Ukuran Daya Saing Faktor strategi, struktur dan persaingan perusahaan, yaitu hal-hal

Pertumbuhan merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Pertumbuhan dari output suatu sistem digunakan untuk menilai pertumbuhan kapasitas produksi yang dipengaruhi oleh adanya peningkatan tenaga kerja dan modal di wilayah tersebut. Pertumbuhan output per tenaga kerja sering digunakan sebagai indikator adanya perubahan daya saing wilayah tersebut Bhinadi, 2003. Literatur lain menggambarkan profitabilitas PROs dan market shares MSs sebagai indikator pembentuk daya saing. Fungsi dari kedua indikator ini dapat dituliskan dalam bentuk; COMPs = fPROs, MSs Pendekatan profitabilitas mengacu kepada teori keunggulan komparatif dimana keunggulan bersaing akan didapatkan apabila perusahaan atau industri dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan menggunakan jumlah dan jenis input yang sama pada produk yang sama. Oginskyy, Stiefelmeyer, dan Al Mussell 2011 yang menggambarkan ukuran alternatif daya saing sebagai profitabilitas produksi disuatu wilayah dengan wilayah lainnya, menyatakan bahwa pendekatan tersebut berasal dari gagasan absolute advantage dan pertumbuhan perdagangan. Dimana pendekatan ini memungkinkan profit mengarah pada spesialisasi dalam produksi, dan pasar untuk mengalokasikan produk. Orbán dan Dékán 2009 mengatakan bahwa profitabilitas tidak dapat dipertimbangkan hanya dengan menggunakan definisi tunggal, karena berbagai pendekatan menegaskan profitabilitas sebagai inti dari pendapatan dengan cara yang berbeda. Profitabilitas dapat diinterpretasikan sebagai rasio yang mencerminkan angka dari jumah profit yang ditandai sebagai persentase persen . Rasio dari nilai profitabilitas ini dapat digunakan untuk melihat kemampuan finansial dalam suatu bisnis. Rasio profitabilitas menurut Bringham dan Western 1990 adalah rasio yang mengukur tingkat efektivitas manajemen seperti ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan dari pendapatan investasi. Profitabilitas didefinisikan juga sebagai accounting profit atau economic profit . Accounting profit merupakan perbedaan antara pendapatan revenues dan biaya expenses dari suatu perusahaan dalam suatu periode waktu. Nilai tersebut dapat menjelaskan kemampuan hidup dari suatu bisnis. Konsep economic profit atau keuntungan ekonomi berdasarkan pada konsep dimana disamping dipengaruhi oleh biaya produksi, biaya opportunity atau biaya kesempatan juga mempengaruhi. Biaya oportunitas berhubungan dengan nilai uang atau investasi, tenaga kerja, dan kemampuan manajemen. Keuntungan ekonomi ini dapat menunjukkan perspektif bisnis jangka panjang Orbán dan Dékán, 2009. Kesulitan dari pendekatan profit ekonomi adalah dalam menentukan ukuran biaya oportunitas riil. Untuk itu, profitabilitas sering mengandalkan definisi accounting profit . Nilai tambah atau value added menurut definisi Eurostats tahun 2004 merupakan proksi dari accounting profit pada level industri. Nilai tambah yang dimaksudkan adalah pendapatan kotor dari kegiatan produksi yang dihitung sebagai nilai produksi dikurangi pengeluaran untuk pembelian barang dan jasa. Terpisah dari profit aktual, nilai tambah terdiri dari biaya tenaga kerja dan capital yang tersedia untuk investasi yang dibutuhkan. Hal ini membuat nilai tambah menjadi tidak tepat untuk pengukuran profit antar negara, antar industri dengan dua alasan utama. Alasan pertama adalah bahwa biaya tenaga kerja sangat berbeda di negara yang berbeda. Kedua, industri yang berbeda kebanyakan memiliki insentif modal yang berbeda, tergantung pada kebutuhan investasi yang berbeda-beda Fisher dan Schornberg, 2007. Nilai tambah sebagai persentase dari omset merupakan jenis marjin keuntungan, sedangkan nilai tambah per tenaga kerja unit akan menggambarkan lebih baik dibandingkan dengan menggunakan produktivitas. Rasio nilai tambah per perusahaan dapat merefleksikan lebih banyak perbedaan pada ukuran usaha rata-rata dibandingkan dengan menggunakan profitabilitas. Meskipun masalah- masalah diatas sering terlibat, profitabilitas