor Terbesar di Maluku Utara

Tahun 2005... 137 40. Pengganda Nilai Tambah Bruto Sepuluh Sektor Terbesar di Maluku

Utara Tahun 2005 ... 138 41. Penentuan Sektor Unggulan dengan Berbagai Kriteria di Provinsi

Maluku Utara Tahun 2005... 142 42. Kontribusi PDRB tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara

Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005... 148 43. PDRB tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara Atas Dasar Harga

Konstan Tahun 2005 ... 149 44. Hasil Analisis Location Quotient Sektor Ekonomi Provinsi Maluku Utara

pada tiap Kabupaten/Kota ... 155 45. Lokasi Sektor Unggulan di Provinsi Maluku Utara Tahun 2005 ... 158 46. Hasil Perhitungan Shift Share Sektor Ekonomi Provinsi Maluku Utara

pada tiap Kabupaten/Kota ... 161 47. Sektor Ekonomi yang Memiliki Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

pada tiap Kabupaten/kota di Maluku Utara tahun 2005... 165 48. Rekapitulasi Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Maluku Utara

Tahun 2005... 169 49. Alokasi Belanja Langsung (Belanja Pelayanan Publik) Provinsi

Maluku Utara Tahun 2005... 172 50. Perkembangan Industri Pengolahan Berbasis Pertanian di Maluku Utara. 186


(20)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Diagram Alir Penentuan Sektor Unggulan Provinsi ... 55

2. Diagram Alir Identifikasi Lokasi Sektor Unggulan Provinsi yang Menjadi Basis tiap Kabupaten/Kota di Maluku Utara... 57 3. Diagram Alir Perumusan Kebijakan Pengembangan Sektor Perekonomian

Maluku Utara... 60 4. Peta Administratif Provinsi Maluku Utara ... 86 5. Grafik Distribusi Persentase PDRB Maluku Utara Per Sektor Ekonomi

ADHB Tahun 2005... 93 6. Grafik Pertumbuhan Ekonomi Per Sektor di Provinsi Maluku Utara

Tahun 1999 s/d 2005 ... 97 7. Grafik Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Maluku Utara

Tahun 1999 s/d 2005 ... 97 8. Diagram Keterkaitan Antar Sektor Terhadap Output di Provinsi

Maluku Utara Tahun 2005... 121 9. Keunggulan Komparatif Sektor Ekonomi tiap Kabupaten/Kota di

Provinsi Maluku Utara ... 154 10. Lokasi Sektor Unggulan di Provinsi Maluku Utara ... 158 11. Kebijakan Pengembangan Sektor Perekonomian di Provinsi Maluku


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Tabel Input Output Maluku Utara Updating 2005 24 Sektor ... 213 2. Kode Sektor Input Output Maluku Utara ... 216 3. Koefisien Teknis Tabel Input Output Maluku Utara Updating 2005

24 Sektor... 217 4. Open Inverse Matriks Leontief Tabel I-O Maluku Utara Updating 2005

24 Sektor... 220 5. Nilai Keterkaitan Per Sektor Ekonomi di Maluku Utara Tahun 2005 ... 223 6. Nilai Pengganda Output, Pendapatan, Tenaga Kerja, Pajak, Surplus

Usaha dan Nilai Tambah Per Sektor Ekonomi di Maluku Utara

Tahun 2005... 224 7. Gross Regional Product dan Domestic Production Account... 227 8. Nilai Location Quotient Komoditi Pertanian Provinsi Maluku Utara

Tahun 2005... 228 9. Sektor Penyedia Input dan Pengguna Output Bagi Pengembangan

Sektor Agroindustri di Maluku Utara ... 231 10. Strategi Pengembangan Agroindustri di Maluku Utara ... 233


(22)

1.1.Latar Belakang

Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional pada suatu wilayah yang telah disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial serta ekonomi dari daerah tersebut, serta tetap menghormati peraturan perundangan yang telah berlaku (Daryanto, 2004).

Dalam kajian regional, paradigma pembangunan wilayah saat ini perlu memperhatikan aspek local specific wilayah yang dapat meningkatkan potensi wilayah tersebut. Konsep pembangunan dengan berbagai dimensi yang diterapkan pada suatu wilayah sering menemukan kenyataan bahwa konsep tersebut memerlukan modifikasi atau penyesuaian ke arah karakteristik lokal (local specific). Dengan demikian, pembangunan pada suatu wilayah harus tetap mengacu pada kondisi wilayah itu sendiri (inward looking). Pemilihan prioritas pembangunan yang mengacu pada kebutuhan masyarakat pada hakikatnya kesejahteraan masyarakatlah yang diutamakan.

Secara teoritis, hal ini sejalan dengan tujuan pembangunan ekonomi wilayah dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat (penurunan tingkat kemiskinan) yaitu menciptakan kesempatan kerja (full employment) atau setidak-tidaknya tingkat pengangguran yang rendah dan adanya pertumbuhan ekonomi (economic growth), sehingga diharapkan dapat memperbaiki taraf hidup atau peningkatan pendapatan (Ferguson, 1965 dalam Tarigan, 2005).

Demikian halnya secara empiris, Provinsi Maluku Utara memiliki delapan sasaran penting sebagai penjabaran visi dan misi yaitu, (1) pertumbuhan ekonomi, (2) pengembangan sumberdaya manusia, (3) penanggulangan kemiskinan dan


(23)

pengangguran, (4) revitalisasi pertanian, perikanan dan kelautan, dan kehutanan, (5) peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan, (6) reformasi birokrasi, (7) percepatan pembangunan infrastruktur wilayah, dan (8) pengurangan kesenjangan antarwilayah.

Pertumbuhan ekonomi merupakan sasaran utama yang ingin dicapai Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Implementasi program, prioritas dan sasaran pertumbuhan ekonomi mempunyai tujuan untuk meningkatkan pendapatan per kapita, pendapatan asli daerah, aksebilitas ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan memperkecil kemiskinan. Fokus daripada implementasi tersebut adalah melalui peningkatan investasi pemerintah dan swasta pada sektor unggulan, dengan program yaitu revitalisasi sektor perikanan dan kelautan, tanaman bahan makanan, peternakan, perkebunan, kehutanan, pertambangan, dan pariwisata.

Namun yang menjadi pertanyaan, apakah revitalisasi beberapa sektor tersebut, secara teruji metodologis, sejalan dengan fokus implementasi pencapaian pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi pada sektor unggulan. Artinya bahwa apakah benar bahwa sektor-sektor yang direvitalisasi tersebut teridentifikasi merupakan sektor unggulan dalam perekonomian Provinsi Maluku Utara. Menurut Komet (2000), pengembangan wilayah berbasis sektor unggulan ditekankan pada motor penggerak pembangunan wilayah pada sektor yang dinilai dapat menjadi unggulan atau andalan, baik di tingkat domestik dan internasional.

Dalam mengidentifikasi sektor unggulan, sektor-sektor perekonomian perlu dianalisis secara komprehensif melalui pendekatan multisektoral. Terkait perencanaan wilayah dengan pendekatan multisektoral, Tarigan (2004) juga menyatakan bahwa pembangunan daerah/wilayah dengan pendekatan


(24)

multisektoral adalah di mana seluruh kegiatan ekonomi di dalam wilayah perencanaan dikelompokkan atas sektor-sektor. Selanjutnya setiap sektor dianalisis satu per satu. Setiap sektor dilihat potensi dan peluangnya, menetapkan apa yang dapat ditingkatkan dan di mana lokasi dari kegiatan peningkatan tersebut. Analisis sektor perekonomian tidaklah berarti satu sektor dengan sektor yang lain terpisah total dalam analisis. Kemampuan pemerintah daerah untuk melihat sektor yang memiliki keunggulan/kelemahan di wilayahnya menjadi semakin penting. Sektor yang memiliki keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Nazara (1997), bahwa hubungan antar sektor dalam suatu perekonomian mulai menjadi penting, sejak analisis pembangunan ekonomi tidak lagi hanya mementingkan pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga mulai melihat pembagian pertumbuhan antar faktor-faktor produksi, dan juga sumber-sumber pertumbuhan itu sendiri. Lebih jauh Sumodiningrat (1999) menyatakan bahwa pembangunan daerah dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu pembangunan sektoral, pembangunan wilayah, dan pembangunan pemerintahan. Dari segi pembangunan sektoral, pembangunan daerah merupakan pencapaian sasaran pembangunan nasional dilakukan melalui berbagai kegiatan atau pembangunan sektoral, seperti pertanian, industri, dan jasa yang dilaksanakan di daerah. Pembangunan sektoral dilakukan di daerah disesuaikan dengan kondisi dan potensinya. Hendranata (2002), menyatakan bahwa dalam pembangunan ekonomi, hubungan dan keterkaitan antar sektor-sektor perekonomian akan selalu terjadi. Perkembangan suatu sektor-sektor tidak terlepas


(25)

dari dukungan sektor-sektor lain dalam perekonomian baik langsung maupun tidak langsung. Dengan kata lain setiap sektor perekonomian saling mempengaruhi dan saling ketergantungan satu dengan yang lain.

