30 Gambar 6. Kurva RVA tepung sorgum varietas Numbu
Viskositas maksimum adalah viskositas tertinggi yang dapat dicapai pasta pati sebelum granula pati pecah akibat tidak mampu lagi menahan air yang masuk ke dalam granula tersebut.
Viskositas maksimum dari sorgum Numbu adalah 3167.50 cP. Semakin tinggi viskositas maksimum menunjukkan pasta pati dapat membentuk adonan yang semakin kental dan sulit untuk mengalir. Suhu
pada saat tercapainya viskositas maksimum disebut suhu granula pecah yang berada pada 94
o
C. Setelah granula pecah, viskositas dari pasta pati akan menurun. Pemanasan tetap dilanjutkan
hingga suhu adonan mencapai 95
o
C yang merupakan suhu tertinggi pada alat RVA. Selanjutnya, suhu akan dipertahankan tetap berada pada 95
o
C dan dibaca kembali viskositasnya. Selisih dari viskositas maksimum dan setelah holding pada suhu 95
o
C disebut viskositas breakdown. Viskositas ini menunjukkan tingkat kestabilan pasta pati selama proses pemanasan. Semakin stabil pasta pati, maka
nilai viskositas breakdown-nya akan semakin kecil. Secara berturut-turut, viskositas tepung Numbu setelah holding suhu 95
o
C dan viskositas breakdown-nya adalah 1743.50 cP dan 1424 cP. Setelah pemanasan, pasta pati akan didinginkan sampai suhu 50
o
C. Viskositas pada suhu tersebut dibaca kembali dan varietas dengan viskositas Numbu memiliki nilai 4101.00 cP. Selisih
antara viskositas maksimum dengan viskositas setelah holding suhu 50
o
C disebut sebagai viskositas setback
. Viskositas setback menunjukkan tingkat kecenderungan proses retrogradasi pasta pati. Viskositas setback dari Numbu tergolong cukup besar 2357.50 cP yang menunjukkan bahwa
kecenderungan retrogradasi tepung sorgum Numbu juga besar. Retrogradasi dalam hal ini akan menentukan struktur mi yang dihasilkan Tam et al. 2004.
4.2. FORMULA TERPILIH ADONAN MI SORGUM
Pembuatan adonan mi sorgum dimulai dengan menimbang terlebih dahulu bahan-bahan yang akan digunakan, yaitu tepung sorgum, garam, dan air. Kadar garam yang ditambahkan adalah 2 dari
berat tepung yang akan digunakan. Hal ini mengacu pada penelitian optimasi formula mi jagung Muhandri 2012. Fungsi garam dapur NaCl adalah memperkuat adonan dan mengurangi
penyerapan air. Penggunaan kadar garam di atas 3 dapat merusak reologi mi menjadi kurang elastis, sehingga disarankan penggunaan NaCl tidak lebih dari 2 Wu et al. 2006. Di sisi lain, garam dapur
juga akan menurunkan kecepatan gelatinisasi pati Mudjisihono dan Suprapto 1987 sehingga pati akan tergelatinisasi dalam waktu yang lebih lama dibandingkan suspensi pati tanpa garam.
31 Untuk tiap perlakuan, digunakan tepung sorgum sebanyak 160 gram. Banyaknya jumlah air
yang digunakan dipengaruhi kadar air dari tepung sorgum sendiri dan kemampuan tepung sorgum untuk menyerap air atau biasa disebut daya serap air. Sebelumnya, dilakukan percobaan terlebih
dahulu untuk menentukan besarnya air yang ditambahkan pada tepung sorgum. Analisis dilakukan secara visual dengan membandingkan konsistensi adonan mi sorgum dengan mi jagung pada
penelitian Muhandri 2012. Hasil percobaan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil uji coba penambahan air ke dalam adonan mi