dipercaya sebagai variabel kunci untuk menaksir daya saing sektor. Pangsa pasar Market Share dapat diartikan sebagai bagian pasar yang dikuasai oleh suatu perusahaan, atau prosentasi penjualan suatu perusahaan terhadap total penjualan para pesaing terbesarnya pada waktu dan tempat tertentu. Besarnya pangsa pasar setiap saat akan berubah sesuai dengan perubahan selera konsumen, atau berpindahnya minat konsumen dari suatu produk ke produk lain Charles, Joseph, dan Carl; 2001. Market share menurut Kotler 1997, merupakan pengukuran kinerja pemasaran atau kinerja operasional yang dapat membedakan antara yang menang dan yang kalah. Volume penjualan perusahaan tidak mengungkapkan sebaik apa kinerja perusahaan dibanding pesaingnya. Jika market share perusahaan meningkat berarti perusahaan dapat mengungguli pesaingnya, jika maket share perusahaan menurun, dapat dikatakan perusahaan kalah dari pesaingnya. Menurut UU Nomor 5 tahun 1999, pangsa pasar adalah persentase nilai jual atau beli barang atau jasa tertentu yang dikuasai oleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan dalam tahun tertentu. Market share absolut maupun relatif merupakan indikator perusahaan yang mampu menjelaskan tentang: 1. Kemampuan perusahaan menguasai pasar Kemampuan penguasaan pasar dapat dipandang sebagai salah satu indikator keberhasilan suatu perusahaan mencapai tujuan perusahaan. 2. Kedudukan atau posisi perusahaan di pasar persaingan Berdasarkan tingkat market share, kedudukan masing-masing perusahaan dilakukan dengan urutan di pasar persaingan. Secara berturut-turut, perusahaan dapat dibedakan menjadi; Market Leader, Market Challenger, Follower, dan Market Niecer Kotler, 1997. Masalah utama yang harus dihadapi dengan menganalisis pangsa pasar adalah bagaimana cara menormalkan pangsa pasar agar perbandingan tersebut dapat bermakna. Pangsa pasar agregat tidak hanya mencerminkan performa, tetapi secara umum juga merupakan fungsi dari ukuran agregat. Masalah lain dengan menggunakan analisis pangsa pasar adalah tidak dapat mencerminkan daya saing dalam jangka pendek, karena pangsa pasar sangat terpengaruh terhadap perubahan harga. Secara umum, indikator pangsa pasar dapat bermanfaat untuk menganalisis daya saing pada level perusahaan, namun untuk menganalisis daya saing secara agregat akan menjadi sebuah problematik. Pendekatan terakhir yang dapat digunakan untuk mengukur daya saing adalah dengan menggunakan biaya produksi COSTs. Secara umum, pendekatan ini dapat dituliskan dengan persamaa sebagai berikut; COMPs = fCOSTs Biaya produksi relatif merupakan ukuran paling mendasar dari daya saing. Pendekatan dengan menggunakan variabel ini menurut Oginskyy, Stiefelmeyer, dan Al Mussell 2011 berasal dari pandangan merkantilis yang menerangkan bahwa negara dengan biaya produksi terendah dalam menghasilkan produk dapat berhasil bersaing dengan impor dan memiliki harga yang kompetitif di pasar ekspor, sehingga produk tersebut memaksimalkan surplus perdagangan nasional. Secara umum, pendekatan biaya sumber daya domestik untuk menaksir tingkat daya saing termasuk dalam kategori ini. Kelemahan utama dari pendekatan ini adalah biaya dapat menjadi indikator daya saing yang berguna hanya jika kualitas produk dapat dikontrol. Kualitas produk yang tinggi akan membutuhkan biaya produksi yang lebih tinggi tetapi disisi lain juga membuat harga menjadi lebih mahal. Sehingga pendekatan menggunakan indikator biaya hanya dapat dilakukan pada pasar dengan kualitas yang telah memiliki standar. Dari penjelasan tersebut disimpulkan bahwa pendekatan daya saing yang dapat digunakan adalah daya saing sebagai fungsi dari profitabilitas dan produktivitas. Kedua pendekatan tersebut dapat menjelaskan kemampuan perusahaan industri dalam menghasilkan produk untuk konsumen produktivitas yang juga menjelaskan efisiensi perusahaan industri tersebut, serta kemampuan perusahaan industri dalam menghasilkan keuntungan profitabilitas. Kondisi dinamik dari daya saing perusahaan industri dapat dianalisis dengan menggunakan indikator pertumbuhan output.