Provinsi Maluku Utara, sebagai salah satu Provinsi di Kawasan Timur Indonesia yang dimekarkan pada tahun 1999 dengan memiliki enam kabupaten dan dua kota, dengan berbagai potensi sumber daya yang tersebar pada berbagai sektor pembentuk perekonomian daerah tersebut. Pembangunan Provinsi Maluku Utara didominasi oleh tiga sektor utama yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Dalam kurun waktu 1999 sampai dengan 2005 telah terjadi perubahan pangsa relatif sektor-sektor perekonomian terhadap pembentukan produk domestik regional bruto (PDRB).

Berbagai pendapat menyatakan bahwa industri mempunyai peranan sebagai sektor pemimpin (leading sector) yaitu dengan adanya pembangunan industri maka akan memacu dan mengangkat pembangunan sektor-sektor lainnya seperti sektor pertanian dan sektor jasa, misalnya. Dilihat dari sektor pertanian, tentunya merupakan sektor primer yang mampu menopang perekonomian nasional umumnya dan perekonomian daerah pada khususnya ketika terjadi krisis multidimensional. Di samping itu, perkembangan sektor perdagangan, hotel dan restoran juga tidak terlepas dari dukungan sektor-sektor lainnya, seperti sektor jasa, sektor pertanian, sektor industri, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor-sektor lainnya.

Pergeseran pangsa relatif setiap sektor dalam suatu perekonomian merupakan hal yang dapat selalu terjadi dalam perekonomian yang terbuka dan kompleks. Namun yang menjadi persoalan adalah bagaimana suatu daerah dapat


(26)

memacu perekonomiannya sedemikian dengan tetap memperhatikan hubungan dan keterkaitan antarsektor perekonomian. Sektor yang perlu diunggulkan adalah sektor yang memiliki keterkaitan yang tinggi terhadap sektor-sektor lainnya, baik pada sektor penyedia input maupun sektor yang menggunakan output dari sektor unggulan.

Mengutip pendapat di atas serta sinkronisasi pemahaman berbagai kondisi riil yang terjadi, membutuhkan suatu kebijakan pembangunan yang mampu melihat keterkaitan ekonomi khususnya secara sektoral. Dengan semakin kompleksnya keterkaitan antarsektor ekonomi, tidak tepat lagi pembangunan ekonomi dengan berdasarkan pada ego sektoral. Kemajuan suatu sektor tidak mungkin tercapai tanpa dukungan sektor-sektor lainnya. Untuk itu, kajian mengenai peranan sektor-sektor perekonomian secara mendalam perlu dilakukan sebagai dasar dalam penyusunan strategi yang lebih baik dalam tahapan pembangunan berikutnya.

Di samping itu, dalam pembuatan kebijakan pengembangan sektor perekonomian daerah (pada tingkatan Provinsi), juga memerlukan suatu pemahaman terhadap potensi sektor-sektor pada setiap Kabupaten/Kota. Dalam artian, bahwa perlu memperhatikan perkembangan sektor-sektor yang menjadi unggulan daerah provinsi di setiap kabupaten/kota yang di bawahinya. Hal ini didasarkan pada suatu pemahaman bahwa, penyebaran sumberdaya pada setiap kabupaten/kota bersifat heterogen dalam jenis maupun kuantitasnya. Sehingga dalam pengambilan kebijakan dan implementasinya mampu memberikan suatu pertumbuhan ekonomi yang sesuai dengan karakteristik dan potensi yang tersedia.


(27)

Secara filosofis, perubahan ke arah berbagai bentuk kemajuan berpangkal dari adanya berbagai bentuk: (1) kekhasan substansial (unique substances), dan (2) keterkaitan fungsional (functional interaction) antar berbagai kekhasan tersebut (Saefulhakim, 2008). Harmonisasi antara tujuan pembangunan daerah Maluku Utara dalam mencapai pertumbuhan ekonomi, dapat dilakukan dengan pengembangan sektor perekonomian yang menjadi unggulan berdasarkan kekhasan atau karakteristik daerah dan keterkaitannya baik pada level provinsi maupun pada tiap kabupaten/kota. Untuk mencapai hal ini, maka perlu diidentifikasi sektor unggulan Provinsi Maluku Utara serta pengembangan sektor tersebut pada tiap kabupaten/kota dengan melihat basis atau kekhasan setiap daerah. Latar belakang di atas menunjukkan betapa pentingnya setiap daerah memahami berbagai potensi setiap sektor dan penyebarannya yang memerlukan suatu kebijakan pengembangan yang efisien dan signifikan secara komprehensif. Di mana pengembangan sektor perekonomian dengan memperhatikan keterkaitan, kemampuan untuk menciptakan output, peningkatan pendapatan, dan perluasan kesempatan kerja.

1.2.Perumusan Masalah

Pemahaman yang akurat dan lengkap akan potensi yang dimiliki oleh daerah, suatu pemerintah daerah akan dapat dengan mudah menyusun suatu kebijakan yang benar-benar baik dan pada gilirannya akan menciptakan iklim kondusif bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut.

Provinsi Maluku Utara yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 46 Tahun 1999, sebagai salah satu provinsi muda di Indonesia, relatif membutuhkan usaha yang sangat besar dalam meningkatkan kinerja pembangunan ekonominya.


(28)

Provinsi Maluku Utara merupakan provinsi dengan aktivitas perekonomian yang terkecil di Indonesia dibandingkan total PDRB provinsi di Indonesia pada tahun 2005 yang hanya mencapai 0.13 %, sebagaimana terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Proporsi PDRB Maluku Utara Terhadap Total PDRB Provinsi di Indonesia Tahun 2005

No. Provinsi (%) No. Provinsi (%)

1 DKI Jakarta 17.83 18 Nusa Tenggara Barat 0.92

2 Jawa Timur 15.48 19 Kalimantan Tengah 0.84

3 Jawa Barat 14.84 20 Sulawesi Utara 0.77

4 Kalimantan Timur 10.63 21 Jambi 0.77

5 Jawa Tengah 8.64 22 Sulawesi Tengah 0.71

6 Riau 6.78 23 Kepulauan Riau 0.60

7 Sumatera Utara 5.31 24 Nusa Tenggara Timur 0.59

8 Banten 3.51 25 Kalimantan Barat 0.51

9 Sumatera Selatan 3.00 26 Bangka Belitung 0.50

10 Sulawesi Selatan 2.20 27 Sulawesi Tenggara 0.48

11 Nangroeh Aceh Darussalam 2.11 28 Bengkulu 0.38

12 Lampung 1.77 29 Irian Jaya Barat 0.32

13 Sumatera Barat 1.75 30 Maluku 0.20

14 Papua 1.34 31 Sulawesi Barat 0.19

15 Bali 1.27 32 Maluku Utara 0.13

16 Kalimantan Selatan 1.27 33 Gorontalo 0.12

17 DI Yogyakarta 1.02

Sumber: BPS, 2006, Data Diolah

Dalam mencapai pertumbuhan ekonomi, maka kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Maluku Utara yaitu dengan memfokuskan peningkatan investasi sektor pemerintah dan swasta terhadap sektor unggulan, dimana sektor unggulan yang dimaksud adalah sektor pertanian. Implementasi dari kebijakan ini dapat terlihat pada hasil yang dicapai yang tergambar pada PDRB Maluku Utara.

Struktur perekonomian Provinsi Maluku Utara didominasi oleh tiga sektor utama yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor industri pengolahan, selama kurun waktu 1999 sampai dengan 2005. Ketiga sektor tersebut menjadi sektor dominan dalam perekonomian Maluku Utara dengan andil sekitar 73.80 %, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.


(29)

Tabel 2. Distribusi PDRB Menurut Sektor Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi Maluku Utara Tahun 1999-2005

(%)

Sektor 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

1. Pertanian 37.74 36.12 35.74 36.86 37.28 37.75 38.09

2. Pertambangn & Penggalian

4.25 5.29 5.19 5.05 4.78 4.65 4.44

3. Industri Pengolahn 17.61 15.64 15.63 15.38 15.09 14.06 13.38

4. Listrik, Gas & Air Bersih

0.73 0.63 0.41 0.59 0.63 0.64 0.66

5. Bangunan 0.98 1.20 1.87 1.89 1.87 1.92 1.93

6. Perdagangan, Hotel & Restoran

22.17 23.52 23.24 22.48 21.91 22.41 22.32

7. Pengangkutan & Komunikasi

6.01 7.02 6.79 6.69 7.24 7.79 8.53

8. Keu., Psewaan & Jasa Perusahaan

3.50 3.17 3.14 3.29 3.31 3.21 3.17

9. Jasa-jasa 7.01 7.40 7.99 7.78 7.88 7.58 7.47

Jumlah/Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2002a dan 2006a, Data Diolah

Adanya perbedaan pada laju pertumbuhan setiap sektor menyebabkan terjadinya pergeseran peran setiap sektor ekonomi dalam struktur perekonomian regional Maluku Utara, sebagaimana terlihat pada Tabel 3. Walaupun ketiga sektor tersebut merupakan sektor utama dalam perekonomian Provinsi Maluku Utara, namun terlihat bahwa selama kurun waktu 1999 sampai dengan 2005, sektor yang mengalami pertumbuhan yang tinggi dibandingkan dengan sektor lainnya yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi dengan penambahan laju pertumbuhan sebesar 7.62 %. Diketahui bahwa sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor yang sangat mendukung perkembangan sektor lainnya baik ke belakang maupun ke depan. Disamping sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor yang mengalami perubahan laju pertumbuhan yang positif yaitu sektor listrik, gas, dan air bersih dengan penambahan laju pertumbuhan sebesar 7.20 %.


