25. Industri pengolahan dan pengawetan daging;
26. Industri pengolahan dan pengawetan ikan dan biota perairan lainnya;
27. Industri pengolahan kopi;
28. Industri pengolahan sagu;
29. Industri pengupasan dan pembersihan kopi;
30. Industri perabot dan kelengkapan rumah tangga dari kayu;
31. Industri perabot dan kelengkapan rumah tangga dari kayu, bambu dan rotan;
32. Industri roti, kue kering dan sejenisnya;
33. Industri susu;
34. Industri tempe;
35. Industri penggergajian kayu.
Dengan adanya pengolahan lebih lanjut output sektor pertanian oleh sektor industri pengolahan diharapkan dapat menciptakan nilai tambah yang besar dan
dalam jangka pendek dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang baik, oleh karena adanya akumulasi modal dari penciptaan nilai tambah, peningkatan
produktivitas melalui penciptaan output, peningkatan kesejahteraan melalui peningkatan pendapatan masyarakat dan penciptaan lapangan kerja yang baru.
8.4. Perkembangan dan Prospek Sektor Industri Pengolahan Berbasis
Pertanian di Maluku Utara
Konsep kebijakan pengembangan sektor perekonomian Provinsi Maluku Utara yang dirumuskan yaitu pengembangan sektor unggulan industri pengolahan
yang berbasis pertanian atau agroindustri merupakan konsep yang sangat siginfikan dan relevan dengan karakteristik wilayah Maluku Utara sebagai
provinsi kepulauan yang memiliki sumberdaya alam terutama pertanian yang sangat besar potensial.
Sektor industri pengolahan yang berbasis pertanian, berdasarkan hail analisis merupakan sektor unggulan Provinsi Maluku Utara. Namun jika dilihat
kembali kontribusi dan laju pertumbuhan industri pengolahan terhadap pembentukan PDRB sejak periode analisis tahun 1999 sd tahun 2005 cenderung
mengalami penurunan kontribusi dan perlambatan pertumbuhan. Kondisi ini terutama terlihat sejak dan pasca terjadinya krisis horizontal yang melanda
Maluku Utara tahun 1999 sd tahun 2000. Hal ini dapat terlihat pada Tabel 50.
Tabel 50. Perkembangan Industri Pengolahan Berbasis Pertaniaan di
Maluku Utara
Profil Industri Pengolahan Berbasis Pertanian Tahun
Kontribusi Industri Pengolahan
Berbasis Pertanian Terhadap PDRB
Jumlah Perusahaan
unit Nilai
Investasi Rp. 000
Jumlah Pekerja
orang Nilai
Produksi Rp. 000
1996 -
1 816 4 553 984
13 206 12 311 255
1997 -
1 489 255 478 205
18 658 -
1998 -
1 834 193 032
13 644 -
1999 17.61 -
- -
- 2000 15.64
- -
- -
2001 15.63
282 9 350 026
1 459 550 386
2002 15.38
160 385 538
721 438 997
2003 15.09
329 49 946 002
2 279 101 992 060
2004 14.06
114 1 960 066
722 23 411 015
2005 13.38
100 190 819
891 3 698 700
Sumber: BPS Provinsi Maluku, 1999, Data Diolah
BPS Provinsi Maluku Utara, 2004 dan 2006b, Data Diolah Keterangan: Diambil dari informasi yang masih terdata pada Provinsi Maluku sebelum
pemekaran Data sebagian tidak teridentifikasi ketika konflik di Maluku Utara.