3.1.3. Sapi Potong Lokal

Sapi lokal menurut Peraturan Direktur Jenderal Peternakan Nomor 21080KptsPD.410F102009 adalah sapi asli Indonesia dan atau hasil persilangan atau introduksi dari luar yang telah dikembangbiakan di Indonesia sampai generasi ke 5 atau lebih yang teradaptasi pada lingkungan dan atau managemen setempat Direktorat Jenderal Peternakan, 2009. Indonesia memiliki beberapa jenis sapi potong lokal yang telah banyak dikembangbiakkan oleh peternak. Menurut Winaya 2010, secara umum susunan genetik sapi-sapi lokal Indonesia merupakan campuran genetik dari Banteng Bos javanicus , Bos indicus dan Bos taurus. Sapi-sapi asli di Malaya, Kalimantan, Sumatera dan Jawa merupakan keturunan dari persilangan antara tipe Bos taurus dan Bos indicus Williamson dan Payne, 1993. Natasasmita dan Mudikdjo 1985 menjelaskan bahwa sapi lokal merupakan bangsa sapi yang sudah beradaptasi baik dalam kurun waktu yang lama di Indonesia seperti sapi Bali, sapi Peranakan Ongole PO, sapi Madura, sapi Jawa, sapi Sumatera sapi Pesisir dan sapi Aceh. Sapi Bali, sapi Ongole, sapi Peranakan Ongole PO dan sapi Madura merupakan sapi yang memiliki populasi besar. Keberadaan sapi potong tersebut tersebar hampir disemua wilayah Indonesia. Sapi Bali Sapi bali merupakan keturunan dari sapi liar yang disebut banteng Bos Bibos Bos atau Sondaicus yang telah mengalami penjinakan domestikasi selama beberapa abad. Sapi Bali termasuk tipe pedaging dan pekerja. Tinggi sapi dewasa mencapai 130 cm dan berat rata-rata sapi jantan 450Kg, sedangkan pada sapi betina berkisar pada 300 hingga 400Kg Wariyanto, 1986. Sapi ini sangat produktif dan memiliki persentase pedet yang dipanen mencapai 80 persen. Kemampuannya mencerna pakan berkualitas rendah cukup tinggi, kualitas karkas bagus 56 persen, harga jual tinggi, dan dapat digunakan sebagai tenaga kerja. Jenis Sapi Bali merupakan sapi lokal yang paling tahan terhadap panas dan memiliki tingkat fertilitas yang tinggi Susilorini, Manik, dan Muharlein, 2008. Dengan tata laksana yang baik, sapi Bali dapat tumbuh dengan kenaikan bobot hidp harian mencapai 750gr, sementara pada kondisi pedesaan kecepatan pertumbuhan hanya mencapai rata-rata 250 grekorhari. Sapi Ongole dan Peranakan Ongole PO Sapi ongole berasal dari Madras, India. Bangsa sapi ini diternakkan secara murni di Pulau Sumba sehingga sering disebut Sumba Ongole. Persilangan ongole dengan sapi jawa menghasilkan sapi yang mirip dengan sapi Ongol yang dikenal dengan sapi peranakan Ongole Susilorini, Manik, dan Muharlein; 2008. Bangsa sapi peranakan Ongole PO ini tahan terhadap panas dan kualitas pakan yang rendah. Sapi PO terdapat di 8 propinsi yang memiliki potensi sebagai sumber bibit dengan populasi 75 – 778 ribu ekor dan pertumbuhan populasi sebesar 2,8 persen – 6,5 persen antara lain berurutan dari yang tertinggi yaitu Propinsi Jawa Timur. Sapi Madura Sapi madura merupakan persilangan antara Bos indicus dan Bibos sondaicus . Fungsi sapi ini adalah sebagai penghasil daging, tenaga kerja, dan budaya sebagai karapan dan sonok. Sapi ini memiliki tubuh yang relatif kecil dan kaki pendek, namun kelebihannya adalah tahan terhadap pakan yang jelek dan lingkungan yang panas Susilorini, Manik, dan Muharlein, 2008. Sapi Aceh Sapi aceh merupakan sapi lokal yang terdapat di Provinsi Aceh, Sumatera