(30)

Sebaliknya, sektor pertanian yang diharapkan dapat menjadi unggulan Maluku Utara, memiliki tingkat pertumbuhan di bawah lima persen yaitu 4.43 %. Demikian juga sektor industri pengolahan sebagai salah satu sektor berkontribusi besar terhadap PDRB Provinsi Maluku Utara, mengalami penurunan laju pertumbuhan sebesar 3.82 %.

Tabel 3. Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Provinsi Maluku Utara Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1999 s/d 2005

(%)

No Sektor 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

1 Pertanian -12.71 -11.75 1.91 3.23 4.65 2.90 4.43

2 Pertambangan dan

Penggalian

-34.21 1.29 1.72 0.84 1.29 2.10 2.05

3 Industri Pengolahan -29.57 -10.45 0.98 3.80 1.68 4.80 3.82

4 Listrik, Gas & Air

Bersih

6.54 5.82 5.46 26.37 8.31 4.46 7.20

5 Bangunan -83.66 12.85 4.85 4.81 1.60 1.40 1.82

6 Perdagangan, Hotel

&Restoran

8.06 -2.64 1.48 0.72 4.07 8.14 6.91

7 Pengangkutan dan

Komunikasi

2.47 6.27 1.85 2.24 6.00 3.60 7.62

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

-2.19 -7.55 2.58 3.21 7.20 3.63 6.19

9 Jasa-jasa 0.53 4.50 1.22 0.59 2.24 6.52 5.07

PDRB Maluku Utara -14.65 -5.62 1.67 2.44 3.82 4.70 5.11

Sumber BPS Provinsi Maluku Utara, 2002a dan 2006a, Data Diolah

Sementara itu, jika dibandingkan peranan setiap sektor pada level provinsi, penyebaran ketiga sektor utama yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor industri pengolahan masih berperan besar pada distribusi PDRB di setiap kabupaten/kota. Dari Tabel 4, terlihat bahwa sektor pertanian memiliki peran besar pada setiap kabupaten/kota dengan tetap menempati pada tiga sektor utama, namun demikian pada Kota Ternate sektor pertanian hanya menempati urutan ke-empat. Adapun penyebaran sektor industri pengolahan tidak terlalu mendominasi pada tiap kabupaten/kota, di mana hanya mendominasi


(31)

sebanyak 50 persen dari 8 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, dan Kabupaten Halmahera Utara. Sedangkan pada kabupaten/kota lainnya yaitu Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Halmahera Timur, Kota Ternate dan Kota Tidore Kepulauan, pada umumnya sektor jasa-jasa dan sektor pertambangan dan penggalian yang lebih mendominasi di samping peranan sektor lainnya.

Tabel 4. Tiga Sektor Dominan dan Kontribusi PDRB-nya Per Kabupaten/ Kota di Provinsi Maluku Utara Tahun 2005

PDRB

No Kabupaten/Kota Sektor Dominan

(Juta Rp.) (%)

Pertanian 76 092.29 38.55

Perdag., Hotel & Restoran 49 849.33 25.26

1 Kab. Halmahera Barat

Industri Pengolahan 43 784.46 22.19

Pertanian 188 353.78 41.66

Perdag., Hotel & Restoran 98 214.84 21.72

2 Kab. Halmahera Selatan

Industri Pengolahan 91 200.00 20.17

Pertambangan & Penggalian 74 797.94 37.78

Pertanian 68 692.54 34.70

3 Kab. Halmahera Tengah

Perdag., Hotel & Restoran 20 879.58 10.55

Pertanian 102 791.23 37.99

Perdag., Hotel & Restoran 60 638.99 22.41

4 Kab. Kepulauan Sula

Industri Pengolahan 59 012.00 21.81

Pertanian 175 904.09 43.15

Perdag., Hotel & Restoran 84 719.99 20.78

5 Kab. Halmahera Utara

Industri Pengolahan 84 262.43 20.67

Pertanian 99 029.20 50.99

Perdag., Hotel & Restoran 31 544.43 16.24

6 Kab. Halmahera Timur

Pertambangan & Penggalian 26 384.67 13.59

Perdag., Hotel & Restoran 139 790.00 32.55

Jasa-jasa 84 852.00 19.76

7 Kota Ternate

Pengangkutan & Komunikasi 59 118.00 13.77

Pertanian 126 097.51 56.14

Perdag., Hotel & Restoran 45 137.10 20.09

8 Kota Tidore Kepulauan

Jasa-jasa 18 025.37 8.02

Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2006a, Data Diolah

Dibandingkan dengan sektor pertanian dan sektor industri pengolahan, peranan dan penyebaran sektor perdagangan, hotel dan restoran secara keseluruhan pada tiap wilayah masih mendominasi pada tiga sektor utama dalam


(32)

kontribusinya terhadap nilai tambah bruto baik pada level provinsi maupun pada tiap kabupaten/kota di Maluku Utara.

Kebijakan pembangunan yang dilaksanakan di Provinsi Maluku Utara selama ini bukan tanpa masalah. Pelaksanaan pembangunan di Provinsi Maluku Utara telah menghasilkan kemajuan yang cukup berarti dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah ini. Namun permasalahan dan tantangan yang masih dihadapi, membutuhkan penanganan serius sebagaimana yang diidentifikasikan di antaranya (BAPPEDA Provinsi Maluku Utara, 2006): Pertama, lambannya pertumbuhan ekonomi daerah. Walaupun dalam kurun waktu tahun 2001 s.d. 2005 kondisi perekonomian Provinsi Maluku Utara berangsur-angsur pulih, namun dampak krisis ekonomi dan konflik horizontal masih terlihat dari belum kokohnya struktur ekonomi rakyat dan lambannya kinerja ekonomi daerah yang ditandai oleh rata-rata pertumbuhan ekonomi menurut sektor periode tahun 2001 s/d tahun 2005 dalam proporsi yang kecil yaitu 3.5 persen. Kedua, belum optimalnya upaya revitalisasi setiap sektor perekonomian. Potensi daerah pada setiap sektor belum dikelola secara optimal. Misalnya, pengelolaan pertanian belum dilakukan secara optimal antara lain terlihat dari 153 668 ha lahan garapan baru sebesar 25 198 ha yang tergarap. Demikian halnya potensi subsektor perikanan, potensi lestari yang dapat dimanfaatkan sebesar 828 180 ton per tahun. Data empiris ini menunjukkan bahwa potensi sumberdaya Maluku Utara cukup besar dan mempunyai prospek dikelola secara efisien dan berkelanjutan. Ketiga, kesenjangan dan ketidakserasian pembangunan antarwilayah. Kesenjangan merupakan dampak dari kurang meratanya penyebaran pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilnya, yang


(33)

mengakibatkan kesenjangan pertumbuhan antardaerah, antarsektor, dan antarpendapatan.

Di samping itu, kebijakan pembangunan yang ditempuh selama ini belum begitu optimal dalam mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan di Maluku Utara. Hal ini dapat terlihat dari tingkat pengangguran yang tercipta di Maluku Utara pada tahun 2005 sebanyak 53 146 jiwa, dimana jumlah tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2004 sebanyak 42 632 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk miskin di Maluku Utara tahun 2005 mecapai 256 640 jiwa miskin atau 54 365 KK (Data BPS).

Tingginya tingkat pengangguran dan besarnya angka kemiskinan, dapat dikatakan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah pertambahan angkatan kerja lebih besar dari lapangan kerja serta rendahnya produktivitas sektor pertanian sebagai prime mover dan sektor-sektor perekonomian lainnya dalam perekonomian Provinsi Maluku Utara. Meskipun sektor pertanian memberikan kontribusi yang paling besar dalam PDRB Maluku Utara dan penyerap tenaga kerja terbesar yaitu 71.91 %, namun sektor ini memiliki tingkat produktivitas yang sangat rendah yaitu 3.46 %.

Adanya perbedaan laju pertumbuhan sektor dikarenakan daya dukung secara internal maupun eksternal pada tiap sektor yang selalu mengalami perubahan memungkinkan terjadinya perubahan peranan sektor-sektor perekonomian dalam jangka waktu tertentu.

Untuk itu, sebaiknya kebijakan yang selama ini dilaksanakan oleh pemerintah Provinsi Maluku Utara perlu untuk dievaluasi kembali secara ilmiah melalui suatu analisis mengenai pengembangan sektor-sektor perekonomian


(34)

dengan melihat peranan masing-masing sektor secara mendetail sebagai dasar penyusunan strategi dan kebijakan yang lebih baik dalam tahapan pembangunan berikutnya. Interaksi antarsektor makin tidak dapat diabaikan, namun juga makin sulit untuk dimengerti, dan pengaruh berbagai jenis intensitas interaksi terhadap pertumbuhan dan perubahan struktural makin mempunyai peran penting dalam penentuan kebijakan. Selama ini sebagian besar perencanaan pembangunan ekonomi daerah masih bersifat parsial dan belum dapat mendeteksi bagaimana dampak investasi pada suatu sektor terhadap struktur perekonomian suatu wilayah. Hal ini sering menyebabkan pelaksanaan perencanaan banyak menemui kegagalan. Untuk dapat merencanakan pembangunan secara terintegrasi, diperlukan suatu model analisis yang tepat.

Upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pendekatan multisektoral yang mampu melihat keterkaitan dan peranan setiap sektor dalam suatu sistem perekonomian. Berdasarkan kondisi tersebut, analisis Tabel Input-Output (I-O) menjadi salah satu pilihan terbaik yang dapat membantu pihak pemerintah daerah dalam membuat kebijakan pembangunan ekonomi, terutama dalam upaya meningkatkan keterkaitan dan peranan antarsektor perekonomian 2. Analisis Input-Output merupakan suatu peralatan analisis keseimbangan umum. Dalam keseimbangan umum seluruh sektor dalam perekonomian adalah satu kesatuan sistem, dengan keseimbangan (atau ketidakseimbangan) di satu sektor berpengaruh terhadap keseimbangan (atau ketidakseimbangan) di sektor-sektor

2

Ediawan, 2003 “Alat analisis untuk melihat pembangunan di tingkat regional/lokal sebelum

analisis Tabel I-O (seperti Shift-ShareAnalysis, Location Quotient Analysis dan Economic Base

Analysis) tidak bisa menggambarkan keterkaitan antarsektor dan besar nilai pengganda suatu

sektor terhadap sektor lain. Sementara analisis lain yang lebih maju dari Tabel I-O (seperti Social

Accounting Matric dan General Equilibrium Model) dianggap masih sulit dilakukan karena selain memerlukan Tabel I-O, juga memerlukan survei komprehensif untuk memperoleh data neraca sosial, sehingga memerlukan waktu lama dan biaya besar.


(35)

lain. Keseimbangan dalam analisis Input-Output didasarkan arus transaksi antarpelaku perekonomian. Penekanan utama dalam analisis Input-Output ini adalah pada sisi produksi.

Upaya selanjutnya yang dilakukan setelah di analisis seberapa kuat keterkaitan dan seberapa besar pengganda dari sektor-sektor perekonomian pada level provinsi, perlu juga diidentifikasi pada daerah-daerah mana saja sektor-sektor tersebut yang memiliki keunggulan tersebar dan berperan atau menjadi basis. Oleh karena itu, pendekatan kedua yang diambil adalah dengan mengidentifikasi sektor basis pada setiap daerah kabupaten/kota, sehingga nantinya dalam pembuatan kebijakan sektoral lebih siginifikan dengan kondisi, potensi dan karaktersitik daerah Provinsi Maluku Utara.

Berdasarkan kondisi di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Sektor apa yang menjadi sektor unggulan provinsi, sehingga sektor tersebut memperoleh prioritas dalam menginjeksi sektor lain terkait pengalokasian sumberdaya yang terbatas?

2. Pada kabupaten/kota mana sektor unggulan provinsi menjadi sektor basis yang perlu dikembangkan?

3. Bagaimana kebijakan pengembangan setiap sektor sesuai skala di Maluku Utara?

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan antara lain:

1. Menganalisis sektor-sektor unggulan di level provinsi dalam struktur perekonomian Provinsi Maluku Utara.


(36)

2. Mengidentifikasi sektor-sektor unggulan provinsi yang menjadi sektor basis pada tiap kabupaten/kota.

3. Merumuskan kebijakan pengembangan sektor perekonomian Maluku Utara.

1.4.Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi pembuat kebijakan dan pemerintah (pusat dan daerah), khususnya

pemerintah daerah Provinsi Maluku Utara, sebagai sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan pembangunan secara terintegrasi.

2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan dapat digunakan sebagai bahan dan referensi terkait dengan perencanaan pembangunan wilayah.

3. Bagi penulis dan pembaca, sebagai media pembelajaran untuk menerapkan teori-teori yang terkait dengan topik penelitian.

1.5.Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Maluku Utara yang meliputi delapan kabupaten/kota, di mana analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan multisektoral, yaitu menganalisis sektor-sektor perekonomian yang dikategorikan oleh BPS yang berkontribusi dalam pembentukan PDRB. Untuk analisis sektoral pada tingkatan provinsi dipakai analisis Tabel Input-Output. Sesuai dengan yang dikemukakan pada tujuan penelitian, maka yang pertama dilakukan adalah meng-update Tabel Input-Output Provinsi Maluku Utara tahun 2001 untuk mendapatkan matriks teknologi pada tahun analisis sehingga dapat dipakai untuk analisis Tabel Input-Output Provinsi Maluku Utara selanjutnya.


(37)

Setelah diperoleh Tabel Input-Output Provinsi Maluku Utara hasil update, kemudian dianalisis dengan poin-poin selanjutnya yang dikemukakan pada tujuan penelitian. Sedangkan analisis sektoral di tingkatan kabupaten/kota dilakukan analisis sektor basis dengan menggunakan alat analisis Location Quotient dan Shift Share.

Berdasarkan analisis Input-Output pada level provinsi dan analisis sektor basis pada level kabupaten/kota, selanjutnya dilakukan perumusan kebijakan pengembangan sektor-sektor perekonomian sesuai skala prioritas yang dianalisis dengan memadukan antara hasil analisis Input-Output dan analisis Location Quotient dan Shift Share serta berbagai faktor pertimbangan lainnya dengan melakukan analisis secara deskriptif.


(38)

2.1.Tinjauan Teoritis

2.1.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

Dalam melaksanakan pembangunan diperlukan landasan teori yang mampu menjelaskan hubungan korelasi antara fakta-fakta yang diamati, sehingga dapat merupakan kerangka orientasi untuk analisis dan membuat ramalan terhadap gejala-gejala baru yang diperkirakan akan terjadi. Dalam pembangunan wilayah, banyak teori dapat digunakan sebagai landasan untuk menjelaskan pentingnya pembangunan wilayah.

1. Aliran Klasik

Aliran klasik berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi disebabkan karena faktor kemajuan teknologi dan perkembangan jumlah penduduk. Kemajuan teknologi tergantung pada pembentukan modal. Dengan adanya akumulasi modal akan memungkinkan dilaksanakannya spesialisasi atau pembagian kerja sehingga produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan. Dampaknya akan mendorong penambahan investasi (pembentukan modal) dan persediaan modal (capital stock), yang selanjutnya diharapkan akan meningkatkan kemajuan teknologi dan menambah pendapatan. Bertambahnya pendapatan berarti meningkatkan kemakmuran (kesejahteraan) penduduk. Peningkatan kemakmuran mendorong bertambahnya jumlah penduduk. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan berlakunya hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang (law of deminishing returns), yang selanjutnya akan menurunkan akumulasi modal. Beberapa tokoh atau pengikut aliran Klasik yaitu Adam Smith, David Ricardo, Robert Malthus, dan J.B. Say.


(39)

2. Aliran Neo Klasik

Aliran Neo Klasik menggantikan aliran klasik. Ahli-ahli Neo Klasik banyak menyumbangkan pemikiran mengenai teori pertumbuhan ekonomi, yaitu: • Akumulasi modal merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi, • Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang gradual,

• Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang harmonis dan kumulatif, • Aliran Neo Klasik merasa optimis terhadap pertumbuhan (perkembangan).

Meskipun model pertumbuhan Neo Klasik telah digunakan secara luas dalam analisis regional, namun beberapa asumsi mereka adalah tidak tepat, yakni: (1) full employment yang terus menerus tidak dapat diterapkan pada sistem multi-regional dimana persoalan-persoalan multi-regional timbul disebabkan karena perbedaan-perbedaan geografis dalam hal tingkat penggunaan sumberdaya, dan (2) persaingan sempurna tidak dapat diberlakukan pada perekonomian regional dan spasial.

Tingkat pertumbuhan terdiri dari tiga sumber, yaitu akumulasi modal, penawaran tenaga kerja dan kemajuan teknik. Model Neo Klasik menarik perhatian ahli-ahli teori ekonomi regional karena mengandung teori tentang mobilitas faktor. Implikasi dari persaingan sempurna adalah modal dan tenaga kerja akan berpindah apabila balas jasa faktor-faktor tersebut berbeda-beda. Modal akan berarus dari daerah yang mempunyai tingkat biaya tinggi ke daerah yang mempunyai tingkat biaya rendah, karena keadaan yang terakhir itu memberikan suatu penghasilan (returns) yang lebih tinggi. Tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan akan pindah ke daerah lain yang mempunyai lapangan kerja baru yang merupakan pendorong untuk pembangunan di daerah tersebut.


(40)

3. Aliran Keynes dan Pasca Keynes

Mula-mula Keynes menekankan pada persoalan permintaan efektif (effective demand). Analisisnya adalah jangka pendek. Tema sentralnya adalah bahwa karena upah bergerak lamban, maka sistem kapitalisme tidak akan secara otomatis menuju kepada keseimbangan penggunaan tenaga kerja secara penuh (full-employment equlibrium). Menurut Keynes, akibat yang ditimbulkan adalah justru sebaliknya (equilibrium underemployment) yang dapat diperbaiki melalui kebjakan fiskal atau moneter untuk meningkatkan permintaan agregat.