Berdasarkan informasi yang terdata pada Tabel 50, terlihat bahwa
kontribusi industri pengolahan terhadap pembentukan PDRB Maluku Utara cenderung mengalami penurunan pada setiap tahun sejak tahun 1999 sd tahun
2005. Hal ini tentunya sangat dipengaruhi oleh kinerja sektor itu sendiri. Jumlah unit usaha dan daya serap tenaga kerja pada industri pengolahan berbasis
pertanian baik itu perusahaan besar, menengah maupun usaha skala kecil dan mikro sangat besar saat sebelum terjadinya krisis dan konflik horizontal di
Maluku Utara. Kondisi ini berbeda ketika terjadinya konflik dan pasca konflik. Ketika terjadinya konflik pada tahun 1999 sd tahun 2000, industri di Maluku
Utara mengalami mati suri dan penurunan produktivitas. Pada tahun 2003, kondisi ini sedikit mengalami perbaikan dengan adanya penambahan jumlah unit usaha,
investasi, tenaga kerja dan produksi. Namun pada tahun 2004, industri pengolahan mulai mengalami penurunan kinerja, dimana kondisi ini diperkirakan disebabkan
oleh adanya aktifitas politik yaitu pemilihan umum. Melihat perkembangan industri pengolahan berbasis pertanian pada tahun
1996 sd tahun 2005, dapat dikatakan bahwa jumlah unit usaha, kinerja, investasi dan produktivitas sektor ini sangat di pengaruhi oleh stabilitas politik dan
keamanan baik daerah maupun nasional. Hal ini karena bila dilihat dari aspek ketersediaan sumberdaya alam, Maluku Utara memiliki sumberdaya alam yang
masih sangat besar dan berpotensi dalam mendukung pengembangan industri pengolahan berbasis pertanian maupun sektor-sektor perekonomian lainnya.
Maluku Utara memiliki segelitntir usaha industri pengolahan berbasis pertanian yang berskala besar, menengah maupun kecil, dimana sebagian masih
tetap bertahan setelah konflik dan sebagian sudah tidak lagi beroperasi. Diantaranya yaitu PT. Usaha Mina di Halmahera Selatan yang bergerak di industri
pengolahan perikanan; PT. Taiwi di Halmahera Barat yang bergerak di industri pengolahan kehutanan; PT. Mangole Timber Producers dan PT. Wiranusa
Trisatrya di Kepulauan Sula yang bergerak di industri pengolahan kehutanan untuk pengolahan kayu dan industri perekat; PT GAI Sinar Mas Gorup di
Halmahera Utara yang bergerak di industri pengolahan perkebunan untuk perkebunan pisang; PT. Bimoli yang bergerak di industri pengolahan perkebunan
untuk pengolahan minyak kelapa; PT. Jempol di Ternate yang bergerak di industri pengolahan perkebunan untuk pengolahan kopi.
Beberapa periode setelah pasca konflik dan pemekaran kabupatenkota, di Maluku Utara telah mengalami penambahan beberapa usaha industri pengolahan
berbasis pertanian, diantaranya yaitu CV. Ake Guraci yang memproduksi sirup pala. Di Kepulauan Sula pada awal 2007 di tandatangani MoU dengan perusahaan
patungan Indonesia Malaysia yaitu PT. Indomal Group dalam pengembangan Palm Oil Centre terpadu yang terdiri atas perkebunan kelapa sawit, pabrik
pengolahan crude palm oil CPO, pabrik pengolah CPO menjadi biodiesel dan pembangkit listrik.