yang biasa digunakan sebagai ternak potong. Menurut Keputusan Menteri Pertanian Nomor 2907KptsOT.14062011 Tentang penetapan rumpun sapi aceh, sapi ini merupakan salah satu rumpun sapi lokal Indonesia yang memiliki keseragaman bentuk fisik dan komposisi genetik serta kemampuan adaptasi yang baik dengan keterbatasan lingkungan. Sapi aceh memiliki daya tahan yang tinggi terhadap lingkungan yang buruk, kemampuan kerja yang baik, dan daya tahan penyakit yang cukup baik. Persentase karkas dari sapi aceh berkisar pada 49 persen hingga 51 persen .

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Swasembada daging merupakan salah satu program pemerintah untuk menjaga ketersediaan daging nasional dengan meningkatkan produksi daging sapi dalam negeri dengan cara menekan jumlah masuknya impor hingga hanya 10 persen dari konsumsi dan kebutuhan nasional dengan pemanfaatan sumber daya lokal. Untuk mencapai tujuan dari program tersebut, langkah awal yang perlu dilakukan adalah mengetahui kemampuan sapi potong lokal untuk bersaing dengan impor. Indonesia melakukan impor untuk dua produk utama dari sapi potong yakni sapi potong bakalan dan daging sapi. Dalam program swasembada daging tahun 2010, pemerintah bertujuan untuk mengurangi impor kedua produk tersebut dengan memperbesar produksi lokal. Pertanyaan utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah mampukah sapi potong lokal sebagai sumber daya lokal memenuhi kebutuhan konsumsi dari masyarakat dengan kondisi yang ada. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dilakukan analisis perkembangan daya saing sapi potong lokal. Untuk menganalisis daya saing produk sapi potong lokal pada pasar domestik, perlu diketahui perkembangan dari indikator yang mempengaruhinya. Indikator yang akan dianalisis antara lain profitabilitas sebagai bentuk faktor efektifitas yang mengukur keunggulan komparatif dari industri penggemukan sapi potong. Indikator lainnya adalah produktivitas sebagai faktor efisiensi yang menjelaskan keunggulan kompetitif, dan indikator pertumbuhan output sebagai indikator dinamis dari industri penggemukan sapi potong lokal. Ketiga faktor tersebut akan dianalisis secara empirik dan dijelaskan secara deskriptif. Dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana indikator profitabilitas, produktivitas, dan pertumbuhan tersebut berpengaruh terhadap daya saing dari industri penggemukan sapi potong di Indonesia. Pendekatan yang dilakukan untuk menganalisis adalah Industrial Competitiveness Index ICI. Dengan diketahuinya indeks daya saing dari industri peternakan sapi potong lokal, dapat diketahui pada periode mana industri sapi potong memiliki daya saing tertinggi dan terendah dan pada daerah mana sapi potong lokal berpotensi untuk dikembangkan lebih jauh. Hal ini juga akan membantu pengambil keputusan untuk memutuskan kebijakan mana yang tepat untuk mempertahankan atau meningkatkan daya saing industri peternakan sapi potong lokal. Gambar 4 Kerangka Pemikiran Operasional Swasembada daging 2014 Pemenuhan kebutuhan daging sapi nasional dengan produk sapi potong lokal Menekan jumlah masuknya impor produk sapi potong impor 10 persen dari kebutuhan nasional Persaingan pada pasar domestik Analisis Perkembangan Daya Saing Industri Penggemukan Sapi Potong Lokal Kondisi Industri Sapi Potong Lokal