Aliran Pasca Keynes memperluas teori Keynes menjadi teori output dan kesempatan kerja dalam jangka panjang, yang menganalisis fluktuasi jangka pendek untuk mengetahui adanya perkembangan jangka panjang. Beberapa persoalan penting dalam aliran Pasca Keynes adalah:

a. Syarat-syarat apakah yang diperlukan untuk mempertahankan perkembangan pendapatan yang mantap (steady growth) pada tingkat kesempatan dalam kesempatan kerja penuh (full employment income) tanpa mengalami deflasi maupun inflasi.

b. Apakah pendapatan itu benar-benar bertambah pada tingkat sedemikian rupa sehingga dapat mencegah terjadinya kemacetan yang lama atau tingkat inflasi terus menerus.

Apabila jumlah penduduk bertambah, maka pendapatan per kapita akan berkurang, kecuali bia pendapatan riil juga bertambah. Selanjutnya bila angkatan kerja berkembang, maka output harus bertambah juga untuk mempertahankan kesempatan kerja penuh. Bila terjadi investasi, maka pendapatan riil bertambah pula untuk mencegah terjadinya kapasitas yang menganggur (idle capacity).


(41)

4. Teori Basis Ekspor

Teori basis ekspor adalah bentuk model pendapatan yang paling sederhana. Teori ini sebenarnya tidak dapat digolongkan sebagai bagian dari ekonomi makro interregional karena teori ini menyederhanakan suatu sistem regional menjadi dua bagian, yaitu daerah yang bersangkutan dan daerah-daerah lainnya.

Aktivitas dalam perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor kegiatan yakni aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang melakukan aktivitas yang berorientasi ekspor (barang dan jasa) ke luar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Kegiatan non basis adalah kegiatan yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalam batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Luas lingkup produksi dan pemasarannya adalah bersifat lokal.

Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional.

Analisis basis ekonomi adalah berkenaan dengan identifikasi pendapatan basis (Richardson, 1977 dalam Adisasmita, 2005). Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan, yang selanjutnya menambah permintaan terhadap barang atau jasa di dalam wilayah tersebut, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kenaikan volume kegiatan non basis. Sebaliknya, berkurangnya aktivitas basis akan mengurangi pendapatan yang mengalir ke dalam suatu wilayah.


(42)

5. Teori Sektor

Salah satu teori pertumbuhan wilayah yang paling sederhana adalah teori sektor. Teori ini dikembangkan berdasar hipotesis Clark-Fisher yang mengemukakan bahwa kenaikan pendapatan per kapita akan dibarengi oleh penurunan dalam proporsi sumberdaya yang digunakan dalam sektor pertanian (sektor primer) dan kenaikan dalam sektor industri manufaktur (sektor sekunder) dan kemudian dalam industri jasa (sektor tersier). Laju pertumbuhan dalam sektor yang mengalami perubahan (sector shift), dianggap sebagai determinan utama dari perkembangan suatu wilayah.

Alasan dari perubahan atau pergeseran sektor tersebut dapat dilihat dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Pada sisi permintaan, yaitu elastisitas pendapatan dari permintaan untuk barang dan jasa yang disuplai oleh industri manufaktur dan industri jasa adalah lebih tinggi dibandingkan untuk produk-produk primer. Maka pendapatan yang meningkat akan diikuti oleh perpindahan (realokasi) sumberdaya dari sektor primer ke sektor manufaktur dan sektor jasa. Sisi penawaran, yaitu realokasi sumberdaya tenaga kerja dan modal dilakukan sebagai akibat dari perbedaan tingkat pertumbuhan produktivitas dalam sektor-sektor tersebut.

2.1.2. Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi daerah berbeda dari pengembangan ekonomi nasional dalam beberapa hal, yaitu (Meyer-Stamer, 2003).

• Ada sejumlah instrumen untuk meningkatkan pembangunan ekonomi yang berada di luar jangkauan inisiatif lokal, untuk mendorong semua tersebut harus dikerjakan dalam kerangka kondisi yang umum, misalnya nila tukar mata uang, tarif pajak, kebijakan anti-trust, atau kerangka hukum


(43)

ketenagakerjaan. Dalam waktu yang sama, banyak instrumen local economic development (LED) yang tidak sesuai untuk pemerintahan nasional, contohnya pembangunan bisnis real estate atau program pelatihan bisnis.

• Pembangunan ekonomi nasional dirumuskan dan dilaksanakan oleh

pemerintah. Pelaku non pemerintahan dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan, seperti lobi atau bertukar informasi dan pengetahuan. Akan tetapi dalam hal penetapan akhir kebijakan, lebih banyak jumlah kelompok sasaran daripada para penentu kebijakan. Pada tingkat daerah, hal tersebut dapat dianggap sebagai suatu perbedaan. Dalam kasus yang paling ekstrim, inisiatif pembangunan daerah dapat didesain dan dilaksanakan oleh pelaku swasta tanpa partisipasi dari pemerintah.

• Program pembangunan ekonomi nasional mencakup pengertian yang jelas mengenai pembagian tugas antara badan legislatif dan eksekutif dari pemerintah. Inisiatif pembangunan daerah biasanya mencakup definisi-definisi peran yang samar, dan menjelaskan serta mendefinisi-definisikan peran dari berbagai stakeholder yang berbeda merupakan satu tantangan utama dari setiap inisiatif pembangunan daerah.

Perbedaan antara pembangunan ekonomi dan pembangunan daerah juga perlu dipertegas. Menurut Meyer-Stamer (2003) pembangunan ekonomi lokal berbeda dari pembangunan lokal atau regional. Adalah sangat sulit menentukan perbedaan-perbedaan itu secara tepat. Orang cenderung lebih mengidentifikasikan pembangunan ekonomi lokal dengan pembangunan kota atau kecamatan dan pembangunan ekonomi regional dengan kumpulan kota-kota (biasanya sampai tingkat propinsi). Dengan kata lain, batasan dari lokal dan regional sangat


(44)

tergantung dari kasusnya. Hanya satu yang pasti bahwa “lokal” ditujukan pada daerah geografis yang lebih kecil daripada “region”.

Menurut Arsyad (1999) tujuan pembangunan daerah adalah: 1). menciptakan lapangan kerja, 2). mencapai stabilitas ekonomi daerah, 3). Mengembangkan basis ekonomi yang beragam. Lapangan kerja diperlukan agar penduduk mempunyai penghasilan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Agar lapangan kerja dapat tercipta, diperlukan persyaratan antara lain tersedianya lahan, modal dan prasarana. Stabilitas ekonomi daerah perlu dipertahankan agar pelaku usaha dan masyarakat dapat melakukan berbagai upaya secara terencana. Stabilitas ekonomi mencakup inflasi yang rendah, adanya peraturan usaha yang jelas disertai penegakan hukum yang konsisten, dan tidak adanya gangguan keamanan. Basis ekonomi yang beragam diperlukan agar perkembangan yang terjadi di suatu sektor tidak mempengaruhi sektor-sektor lain.

Setiap daerah dalam suatu negara mempunyai tujuan yang sama, yaitu menemukan cara untuk menciptakan lapangan kerja yang luas untuk memberikan penghasilan dan menaikkan kualitas hidup bagi masyarakat. Tetapi mengapa beberapa daerah berhasil dan yang lain tidak? Walaupun pemerintah pusat memainkan peran penting dalam pengembangan ekonomi melalui undang-undang, kebijakan fiskal, dan kebijakan pembangunan, namun keberhasilan atau kegagalan perkembangan ekonomi daerah sering tergantung pada apa yang terjadi pada tingkat kawasan. Kemampuan daerah untuk menggunakan sumber daya alam dan bakat lokal untuk mendukung inovasi yang kuat adalah kunci penggerak pertumbuhan ekonomi daerah. Oleh sebab itu, langkah pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah adalah mengenali kekuatan inovasi yang


(45)

menciptakan keberhasilan usaha, seperti kemampuan untuk mentransformasi gagasan dan pengetahuan baru dalam membuat barang atau pelayanan yang berkualitas. Inovasi yang tak henti-hentinya menciptakan produk bernilai tinggi akan memperluas perdagangan dan penguasaan pasar, dengan demikian memberi manfaat bagi perusahaan dan pekerja dengan keuntungan yang lebih besar dan upah yang lebih tinggi.

Untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi daerah tersebut, maka strategi pembangunan ekonomi daerah yang perlu dilakukan adalah: pengembangan fisik/lokalitas, pengembangan dunia usaha, pengembangan sumberdaya manusia (SDM), dan pengembangan masyarakat (Arsyad, 1999).

Pengembangan fisik dilakukan antara lain dengan menyediakan lahan untuk kegiatan usaha, pengaturan tata ruang untuk berbagai kegiatan penduduk, menyediakan prasarana dan sarana seperti jalan, pelabuhan, listrik, air bersih. Pengembangan dunia usaha dilakukan antara lain dengan menciptakan iklim usaha yang baik melalui penetapan kebijakan dan peraturan yang memudahkan pelaku ekonomi untuk menjalankan usahanya, menyediakan informasi mengenai perijinan, kebijakan dan rencana pemerintah daerah, sumber-sumber pendanaan; mendirikan media konsultasi bagi pengusaha dan masyarakat mengenai peluang usaha, masalah-masalah yang dihadapi, dan lainya. Pengembangan SDM dilakukan antara lain dengan pelatihan dan pendidikan. Pengembangan ekonomi masyarakat dilakukan terutama dengan memberdayakan masyarakat agar mampu memanfaatkan peluang yang ada dan mengatasi persoalan ekonomi yang dihadapi secara mandiri. Pembangunan ekonomi pada tingkat daerah seperti diuraikan diatas didasarkan pada pendekatan konvensional terhadap pembangunan daerah.