Secara sektoral, potensi sektor pertanian sangat mendukung pengembangan industri pengolahan berbasis pertanian yang lebih baik kedepan di
Maluku Utara. Komoditas pertanian tanaman pangan Provinsi Maluku Utara adalah padi,
jagung, ubi kayu, kacang kedelai, kacang hijau dan umbi-umbian lainnya. Selain itu tanaman buah-buahan dan sayur-sayuran cukup berlimpah dan berkembang
sejalan dengan kebutuhan masyarakat. Jenis sayur-sayuran di Provinsi Maluku Utara cukup bervariasi, antara lain bawang merah, lombok, tomat, ketimun,
terong, kacang panjang, petsaisawi, kangkung, bayam dan sebagainya. Sedangkan untuk buah-buahan telah dikembangkan beraneka jenis buah-buahan
tropis seperfi pisang, nanas, alpokat, mangga, jeruk manis, salak, nangka dan sebagainya. Pisang calfandis felah dikembangkan seluas 2.500 Ha di Kecamatan
Galela oleh PT. Global Agronusa Indonesia PT. GAI sampai dengan tahun 1999. Karena kerusuhan, sejak tahun 2000 sampai kini tidak beroperasi lagi. Pada tahun
2005, luas panen tanaman padi sawah sekitar 12 793 ha; padi ladang 3 460 ha; jagung 3 001 ha; kedelai 498 ha; kacang tanah 1 788 ha; kacang hijau 320 ha; ubi
kayu 12 003 ha dan ubi jalar 4 124 ha. Untuk sektor perkebunan terdapat komoditi lain yang mempunyai potensi
dan prospek bagi pengembangan produk unggulan daerah, antara lain; kelapa, cengkeh, coklatcacao dan pala, disamping beberapa komoditi lainnya yang
sementara sedang dikembangkan yaitu; kopi, jambu mente, kapuk, vanili dan merica. Khusus tanaman kelapa luas areal 181 797 Ha dengan produksi 207 483
ton per tahun. Untuk menjadikan tanaman kelapa sebagai produk unggulan daerah, maka selain diambil buahnya, juga bagian pohon kelapa yang terdiri dari
sabut, tempurung dan lain-lain bermanfaat bagi kebutuhan manusia, ragam produk yang dihasilkan dari bahan baku kelapa diantaranya santan kelapa, tepung santan,
desicqated coconut, coconut cream , bahan kosmetik, cendra mata, spring bed dan
jok mobil. Cacaocoklat merupakan salah satu bahan baku yang sangat penting bagi industri makanan dan minuman, disamping bijinya, kulit buah cacao juga
dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran pakan ternak yang mengandung bahan lemak cukup tinggi. Luas areal kebun cacaocoklat di Maluku Utara pada
saat ini 19 359 Ha dengan produksi 10 750 ton per tahun, akan tetapi belum dikelola melalui teknologi industri, melainkan masih dalam bentuk bahan baku.
Pala termasuk tanaman rempah-rempah dan obat-obatan, biji dan fulinya merupakan bahan ekspor hasil perkebunan yang cukup penting, baik bagi
kebutuhan industri makanan, obat-obatan, sabun, parfum, dll. Luas areal kebun pala di Provinsi Maluku Utara saat ini 15 978 Ha dengan produksi 4 493 ton per
tahun, pengelolaan biji pala maupun fulinya masih dalam bentuk bahan baku,
sedangkan dagingnya sudah diproses untuk pembuatan manisan dan sirup pala, sedangkan untuk minyak pala masih tahapan rintisan. Tanaman cengkeh dikenal
juga sebagai tanaman rempah-rempah. Di Indonesia bunga cengkeh banyak digunakan untuk kebutuhan industri rokok kretek sebagai campuran tembakau
daun cengkeh clove leaf dan gagang clove stem, dipakai untuk pembuatan minyak cengkeh keperluan industri kimia dan obat-obatan. Luas areal kebun
cengkeh di Provinsi Maluku Utara 14.393 Ha dengan produksi 5 083 ton per tahun. Produk cengkeh sampai saat ini masih berbentuk bahan baku, sementara
produk lain seperti minyak cengkeh masih dalam rintisan. Pengembangan komoditi prioritas, diharapkan pada peningkatan mutu produksi dan pemasaran,
seperti kelapa, pala dan cacao dipacu pertumbuhannya hingga mencapai 5 per tahun, 3-5 per tahun, cengkeh dan kayu manis 1-2 per tahun. Sementara
yang tengah dirintis adalah vanili, lada dan kelapa sawit, potensi lahan di Kabupaten Halmahera Utara 847 487 ha, Kabupaten Halmahera Barat 116 231 ha,
Kabupaten Halmahera Timur 76 541 ha, Kabupaten Halmahera Selatan 172 873 ha, Kabupaten Halmahera Tengah 59 931 ha, Kabupaten Sula kepulauan 252 310
ha, Kota Tidore Kepulauan 57 238 ha dan Kota Ternate 45 946 ha. Untuk sektor peternakan, yang menjadi komoditi Maluku Utara
diantaranya adalah sapi potong, kerbau, kuda, kambing, babi, ayam kampung, ayam ras dan itik. Pada tahun 2005, persentase banyaknya ternak di Maluku Utara
yaitu untuk sapi potong sebanyak 40 537 ekor, kerbau 39 ekor, kuda 32 ekor, kambing 99 982 ekor, babi 41 236 ekor, ayam kampung 600 205 ekor, ayam ras
90 625 ekor dan itik 17 620 ekor.