Persentase air yang ditambahkan
Karakteristik adonan
50 Adonan masih terlalu kering dan belum cukup basah, warna adonan cerah.
Kemungkinan jumlah air tidak cukup untuk menggelatinisasi pati di dalam ekstruder
55 Adonan memiliki tingkat kebasahan yang cukup, warna adonan cukup cerah,
mirip dengan konsistensi adonan mi jagung 60
Adonan terlalu basah dan memiliki warna yang terlalu gelap, kemungkinan akan menghasilkan produk dengan warna yang lebih gelap dan sulit
dimasukkan ke dalam ekstruder 80
Adonan sangat basah dan menggumpal
Pengaturan kadar air bahan akan berpengaruh terhadap karakteristik produk yang dihasilkan. Peran air dalam proses ekstrusi adalah mempengaruhi derajat gelatinisasi dan pengembangan produk
Miler 1985 dalam Polina 1995. Ketersediaan air di dalam adonan akan mempengaruhi banyak tidaknya pati yang akan tergelatinisasi. Untuk dapat tergelatinisasi, granula pati harus menyerap air
terlebih dahulu. Apabila kadar air terlalu sedikit, proses gelatinisasi pati tidak optimal karena hanya sedikit pati yang dapat tergelatinisasi. Hal ini akan mempengaruhi tekstur mi, cooking loss, dan
elongasi mi. Penambahan air dalam bahan baku dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya
penambahan air secara langsung, penambahan uap air, ataupun dengan mencampurkan bahan-bahan sehingga berbentuk emulsi atau sirup Muchtadi et al. 1988. Dalam penelitian ini, air ditambahkan
secara ke dalam adonan. Menurut penelitian Muhandri 2012, jumlah air yang ditambahkan pada adonan mi jagung
adalah 80. Penambahan sebanyak 55 air ke dalam adonan mi sorgum menunjukkan bahwa sorgum membutuhkan lebih sedikit air untuk menghasilkan adonan yang memiliki konsistensi yang sama. Hal
ini dibuktikan dengan adanya analisis daya serap air terhadap tepung jagung dan tepung sorgum yang dapat dilihat pada Tabel 7. Tepung sorgum memiliki daya serap air 20 lebih kecil dibandingkan
tepung jagung. Daya serap air menunjukkan kemampuan produk untuk mengikat air. Menurut Gomez dan
Aguilera 1983, nilai daya serap air tergantung pada ketersediaan grup hidrofilik dan kapasitas pembentukan gel dari makromolekul pati, yaitu pati tergelatinisasi dan terdekstrinasi. Semakin banyak
pati yang tergelatinisasi dan terdekstrinasi, semakin besar kemampuan produk menyerap air. Elliason 1981 menyatakan bahwa granula pati dapat basah dan secara spontan dapat terdispersi dalam air atau
minyak. Hal ini menunjukkan bahwa granula memiliki gugus hidrofilik atau hidrofobik. Jagung memiliki grup hidrofilik yang lebih banyak dibandingkan tepung sorgum sehingga memiliki daya
serap air yang lebih besar.
32 Tabel 7. Daya serap air tepung sorgum dan tepung jagung
Sampel Daya serap air
Rata-rata Standar deviasi
Tepung sorgum 1
94.05 94.35
0.42 2
94.65 Tepung jagung
1 119.10
118.92 0.25
2 118.74
Pemasukan adonan ke dalam ekstruder dilakukan sedikit demi sedikit sambil mendorong adonan menggunakan batang kayu kecil. Hal ini dilakukan dengan merujuk pada penelitian Muhandri
dan Subarna 2009 dalam Muhandri 2012 yang menyatakan bahwa pemberian dorongan pada pembuatan mi jagung dapat menghasilkan adonan yang lebih baik dengan nilai cooking loss lebih
rendah dan elongasi yang lebih besar dibandingkan tanpa dorongan. Mi basah yang sudah dicetak kemudian dikeringkan dengan kipas angin selama semalam. Pengeringan dengan kipas angin
bertujuan untuk memberikan kesempatan agar penguapan air dapat terjadi secara perlahan dan menghindari kemungkinan terjadinya cracking atau produk patah-patah akibat langsung dikeringkan
dengan udara panas. Analisis sampel mi sorgum terdiri dari analisis fisik yang meliputi analisis cooking loss dan
elongasi. Mi yang diproses dengan suhu ekstruder 80
o
C memiliki waktu masak 12 menit sedangkan mi yang diproses dari suhu ekstruder 95
o
C memiliki waktu masak 16 menit pada air mendidih 100
o
C. Perbedaan ini disebabkan mi yang diproses dengan suhu ekstruder lebih rendah memiliki diameter yang lebih kecil dibandingkan mi dengan suhu ekstruder yang lebih tinggi. Secara
keseluruhan, mi sorgum kering memiliki waktu masak yang lebih cepat dibandingkan spagetti yang dibuat dari hard wheat, yaitu 19.84 menit Nasehi et al. 2009 dan jauh lebih lama dibandingkan mi
instan, yaitu 3-4 menit.
4.3. KARAKTERISTIK MI SORGUM