(46)

2.1.3. Pendekatan Sektoral dalam Perencanaan Pembangunan Wilayah Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah (termasuk perencanaan pergerakan di dalam ruang wilayah) dan perencanaan kegiatan pada ruang wilayah tersebut. Perencanaan kegiatan dalam wilayah diatur dalam perencanaan pembangunan wilayah. Misalnya, dalam bentuk perencanaan pembangunan jangka panjang (25 sampai dengan 30 tahun), perencanaan jangka menengah (5 sampai dengan 6 tahun), dan perencanaan jangka pendek (1 sampai dengan 2 tahun)

Perencanaan pembangunan wilayah tidak mungkin terlepas dari apa yang sudah ada saat ini di wilayah tersebut. Aktor (pelaku) pencipta kegiatan wilayah adalah seluruh masyarakat yang ada di wilayah tersebut dan pihak luar yang ingin melakukan kegiatan di wilayah itu. Dalam kelompok aktor, termasuk di dalamnya pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, investor asing, pengusaha swasta dalam negeri, BUMN, BUMD, koperasi, dan masyarakat umum.

Pada dasarnya perencanaan melihat ke depan tentang arah perkembangan berbagai kegiatan dalam wilayah dan melihat kemungkinan mengarahkannya kepada kondisi atau sasaran yang lebih diinginkan, dengan memperhatikan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi yang terbatas. Pada dasarnya perencanaan daerah melihat bagaimana dan ke arah mana setiap kegiatan yang di daerah akan berkembang serta mengkaji aspek-aspek positif dan negatif arah perkembangan tersebut. Setelah itu, penetapan arah dan sasaran yang mungkin dapat dicapai serta penetapan langkah-langkah yang perlu dilaksanakan untuk mencapai sasaran tersebut. Dalam menetapkan sasaran tesebut, perlu diteliti hasil


(47)

optimal yang mungkin dapat dicapai dan melihat kepada efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi serta terciptanya pembangunan yang berkesinambungan.

Baik dalam perencanaan pembangunan nasional maupun dalam perencanaan pembangunan daerah, pendekatan perencanaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional (wilayah). Pendekatan sektoral dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada di wilayah tersebut. Pendekatan ini mengelompokkan kegiatan ekonomi atas sektor-sektor yang seragam atau dianggap seragam.

Dalam pendekatan sektoral, pengelompokan sektor-sektor dapat dilakukan berdasarkan kegiatan yang seragam yang lazim dipakai dalam literatur atau pengelompokan berdasarkan administrasi pemerintahan yang menangani sektor tersebut. Dalam banyak hal, pengelompokan berdasarkan keseragaman kegiatan dan secara administrasi pemerintahan adalah sejalan, misalnya sektor perindustrian ada di bawah departemen perindustrian. Akan tetapi, ada juga sektor kegiatan yang pengendaliannya ada di bawah berbagai departemen seperti sektor jasa, sektor pemerintahan, sektor perhubungan, dan lain-lain.

Pendekatan sektoral adalah di mana seluruh kegiatan ekonomi di dalam wilayah perencanaan dikelompokkan atas sektor-sektor. Selanjutnya setiap sektor dianalisis satu per satu. Setiap sektor dilihat potensi dan peluangnya, menetapkan apa yang dapat ditingkatkan dan di mana lokasi dari kegiatan peningkatan tersebut. Caranya adalah masing-masing sektor dipreteli (break-down) sehingga terdapat kelompok-kelompok yang bersifat homogen. Terhadap kelompok yang homogen ini dapat digunakan peralatan analisis yang biasa digunakan untuk kelompok tersebut.


(48)

Analisis sektoral tidaklah berarti satu sektor dengan sektor yang lain terpisah total dalam analisis. Salah satu pendekatan sektoral yang sekaligus melihat kaitan pertumbuhan antara satu sektor dengan sektor lainnya dan sebaliknya, dikenal dengan nama analisis masukan-keluaran (input-output analysis). Perubahan pada satu sektor secara otomatis akan mendorong perubahan pada sektor lainnya.

2.1.4. Mengenali Model Input-Output dan Keterbatasannya

Daya tarik utama model Input-Output adalah menyajikan gambaran rinci mengenai struktur ekonomi pada suatu kurun waktu tertentu. Struktur ekonomi dapat mencakup suatu negara, daerah, metropolitan, maupun antardaerah. Dengan demikian, manfaat Tabel Input-Output adalah: (1) memberikan gambaran lengkap mengenai aliran barang, jasa, dan input antarsektor; (2) sebagai alat peramal mengenai pengaruh suatu perubahan kebijakan ekonomi (Boediono, 1981).

2.1.4.1.Paradigma dan Pendekatan Input-Output

Sejarah pemikiran ekonomi mencatat bahwa ide dasar pengembangan perhitungan keterkaitan antarindustri telah dilakukan oleh ekonom Perancis, yaitu Francois Quesnay pada tahun 1758 dalam teori distribusinya yang disebut Tableau Econmique (Budiharsono, 2001). Tableau economique merupakan diagram yang meperlihatkan bagaimana pengeluaran-pengeluaran dapat dilacak melalui perekonomian dengan cara yang sistematis (Miller dan Blair, 1985).

Karya Quesnay mengilhami Prof. Wassily Leontief untuk menerapkan ide tableau economique pada perekonomian Amerika Serikat, yang kemudian populer dengan sebuah Tabel Input-Output. Pada dasawarsa 1930-an Leontief menerapkan


(49)

tabel ini untuk membantu memahami bekerjanya perekonomian modern dan perencanaan di Amerika Serikat (Kuncoro, 2004).

Model Input-Output termasuk ke dalam model keseimbangan umum (general equilibrium). Dalam kerangka model Input-Output, produksi suatu sektor mempunyai dua dampak ekonomi terhadap sektor lain dalam perekonomian. Bila sektor Y meningkatkan Output-nya, ini berarti akan ada kenaikan permintaan dari sektor nya, ini berarti akan ada kenaikan permintaan dari sektor akan barang-barang antara yang diproduksi oleh sektor lain. Keterkaitan ini disebut kaitan ke belakang (KKB atau backward linkage) dalam model sisi permintaan, yang menunjukkan peranan suatu sektor dalam menciptakan permintaan turunan. Sebaliknya, kenaikan output di sektor Y juga berarti tambahan jumlah produk Y yang tersedia untuk digunakan sebagai input sektor lain dalam produksinya. Dengan kata lain, akan terjadi kenaikan suplai dari sektor Y bagi sektor lain yang menggunakan produk Y dalam produksinya. Keterkaitan ini dalam model sisi penawaran disebut kaitan ke depan (KKD atau forward linkage) karena menunjukkan derajat pemancaran penggunaan hasil produksi suatu sektor sebagai input bagi sektor lain.

Konsep dasar yang dikembangkan oleh Leontief adalah: (1) Struktur perekonomian tersusun dari berbagai “sektor” (industri) yang satu sama lain berinteraksi melalui transaksi jual beli, (2) Output suatu sektor dijual kepada sektor-sektor lainnya dan untuk memenuhi permintaan akhir, (3) Input suatu sektor dibeli dari sektor-sektor lainnya, dan rumah tangga (dalam bentuk jasa tenaga kerja), pemerintah (misalnya pembayaran pajak tidak langsung, penyusutan), surplus usaha serta impor, (4) Hubungan input dengan output


(50)

bersyarat linier, (5) Dalam suatu kurun waktu analisis (biasanya 1 tahun) total input sama dengan total output, dan (6) Suatu sektor terdiri dari satu atau beberapa perusahaan dan output tersebut diproduksikan oleh satu teknologi (Richardson, 1972; Miernyk, 1965 dan Isard, 1975).

Analisis Input-Output banyak diterapkan di dalam proses perencanaan pengembangan wilayah. Hal ini karena model Input-Output dapat diimplementasikan secara empirik pada bidang dimana keterbatasan data dan teori yang belum cukup berkembang membatasi ruang lingkup penelitian dan perencanaan.

2.1.4.2. Model Baku Tabel Input-Output

Di dalam Tabel Input-Output menggambarkan transaksi barang dan jasa dari berbagai sektor ekonomi yang saling berkaitan dan mempunyai hubungan saling ketergantungan transaksi barang dan jasa tersebut dinyatakan dalam suatu matriks segi n.

Tabel Input-Output dapat disajikan dalam dua jenis tabel, yaitu tabel impor bersaing dan impor tak bersaing. Perbedaan kedua tabel tersebut terletak pada perlakuan impor dalam tabel. Pada model impor bersaing, semua transaksi yang terdapat dalam tabel tidak dipisahkan antara barang dan jasa yang berasal dari domestik impor. Jenis tabel ini hanya menunjukkan banyaknya impor barang dan jasa secara total sektor penggunaan barang dan jasa tersebut, dan ditempatkan pada sebelah kanan bagian permintaan akhir dengan tanda negatif. Tabel Input-Output model impor tak bersaing menunjukkan pemisahan yang jelas antara barang dan jasa yang dihasilkan dari dalam negeri dan impor pada setiap transaksi yang ada di dalam tabel. Setiap input atau pembelian yang dilakukan oleh sektor


(51)

produksi dan permintaan akhir dapat dirinci menurut barang dan jasa domestik, impor dan total keduanya.