Potensi kehutanan di Provinsi Maluku Utara pada tahun 2004 memiliki areal hutan seluas lebih kurang 3 184 725 ha, terbagi dalam beberapa jenis hutan:
Hutan lindung: 683 750 ha, Hutan produksi terbatas: 679 000 ha, Hutan produksi : 497 600 ha, Hutan PPA: 48 000 ha, dan Hutan konversi: 956 625 ha. Dari potensi
kehutanan itu terdapat berbagai jenis kayu komersial seperti kayu meranti, agathis, mersawa, merbau, benuang, nyatoh, motoa, bintanggur. Selain itu
terdapat juga jenis hasil hutan non kayu seperti rotan, damar, sagu, kayu gaharu, dan beraneka ragam anggrek alam, serta flora dan fauna menarik lainnya. Izin
kegiatan pengusahaan hutan di Provinsi Maluku Utara sampai tahun 2005 terdiri dari IUPHHK, IUPHHTI sebanyak 12 unit dengan target RKT seluas 12 565.04
Ha dan volume produksi sebesar 388 814.27 m
3
. Selain itu juga terdapat kegiatan pengolahan Hutan Tanaman Industri HPHTI sebanyak 3 unit seluas 60 914 ha.
Juga terdapat izin budidaya non kehutanan pada areal penggunaan lain APL sebanyak 25 kegiatan seluas 27 000 ha yang dikeluarkan oleh BupatiWalikota
dengan mempertimbangkan persetujuan prinsip dari Gubernur. Hasil hutan yang telah dimanfaatkan dalam bentuk ekspor produksi kayu pada tahun 2004 saja
sebesar 73.384 ton dengan nilai ekspor US 31 693 000, terdiri dari kayu lapis 69 286 ton senilai US 26 285 000, kayu gergaji 1 672 ton senilai US 897 000
dan kayu olahan sebanyak 2 426 ton dengan nilai ekspor US 4 511 000. Potensi yang tersedia pada subsektor perikanan dan kelautan standing
stock sebesar 694 382.48 ton per tahun dengan potensi lestari sebesar 347 191.24 ton per tahun, dan baru dimanfaatkan sebesar 26.51 atau sekitar 92 052.21 ton
per tahun. Jenis ikan yang tersebar di perairan Maluku Utara adalah ikan pelagis besar tuna, cakalang, tongkol, Kakap dan tenggiri potensi per tahun sebesar
211 590 ton, ikan pelagis kecil teri, kembung, layang, selar dan julung dengan potensi per tahun sebesar 169 834.33 ton, jenis ikan demersal kakap merah,
lencan, ekor kuning, baronang sebesar 135 005.24 ton per tahun, ikan karang dengan potensi per tahun sebesar 97 801.78 ton, Lobster dengan potensi per tahun
sebesar 11 999.74 ton, Cumi-cumi potensi pertahun sebesar 35 072.18 ton, Udang Penied potensi per tahun sebesar 26 545.26 ton. Sedangkan perikanan budidaya
dengan jenis komoditi ikan kerapu dengan luas lahan sebesar 24.75 ha, Rumput laut dengan luas lahan 74.25 ha, Ikan Nila dan Ikan Mas dengan luas lahan 22.67
ha, dan Udang Windu dengan luas lahan 20.10 ha. Produksi yang dicapai pada tahun 2004 untuk jenis ikan kerapu sebesar 38 484 ton per tahun, rumput laut
sebesar 16 387 ton per tahun, Ikan Nila dan Ikan Mas sebesar 19 682 ton per tahun, dan Udang Windu sebesar 3 556 ton per tahun.
