35 sehingga mengurangi jumlah padatan terlarut saat pemasakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Chiang
1975 yang menyatakan derajat gelatinisasi meningkat tajam dengan peningkatan suhu, saat kadar air bahan 24-27, tetapi meningkat lebih lambat saat kadar air bahan 18-21.
Berdasarkan penampang tiga dimensi pada Gambar 7, warna merah menunjukkan nilai cooking loss
yang tinggi sedangkan warna biru menunjukkan nilai cooking loss yang rendah. Penampang tiga dimensi dari respon cooking loss menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan
kecepatan ulir ekstruder akan menghasilkan mi dengan nilai cooking loss yang semakin rendah. Di sisi lain, suhu ekstruder yang rendah dan kecepatan ekstruder yang tinggi akan menghasilkan mi dengan
nilai cooking loss yang lebih besar.
Gambar 7. Penampang tiga dimensi respon cooking loss Kecepatan ulir secara signifikan mempengaruhi gelatinisasi pati. Hasil penelitian ini sesuai
dengan pendapat Wang et al. 2012 yang menyatakan bahwa peningkatan kecepatan ulir dapat meningkatkan nilai b warna kuning, rasio ekspansi, persentase pati tergelatinisasi, pati resisten,
kekompakan dan kelengketan permukaan, waktu masak, dan menurunkan nilai a dan bobot masak. Lampiran 24 menunjukkan sebaran data cooking loss mi sorgum.
4.3.2. Elongasi
Elongasi mi menunjukkan seberapa besar pertambahan panjang mi saat mi ditarik sampai putus. Persen elongasi menunjukkan seberapa besar maksimal pertambahan mi yang dapat dicapai
sampai mi putus dibandingkan dengan panjang awal mi tersebut. Elongasi dipengaruhi oleh kekuatan dan kekompakan pada struktur mi terhadap perentangan. Analisis elongasi dilakukan dengan
menggunakan instrumen Texture Analyzer dengan menggunakan strain 90 dan panjang mi yang digunakan sekitar 25-30 cm.
Kedua ujung untaian mi dililitkan pada probe dan alat akan menarik salah satu ujung mi tersebut. Mi yang dapat digunakan untuk analisis elongasi tidak boleh berada pada kondisi yang licin
sehingga setelah mi direbus, mi harus ditiriskan sampai permukaan mi sudah tidak licin lagi ±10 menit. Lilitan mi terhadap probe juga harus kuat agar mi tidak selip. Pemilihan untaian mi untuk
analisis ini dilakukan pada mi yang terbebas dari cracking atau memiliki struktur yang homogen sehingga hasil pengukuran sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Hasil analisis elongasi dapat
dilihat pada Tabel 10. Untuk variabel respon elongasi, model 2FI dengan proses seleksi manual merupakan model
yang paling sesuai. Model memiliki nilai p-value ProbF lebih kecil dari 0.05 0.0058 sehingga
80 83.75
87.5 91.25
95 50
69 88
106 125
5.00 10.00
15.00 20.00
25.00
KPAP
Suhu
o
C Kec. ulir rpm
36 model tersebut memiliki signifikansi yang kuat untuk menggambarkan model polinimial untuk respon
elongasi. Nilai Lack of Fit yang lebih dari 0.10 0.5715 menunjukkan bahwa model polinimial sudah sesuai dengan semua desain secara baik. Apabila Lack of Fit masih signifikan, maka model polinimial
dapat dinaikkan atau dilakukan transformasi model. Sebuah model polinimal terkadang memang tidak bisa mendeskripsikan sistem dengan lebih baik Anonim 2005.
Tabel 10. Hasil analisis elongasi mi sorgum dengan variasi proses pengolahan
Run Suhu
o
C Kecepatan Ulir rpm Elongasi
1 80
52-a 186.53
2 80
52-b 282.53
3 80
74 175.88
4 80
125-a 122.55
5 80
125-b 104.87
6 84
50 243.89
7 84
106 283.42
8 88
93 189.02
9 89
125 330.75
10 90
54 316.11
11 95
50-a 382.09
12 95
50-b 237.49
13 95
88-a 266.81
14 95
88-b 328.76
15 95
125-a 360.56
16 95
125-b 339.70
Nilai R
2
dari model respon elongasi adalah 0.6339 yang berarti 63.39 dari data yang ada dapat dijelaskan oleh model yang dipilih, yaitu 2FI. Model tersebut dapat memenuhi tiga kriteria yang
wajib dipenuhi serta memiliki nilai R
2
yang paling tinggi dibandingkan model lainnya. Nilai Adj R
2
dan Pred R
2
dari respon elongasi tergolong masih rendah, yaitu 0.5424 dan 0.3558. Hal ini menunjukkan bahwa model tersebut hanya mampu menggambarkan 54.24 dari nilai aktual dan 35.58 dari nilai
prediksi. Kedua nilai R
2
ini sebaiknya lebih dari 0.60, tetapi hal ini tidak menjadi suatu keharusan. Apabila desain ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor proses yang signifikan, maka nilai dari
kedua R
2
tersebut tidak terlalu berpengaruh. Faktor yang signifikan tetap merupakan faktor yang benar-benar signifikan meskipun model polinimialnya tidak sempurna Anonim 2005. Hal yang