Tabel Input-Output dapat juga disajikan dalam bentuk lain, dimana impor berada pada input primer seperti yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Model Baku Tabel Input-Output

Input Antara Permintaan Akhir

Sektor Produksi i ... j ... n

Kon. RT Kon. Pemerintah Pembtk. Modal

Tetap St

ok

Eks

p

or Total

Output I N P U T A N T A R A S E K T O R P R O D U K S I i . . . j . . n xii ... ... ... xji ... ... xni ... ... ... ... ... ... ... ... xij ... ... ... xjj ... ... xnj ... ... ... ... ... ... ... ... xin ... ... ... xjn xnn Rhi ... ... ... Rhj ... ... Rhn Kpi ... ... ... Kpj ... ... Kpn Ii ... ... ... Ij ... ... In Si ... ... ... Sj ... ... Sn Ei ... ... ... Ej ... ... En Xi ... ... ... Xj ... ... Xn

Upah & Gaji RT

Li ... Lj ... Ln

Nilai Tambah Lain

Vi ... Vj ... Vn

Impor Mi ... Mj ... Mn

Total Input Xi ... Xj ... Xn

Sumber: Budiharsono, 2001 dan Kuncoro, 2004

Pada dasarnya tabel transaksi dapat dibagi dalam 4 kuadran. Pertama, kuadran transaksi antara (intermediate quadrant) yang menunjukkan keterkaitan sistem produksi. Dapat dikatakan, kuadran transaksi antara merupakan jantung dari model Input-Output. Karena itu kuadran ini sering disebut kuadran (matriks) antarindustri dan mencerminkan saling ketergantungan antarindustri dalam perekonomian. Pemahaman mengenai keterkaitan atau ketergantungan ekonomi ini amat penting dalam mengukur dampak perubahan output dari satu sektor terhadap tingkat output, penghasilan, atau kesempatan kerja sektor lain.


(52)

Kedua, kuadran permintaan akhir (final demand quadrant) yang secara eksogen ditentukan oleh faktor-faktor ekonomi di luar perekonomian. Kuadran ini mencatat penggunaan output masing-masing sektor yang langsung digunakan oleh pengguna akhir.

Ketiga, kuadran input primer (primary inputs quadrant) yang menunjukkan penggunaan input primer dalam suatu daerah atau negara. Kuadran ini mencatat input yang masuk ke dalam sektor antara yang berasal dari luar sistem produksi, dalam arti tidak dibeli dari perusahaan dalam perekonomian lokal (domestik). Namun demikian, tingkat aktivitas sektor input primer cenderung diperlakukan secara endogen, yakni melalui kuadran antara, pada tingkat permintaan akhir. Hal ini karena kuadran permintaan akhir dianggap sebagai sumber utama rangsangan atau dampak ekonomi secara eksogen. Rangsangan ini, seperti misalnya perubahan ekspor, bergerak lewat jalur reaksi ekonomi transaksi antara menuju kuadran input primer, yang mengakibatkan perubahan dalam aktivitas primer seperti tenaga kerja dan impor.

Keempat, input primer terhadap permintaan akhir (primary inputs to final demand) merupakan transaksi yang tidak secara langsung berkaitan dengan sistem produksi regional.

2.1.4.3. Analisis dengan Model Input-Output

Melalui mekanisme perhitungan rumus-rumus yang berlaku di dalamnya maka Tabel Input-Output dapat digunakan untuk mengetahui gambaran perekonomian suatu wilayah sesuai dengan aspek kepentingan analisis (Riyanto, 1997). Aspek-aspek yang memiliki fungsi dan kedudukan penting di dalam analisis perekonomian suatu wilayah adalah:


(53)

a. Analisis Keterkaitan Antarsektor

Pembangunan ekonomi setiap daerah merupakan untuk mengembangkan seluruh sektor perekonomian secara komprehensif dan terkait, namun yang menjadi persoalan bagaimana melihat keterkaitan antarsektor tersebut, karena tidak semua semua sektor dalam suatu daerah perekonomian memiliki nilai keterkaiatan yang sama.

Dengan mengetahui keterkaitan antarsektor dalam suatu perekonomian, secara efektif setiap injeksi investasi terhadap suatu sektor akan memberikan derajat keterkaitan yang tinggi terhadap sektor-sektor yang lain.

Backward Linkages (kaitan ke belakang) dan Forward Linkages (kaitan ke depan) adalah alat analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat keterkaitan suatu sektor terhadap sektor-sektor lain dalam perekonomian. Kaitan ke belakang merupakan alat analisis untuk mengetahui derajat keterkaitan suatu sektor terhadap sektor-sektor lain yang menyumbang input kepadanya. Kaitan ke depan merupakan alat analisis untuk mengetahui derajat keterkaitan antara suatu sektor yang menghasilkan output, untuk digunakan sebagai input bagi sektor-sektor yang lain (Kuncoro, 2004).

b. Analisis Angka Pengganda

Kadariah (1978) menyatakan bahwa peningkatan aktivitas sektor pemimpin (leading sector) ekonomi di suatu daerah pada masa berikutnya akan berpengaruh terhadap meningkatnya arus pendapatan ke daerah tersebut, meningkatkan konsumsi, meningkatkan permintaan barang dan jasa sektor-sektor lain yang pada akhirnya akan meningkatkan pula aktivitas sektor-sektor lain, demikian pula sebaliknya.


(54)

Analisis angka pengganda terdiri atas; Output Multiplier, merupakan alat analisis untuk menghitung total nilai produksi dari semua sektor ekonomi yang diperlukan untuk memenuhi nilai permintaan akhir dari output suatu sektor. Para peneliti sering menghitung rasio yang disebut multiplier Type I dan Type II. Kedua jenis rasio tersebut dapat diterapkan pada angka pengganda output, pendapatan, dan tenaga kerja. Efek total multiplier pada dasarnya merupakan penjumlahan dari empat macam elemen efek yang saling berkaitan, yaitu (1) efek peningkatan output sektor yang bersangkutan (initial effect) merupakan besarnya perubahan output pada sektor yang bersangkutan akibat adanya perubahan permintaan akhir di sektor itu sendiri, (2) efek pembelian langsung (first round purchase / direct effect) merupakan besarnya nilai transaksi yang akan terjadi secara langsung antarindustri jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan mata uang, (3) efek tidak langsung (indirect effect) atau lebih dikenal efek pendukung industri (industrial support) merupakan dampak peningkatan pembelian dari suatu sektor kepada sektor lain dalam perekonomian akibat terjadi peningkatan permintaan akhir dalam sektor yang bersangkutan, dan (4) efek peningkatan konsumsi (consumption induced) merupakan efek peningkatan pembelian input sektor yang bersangkutan terhadap sektor rumah tangga, yang diwujudkan dalam peningkatan permintaan tenaga kerja, yang pada gilirannya berdampak pada peningkatan pendapatan rumah tangga (West, 1992).

Income multiplier (angka pengganda pendapatan) merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui dampak perubahan permintaan akhir terhadap perubahan pendapatan yang diterima oleh rumah tangga sebagai pensuplai tenaga kerja. Employment multiplier (angka pengganda kesempatan kerja) adalah alat


(55)

analisis untuk mengetahui dampak perubahan permintaan akhir pada suatu sektor terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut.

c. Derajat Penyebaran Antarsektor

Dalam analisis derajat penyebaran antarsektor dapat diketahui:

(1) Koefisien Penyebaran (coefficient of dispersion) merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matriks kebalikan Leontief (Kriswantriyono, 1994). Injeksi investasi akan menghasilkan nilai tambah (value added) yang tinggi apabila sasaran injeksi tersebut diarahkan pada sektor yang mampu menarik sektor-sektor lainnya untuk meningkatkan outputnya, yang dalam hubungan analisis Input-Output disebut sebagai sektor yang mempunyai nilai Backward Spread tinggi.

(2) Kepekaan Penyebaran (sensitivity of dispersion) merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matriks kebalikan Leontief. Suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian apabila sektor tersebut mampu mendorong perkembangan sektor-sektor lainnya dalam meningkatkan outputnya, yang dalam analisis Input-Output disebut sektor yang mempunyai nilai Forward Spread tinggi.