Ketersediaan sumberdaya alam sektor pertanian yang cukup besar dan berpotensi tersebut, diharapkan akan menopang pengembangan industri
pengolahan yang berbasis pertanian yang lebih bernilai tambah. Tentunya harus didukung oleh infrastruktur yang memadai, stabilitas politik dan keamanan, dan
tingginya tingkat investasi di Maluku Utara.
8.5. Kebijakan Pengembangan Sektor Penyedia Input dan Pengguna
Output Sektor Pertanian dan Sektor Industri Pengolahan
Dalam mendukung kebijakan pengembangan perekonomian Provinsi Maluku Utara melalui pengembangan industri pengolahan berbasis pertanian,
tentunya memerlukan dukungan berbagai sektor-sektor lain sehingga akhirnya tercipta suatu hubungan simbiosis mutualisme antarsektor perekonomian melalui
tingkat keterkaitan dan dampak pengganda yang ditimbulkan. Oleh karena itu,
perlu diidentifikasi sektor-sektor utama yang harus diperhatikan dan dikembangkan oleh pemerintah daerah Provinsi Maluku Utara. Sektor-sektor yang
dimaksud adalah sektor-sektor yang menyediakan input untuk sektor industri pengolahan dan sektor pertanian, serta sektor-sektor yang menggunakan output
dari sektor industri pengolahan dan sektor pertanian. Sektor yang menyediakan input terbesar bagi sektor industri pengolahan
berbasis pertanian yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan besar dan eceran, angkutan laut, angkutan jalan raya, keuangan
persewaan dan jasa perusahaan, bangunan, listrik, dan komunikasi lihat Tabel
Lampiran 8. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa sektor pertanian
merupakan sektor esensial essentials sector terhadap kebijaksanaan pengembangan sektor industri pengolahan berbasis pertanian sebagai sektor
unggulan. Untuk mendukung hal tersebut, perlu dukungan pengembangan sarana dan prasarana serta jalur distribusi yang baik, yang ditunjukkan melalui
pengembangan peranan sektor angkutan laut, angkutan jalan raya, bangunan, listrik, komunikasi dan perdagangan besar dan eceran sebagai sektor pelancar
accelerators sector. Selanjutnya, sektor yang menggunakan output dari sektor industri
pengolahan berbasis pertanian yaitu, sektor pertanian dan industri pengolahan itu sendiri, kemudian sektor perdagangan besar dan eceran, sektor hotel, sektor
restoran, sektor bangunan, sektor angkutan laut, sektor angkutan jalan raya, dan sektor jasa sosial dan kemasyarakatan.
Menarik untuk dikaji keterkaitan input dan output antara sektor pertanian dan sektor industri pengolahan di Maluku Utara, dimana penggunaan input
terbesar oleh sektor industri pengolahan berasal dari output sektor pertanian sebaliknya sektor pertanian sangat kecil menggunakan output dari sektor industri
pengolahan. Hal ini perlu usaha-usaha dalam menciptakan keseimbangan antara sektor pertanian dan industri pengolahan melalui pengembangan industri
pendukung dalam menyediakan peralatan dan perlengkapan pertanian. Implikasinya adalah bahwa dalam pengembangan industri pengolahan
berbasis pertanian maka sektor pertanian perlu diprioritaskan untuk dikembangkan dengan dukungan sektor pelancar dari aspek pemasaran,
transportasi, permodalan, infrastruktur, dan komunikasi yaitu perdagangan besar dan eceran, restoran, hotel, angkutan laut, angkutan jalan raya, keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan, bangunan, dan komunikasi.
8.6. Kebijakan Pengembangan Sektor Perekonomian pada Level