paling utama adalah nilai Adj R
2
dan Pred R
2
memiliki reasonable agreement atau pernyataan yang beralasan sehingga model 2FI yang dipilih sudah cukup baik untuk menggambarkan respon elongasi
dari mi sorgum. Pengecekan kesesuaian model dapat dilihat dengan membandingkan nilai elongasi dari data
penelitian dengan prediksi RSM. Misalnya, pada suhu ekstruder 80
o
C dan kecepatan ulir 125 rpm, data penelitian menunjukkan nilai elongasi mi sorgum sebesar 113.71, sedangkan prediksi RSM
sebesar 136.98. Pada titik lain, nilai elongasi pada suhu ekstruder 95
o
C dan kecepatan ulir 125 rpm dari data penelitian adalah 350.13, sedangkan prediksi RSM sebesar 351.99. Perbedaan nilai dari
dua data tersebut terbilang kecil sehingga masih dapat ditoleransi. Dengan kata lain, pemilihan model
37 akan disesuaikan dengan kecenderungan dari data penelitian yang sudah ada untuk menggambarkan
pengaruh suhu dan kecepatan ulir terhadap elongasi mi sorgum. Nilai prediksi mungkin akan berbeda jika model yang digunakan juga berbeda, sehingga pemilihan model diusahakan dapat
menggambarkan respon yang mendekati nilai yang sebenarnya. Berdasarkan persamaan polinimal aktual tersebut, dapat dilihat bahwa baik suhu maupun
kecepatan ulir menjadi faktor yang signifikan dalam mempengaruhi nilai elongasi mi sorgum. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mercier dan Feillet 1975 bahwa gelatinisasi pati dipengaruhi oleh
kecepatan dan suhu ekstruder. Derajat gelatinisasi secara tidak langsung memiliki peranan dalam pembentukan tekstur dan elongasi mi. Model 2FI juga memperhitungkan interaksi antara suhu dan
kecepatan ulir ekstruder dengan konstanta +0.13112. Elliason dan Gudmunson 1996 menyatakan bahwa tingginya amilosa terlarut pada saat
tergelatinisasi dan tingginya pengembangan granula dapat meningkatkan elongasi mi. Di lain pihak, tingginya amilopektin terlarut dapat menganggu pembentukan gel dan menurunkan elongasi itu
sendiri. Selain ditentukan oleh karakteristik tepung yang digunakan, kecukupan proses untuk menggelatinisasi pati juga diperlukan agar terbentuk adonan yang kompak. Oleh karena itu, elongasi
mi menjadi salah satu indikator utama mengenai keberhasilan pembuatan mi, terutama dalam teknik ekstrusi.
Menurut Muhandri 2012, suhu ekstruder yang semakin tinggi akan menyebabkan gelatinisasi pati semakin tinggi. Selain itu, kecepatan ulir ekstruder yang semakin tinggi menyebabkan
struktur gel semakin tinggi dan mi semakin panjang elongasinya. Hal ini sesuai dengan elongasi mi sorgum yang diproses menggunakan ekstruder pemasak-pencetak ulir tunggal. Penampang tiga
dimensi respon elongasi mi sorgum dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 8. Penampang tiga dimensi respon elongasi Gambar 8 menampilkan penampang tiga dimensi dari suhu dan kecepatan ulir ekstruder
terhadap nilai elongasi mi. Warna merah menunjukkan nilai elongasi yang semakin tinggi sedangkan warna biru menunjukkan persen elongasi yang rendah. Penampang tiga dimensi menunjukkan bahwa
suhu dan kecepatan ulir ekstruder yang semakin tinggi menghasilkan mi dengan persen elongasi yang tinggi, sedangkan suhu ekstruder yang rendah dan kecepatan ulir yang tinggi membuat produk mi
menjadi rendah elongasinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Wang et al. 2012 yang menyatakan bahwa peningkatan suhu barrel dan peningkatan kecepatan ulir akan meningkatkan persentase pati
tergelatinisasi dan kekompakan pada mi pati kacang polong. Pada suhu 80
o
C, peningkatan kecepatan ulir akan menurunkan elongasi dari mi sorgum. Hal ini disebabkan suhu 80
o
C termasuk suhu yang rendah dan hanya 3
o
C lebih tinggi dibandingkan suhu
80 50
84 88
91 95
69 88
106 125
100.00 172.50
245.00 317.50
390.00 Elongasi
Suhu
o
C Kec. ulir rpm
38 gelatinisasi tepung sorgum varietas Numbu. Chiang 1975 menyatakan bahwa peningkatan kecepatan
ulir akan mengurangi waktu retensi atau waktu tinggal bahan dalam ekstruder sehingga akan menurunkan gelatinisasi pati. Dengan suhu rendah dan kecepatan ulir tinggi, pati dalam adonan mi
belum tergelatinisasi sempurna sehingga menghasilkan mi dengan struktur yang kurang kompak dan memiliki elongasi yang lebih rendah. Lampiran 24 menunjukkan sebaran data elongasi mi sorgum.
4.4. KARAKTERISTIK MI PADA PROSES OPTIMUM