2.1.4.4. Asumsi dan keterbatasan Analisis Input-Output

Dalam suatu model Input-Output yang bersifat terbuka dan statis, transaksi-transaksi yang digunakan dalam penyusunan tabel Input-Output harus memenuhi tiga asumsi dasar, yaitu (Budiharsono, 2001; Tarigan, 2005; Widodo, 2006 dan BPS, 2002c) :


(1)

Lampiran 9. Sektor Penyedia Input dan Pengguna Output Bagi Pengembangan Sektor Agroindustri di Maluku Utara Kode

Sektor 1 s/d 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 s/d 5 307 711 2 017 527 932 0 0 23 634 1.214 18 730 41 385 0

6 2 23 344 83 696 9 899 0 8 318 0 0 0 0

7 21 240 2 471 133 055 850 1 158 19 567 25 731 375 1 845 27 293

8 108 800 4 662 491 257 295 8 813 63 84 250

9 421 152 727 71 3 520 62 3 343 148 53 204

10 9 047 9 993 6 008 588 3 357 1 859 14 679 385 154 2 546

11 33 976 2 313 316 112 3 924 2 800 59 175 13 781 887 1 358 40 251

12 247 281 2 244 13 129 68 3 024 672 0 2 302

13 1 060 317 4 377 24 32 340 53 633 69 2 248 7 248

14 7 732 2 136 22 074 120 189 1 390 28 582 59 338 6 364

15 6 522 0 37 210 0 408 1 493 5 338 0 98 1 391

16 0 0 4 604 0 0 36 1 617 0 0 945

17 56 0 1 439 13 32 151 5 575 0 0 101

18 609 1 738 2 881 3 64 2 4 479 24 184 7 599

19 762 566 9 377 203 197 590 36 155 547 140 3 412

20 2 549 1 811 5 163 964 190 884 47 235 69 136 2 789

21 57 513 12 130 0 0 0 0 0 0 0 0

22 1 034 1 057 3 660 291 2 108 466 3 683 187 0 8 268

23 0 59 6 0 0 0 0 111 120 1 393

24 373 159 415 31 29 15 4 909 0 0 11 320


(2)

Lampiran 9. Lanjutan Kode

Sektor 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Total

1 s/d 5 10 606 0 0 0 0 0 0 17 701 1 808 916 953 654

6 0 0 0 0 0 0 0 147 0 0 125 406

7 10 083 661 3 577 1 695 1 739 6 578 0 6 440 399 2 523 267 280

8 142 9 28 223 732 1 827 0 135 343 70 19 332

9 863 58 967 253 418 1 127 0 436 47 155 13 025

10 2 513 504 629 9 963 13 314 17 637 0 2 381 68 385 96 010

11 4 815 654 2 640 1 429 3 601 6 790 0 9 768 4 541 6 748 515 563

12 88 0 7 056 2 307 2 056 2 251 0 57 71 28 22 894

13 3 295 24 3 699 237 276 5 548 0 514 177 17 83 135

14 514 97 529 416 564 3 004 0 420 56 507 75 091

15 10 629 4 170 1 698 334 20 932 2 300 0 0 0 0 92 523

16 4 185 1 747 0 69 547 68 0 0 0 0 13 818

17 170 12 7 388 2 234 1 413 2 332 0 0 0 0 20 916

18 15 816 2 201 2 045 1 866 153 1 694 0 75 85 93 41 611

19 2 940 205 2 746 6 937 28 867 9 215 0 797 298 625 104 579

20 781 103 1 419 932 2 642 7 735 0 475 275 34 76 186

21 0 0 0 0 0 0 0 52 294 0 7 940 129 877

22 1 260 90 0 1 896 2 581 2 162 0 1 960 418 115 31 236

23 36 10 0 190 997 507 0 650 10 323 0 14 402

24 0 0 0 78 73 493 0 192 16 37 18 140


(3)

Lampiran 10. Strategi Pengembangan Agroindustri di Maluku Utara

Perlu ditekankan bahwa sumberdaya ekonomi yang dimiliki daerah sangat terbatas adanya, sehingga proses pembiayaan pembangunan perlu diprioritaskan pada sektor-sektor tertentu yang memiliki keunggulan pada beberapa aspek. Diantara keunggulan tersebut yaitu kemampuan menyerap tenaga kerja, kemampuan menciptakan nilai tambah dan secara berkelanjutan dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang optimal serta mampu untuk mendorong dan menarik sektor-sektor perekonomian lainnya untuk berkembangan secara selaras dan sinergis.

Berangkat dari pemahaman tersebut, kebijakan yang direkomendasikan melalui penelitian ini dalam mengembangkan perekonomian daerah Maluku Utara guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal adalah dilakukan dengan pengembangan industri pengolahan berbasis pertanian yaitu pengembangan agroindustri. Lingkup agroindustri ini tidak hanya aktivitas pengolahan sederhana di tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan mulai dari penanganan pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan dengan maksud untuk menambah value added (nilai tambah) dari produksi primer tersebut. Tujuan dari kebijakan ini yaitu:

1. Proses penciptaan nilai tambah dan daya saing hasil pertanian.

2. Mendorong pertumbuhan sektor ekonomi lain melalui “multiplier effect”. 3. Kenaikan permintaan komoditi pertanian.

4. Kenaikan pendapatan daerah.

Namun demikian, agar berkembang dengan cepat dan selaras dengan potensi sumber daya yang dimiliki dan sasaran ekonomi dan sosial yang telah


(4)

ditetapkan, strategi apakah yang tepat untuk diterapkan. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan sebelumnya terlihat bahwa terdapat beberapa permasalahan dalam pengembangan perekonomian di Maluku Utara khususnya pengembangan sektor pertanian dan industri pengolahan yaitu:

1. Rendahnya produktivitas sektor pertanian.

2. Rendahnya nilai tambah yang diciptakan dari perbandingan penggunaan tenaga kerja.

3. Lambatnya pertumbuhan sektoral.

4. Rendahnya keunggulan kompetitif sektoral. 5. Rendah dan sederhananya penerapan teknologi.

6. Pembiayaan pengembangan sektor yang masih rendah. 7. Kualitas sumberdaya manusia yang belum memadai. 8. Kelembagaan yang belum terorganisis dengan baik.

9. Pengaruh regulasi yang terlalu menghambat pengembangan sektor.

Mencermati gambaran perekonomian, tujuan dan permasalahan sebelumnya, maka beberapa strategi pengembangan sektor ekonomi khususnya pengembangan industri pengolahan berbasis pertanian (agroindustri), di antaranya adalah:

1. Penerapan Teknologi

Saat ini penerapan teknologi dalam sektor pertanian masih tergolong rendah. Hal ini yang merupakan salah satu penyebab rendahnya prouktivitas sektor/komoditi pertanian. Melalui penerapan teknologi diharapkan dapat meningkatkan daya saing sektor pertanian serta nilai tambah produk yang


(5)

dihasilkan. Dalam meningkatkan penerapan teknologi di sektor pertanian, hal mendasar yang harus segera dilakukan antara lain:

a) Peningkatan riset dan teknologi, Tingkat pengembangan teknologi akan menaikkan tingkat produktivitas yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Untuk mengembangkan teknologi tersebut dapat dilakukan melalui riset dan pengembangan (R&D). R&D memang sangat tergantung pada ketersediaan dana yang mencukupi dan kesinambungan kemauan politik pemerintah untuk terus memajukan teknologi. Jika anggaran pemerintah daerah untuk melakukan R&D masih tergolong rendah, diperlukan insentif bagi swasta untuk melakukan R&D dengan melakukan pembenahan permasalahan sektor riil dan iklim dunia usaha.

b) Penerapan teknologi rekayasa biologi, dalam hal ini yaitu penggunaan bibit unggul yang mampu meningkatkan efeisiensi penggunaan lahan pertanian. c) Kerjasama antara lembaga pendidikan, pemerintah dan swasta, dalam

upaya mewujudkan pertanian yang maju tiga pilar iptek tersebut harus berada dalam suatu networking dengan pola hubungan simbiosis mutualisme.

2. Peningkatan Aspek Pembiayaan

Sebagian besar tenaga kerja pertanian terdapat di pedesaan yang salah satu ciri identik masyarakat pedesaan adalah permodalan yang lemah. Di satu sisi petani harus meningkatkan produktivitasnya dan pendapatan namun di sisi lain dihadapi dengan biaya-biaya yang tinggi. Strategi pembiayaan yang dapat dilakukan diantaranya yaitu Contract Farming, dimana terjadi pembagian beban resiko produksi dan pemasaran diantara pelaku usaha (industri) dan petani kecil sehingga dapat menjadi terobosan dalam mengurangi biaya transaksi yang tinggi.


(6)

Keuntungan contract farming yaitu: 1) mengatasi masalah minimnya informasi, 2) memiliki kepastian bahwa produknya akan dibeli saat panen, 3) posisi tawar petani dapat ditingkatkan dan pihak perbankan dengan sendirinya akan berkeinginan membantu pembiayaan.

Disamping itu peran lembaga keuangan khususnya perbankan dalam pembiayaan pembangunan harus lebih ditingkatkan melalui upaya-upaya pemerintah untuk menciptakan regulasi mendukung serta upaya masyarakat yang menunjukkan produktivitas ekonomi yang baik guna menarik pihak perbankan untuk melakukan pembiayaan.

3. Pengembangan Sumberdaya Manusia

Strategi pengembangan SDM dimulai dari dukungan pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan. Bentuk pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal dan informal. Bentuk pendidikan informal dilakukan dengan cara menumbuhkan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) dalam mengelola pertanian.

4. Kelembagaan Kemitraan Usaha

Membentuk kelembagaan kemitraan usaha dalam konteks pengembangan sektor pertanian ke arah industrialisasi dan korporasi pertanian yang didukung oleh setiap instansi, dinas serta lembaga terkait.

5. Kebijakan Regulasi

Adanya semangat otonomi daerah, pemerintah daerah harus juga mampu memberikan dukungan administratif dan lingkungan kondusif bagi berkembangnya bisnis pertanian. Kebijakan perpajakan yang efektif akan membantu dan mendorong terciptanya mata rantai industri yang terintegrasi.