26 105
o
C. Labu lemak yang telah kering didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang hingga beratnya konstan.
Kadar lemak 3.10
Kadar lemak 3.11
Keterangan : W
= bobot sampel awal g W1
= bobot contoh+cawan sesudah soxhlet g W2
= bobot labu lemak kosong g
3.4.2.5.Analisis kadar karbohidrat by difference
Karbohidrat bb = 100 - bbair + bb abu + bb protein + bb lemak 3.12
3.4.2.6.Analisis kadar pati metode Luff Schoorl, modifikasi AOAC 1995
Sampel sebanyak 0.1 gram ditambahkan dengan 5 ml HCl 25 dan 25 ml air destilata. Larutan kemudian dipanaskan di dalam penangas air pada suhu 100
o
C selama 2.5 jam. Larutan lalu dinetralkan dengan NaOH 50 hingga pH larutan 7, kemudian ditera sampai volumenya 100 ml dan
disaring menggunakan kertas saring. Sebanyak 5 ml larutan sampel ditambahkan dengan 5 ml larutan Luff Schoorl. Analisis juga
dilakukan pada blanko yang menggunakan aquades untuk menggantikan sampel. Kemudian, didihkan larutan di atas hotplate selama 10 menit sampai terbentuk endapan merah bata.Setelah selesai, cepat-
cepat dinginkan larutan, lalu tambahkan 3 ml KI 20 dan 5 ml H
2
SO
4
26.5 dengan hati-hati. Selanjutnya, titrasi menggunakan Na-thiosulfat 0.1 N dengan menggunakan indikator pati 2-3 tetes
yang ditambahkan saat titrasi hampir berakhir. Tabel konversi volume dapat dilihat pada Lampiran 22. Kadar pati bb
3.13
3.4.2.7. Analisis kadar amilosa dan amilopektin Apriyantono et al. 1989
3.4.2.7.1. Pembuatan kurva standar
Sebanyak 40 mg amilosa murni ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu tambahkan 1 ml etanol 95 dan 9 ml NaOH 1 N. Tabung reaksi dipanaskan dalam air mendidih
sekitar 10 menit sampai semua amilosa membentuk gel. Setelah didinginkan, larutan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan dengan air destilata sampai tanda tera.
Larutan lalu dipipet masing-masing 1, 2, 3, 4, dan 5 ml ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan dengan asam asetat 1 N sebanyak 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1 ml serta 2 ml larutan iod.
Larutan kemudian ditepatkan dengan air destilata sampai tanda tera, selanjutnya didiamkan selama 20 menit dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Setelah
itu, dibentuk kurva standar sebagai hubungan antara kadar amilosa sumbu x dengan absorbansi sumbu y dan ditentukan persamaan kurva standar tersebut.
27
3.4.2.7.2. Analisis sampel
Sampel sebanyak 100 mg ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan dengan 1 ml etanol 95 dan 9 ml NaOH 1 N. Tabung reaksi kemudian dipanaskan
selama 10 menit untuk menggelatinisasi pati. Setelah didinginkan, pasta pati dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan hingga tanda tera dengan air destilata. Sampel lalu dipipet sebanyak
5 ml dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, selanjutnya ditambahkan dengan 1 ml asam asetat 1 N, 2 ml larutan iod, dan air destilata hingga tanda tera. Setelah didiamkan selama 20 menit, larutan
diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Nilai absorbansi sampel lalu dimasukkan ke dalam persamaan kurva standar untuk mendapatkan konsentrasi amilosa
C. Selanjutnya, nilai C dimasukkan ke dalam persamaan 3.14 untuk menentukan kadar amilosa sampel.
Kadar amilosa bb 3.14
Keterangan : C
= konsentrasi amilosa sampel dari kurva standar mgml V
= volume akhir contoh ml FP
= Faktor pengenceran W
= berat contoh mg Kadar amilopektin bb = kadar pati bb - kadar amilosa bb
3.15
28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. KARAKTERISTIK TEPUNG SORGUM
4.1.1. Komposisi kimia
Analisis proksimat dilakukan sebagai langkah untuk mengidentifikasi komposisi gizi dari tepung sorgum yang diproduksi. Kandungan air pada suatu bahan pangan dapat mempengaruhi
kualitas bahan itu sendiri. Penambahan atau pengurangan jumlah air dapat memicu adanya kerusakan fisik, kimia, ataupun mikrobiologi. Pada bahan pangan berupa tepung, peningkatan kadar air dapat
memicu adanya fermentasi tepung oleh mikroorganisme sehingga kualitasnya menurun dan umur simpannya berkurang. Kadar air pada tepung yang dihasilkan adalah 13.52 bb. Hal ini masih
sesuai dengan SNI 2009 yang menyatakan bahwa kadar air tepung terigu maksimal 14.5. Dalam hal ini, tepung terigu digunakan sebagai acuan karena belum ada SNI mengenai tepung sorgum. Hasil
analisi proksimat tepung sorgum Numbu dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil analisis proksimat tepung sorgum varietas Numbu bk
Air bb Protein
Lemak Abu
Karbohidrat Pati
Amilosa
13.52±0,09 8,50±0,27
2,42±0,11 0,84±0,06
88.23 82.18±0.00
22.46±1.23 Berdasarkan analisis proksimat pada tepung sorgum, diketahui bahwa kandungan protein
pada tepung sorgum adalah 8.50 bk. Nilai protein tersebut masih berada dalam kisaran protein pada tepung sorgum hasil produksi B2P4, yaitu 7-9. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan protein
pada tepung sorgum termasuk normal dibandingkan tepung sorgum komersial yang diproduksi oleh B2P4.
Penentuan kadar lemak dihasilkan dengan menggunakan metode soxhlet. Metode ini akan menentukan kandungan lemak kasar yang tidak hanya meliputi lemak atau minyak tetapi juga
komponen-komponen larut lemak atau pelarut organik seperti vitamin larut lemak, pigmen, ataupun karotenoid. Kadar lemak pada tepung sorgum adalah 2.42 bk. Kadar ini cukup tinggi karena
diduga masih adanya lembaga pada tepung sorgum yang sulit dipisahkan saat pengayakan tepung. Abu dalam suatu bahan pangan menunjukkan besarnya residu anorganik dari proses
pembakaran atau oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan pangan menunjukkan besarnya mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Analisis kadar abu
pada penelitian ini dilakukan melalui pengabuan kering di dalam tanur pengabuan. Nilai kadar abu dari tepung sorgum adalah 0.84 bk.
Kandungan karbohidrat ditentukan berdasarkan by difference. Perhitungan dengan cara ini adalah penentuan kadar karbohidrat secara kasar. Kadar karbohidrat pada tepung sorgum adalah
88.23 bk yang menunjukkan karbohidrat sebagai kandungan yang paling dominan pada tepung sorgum.
Kandungan pati yang berbeda dapat menyebabkan perbedaan karakteristik dari tepung itu sendiri. Hal ini disebabkan perbandingan kandungan amilosa dan amilopektin pada pati yang berbeda
akan memiliki karakteristik yang berbeda pula. Penelitian Mercier 1977 dalam Ainsworth dan Ibanoglu 2006 mengenai pati kentang menunjukkan bahwa ekstrusi cenderung memecah ikatan
14 dari amilosa dan bukan rantai terluar dari amilopektin.