Umumnya peternakan dengan skala besar lebih memilih untuk
Tabel 7 Pertumbuhan Indeks Pertumbuhan Output Industri Penggemukan Sapi Potong Lokal
ProvinsiTahun Indeks
99-02 Indeks
03-06 Indeks
07-10 Pertumbuhan
Indeks 9902
– 0306 Pertumbuhan
Indeks 0306
– 0710
Aceh 68.89
68.78 72.12
-0.16 4.84
Sumatera Utara 68.63
69.51 61.80
1.28 -11.09
Sumatera Barat 68.88
72.31 66.87
4.99 -7.52
Riau 53.67
55.73 60.73
3.84 8.97
Jambi 61.15
64.36 64.69
5.25 0.51
Sumatera selatan 67.82
58.28 70.51
-14.07 20.99
Lampung 67.87
57.93 70.50
-14.66 21.71
Jawa Barat 56.51
66.51 67.53
17.70 1.54
Jawa Tengah 69.53
68.68 68.70
-1.22 0.04
DI Yogyakarta 45.74
75.81 80.36
65.76 6.01
Jawa Timur 69.08
69.42 68.97
0.49 -0.64
Bali 69.01
68.40 70.18
-0.88 2.60
NTB 69.26
69.42 69.09
0.23 -0.48
NTT 69.84
69.48 72.42
-0.53 4.24
Kalimantan Barat 71.16
70.10 68.81
-1.49 -1.84
Kalimantan Selatan 69.51
68.31 57.54
-1.72 -15.76
Sulawesi Tengah 69.62
68.48 69.60
-1.63 1.62
Sulawesi Selatan 69.18
68.99 69.50
-0.26 0.73
Sulawesi Tenggara 69.80
68.95 68.50
-1.21 -0.66
Gorontalo na
61.75 57.35
na -7.12
Nilai indeks tertinggi pada periode tahun 1999-2002 terdapat Kalimantan Barat dengan indeks sebesar 71,16 persen Tabel 7. Indeks pertumbuhan output
dari indutri penggemukan sapi potong lokal didaerah ini juga menjadi yang tertinggi periode berikutnya 2003-2006 yaitu 70,10 persen namun mengalami
penurunan pada peride berikutnya menjadi 68,81 persen 2007-2010. Hal ini menunjukkan bahwa industri penggemukan sapi lokal di Kalimantan Barat masih
banyak dikembangkan dan masih dapat memberikan kontribusi terhadap kebutuhan dalam negerinya.
Pada Tabel 6 juga dapat dilihat bahwa DI Yogyakarta mengalami fluktuasi yang paling tinggi terutama pada periode 1999-2002. Periode tersebut merupakan
masa pemulihan pasca krisis moneter, dan kondisi kedua adalah pada tahun 2000 dimulai masa otonomi daerah. Seletah krisis moneter atau tahun 1999, permintaan
daging di tingkat lokal mengalami penurunan yang cukup besar dan diiringi dengan meningkatnya harga daging, harga ternak, bibit, maupun harga pakan
hingga mencapai 80 persen. Sebaliknya, beberapa daerah seperti Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Gorontalo menunjukkan pertumbuhan output yang
semakin menurun hingga perode 2007-2010. Hal ini menunjukkan bahwa pada
wilayah tersebut tidak terjadi kesinambungan dalam ketersediaan produk sapi potong lokal.