43
4.4.3. Elongasi mi sorgum
Elongasi menunjukkan seberapa jauh mi dapat mengalami pertambahan panjang ketika ditarik sebelum akhirnya putus. Dalam produk mi, elongasi menjadi salah satu karakteristik penting
yang harus diperhatikan. Hal ini disebabkan produk mi sudah dikenal masyarakat berupa untaian panjang yang bersifat kenyal saat ditarik ataupun dikunyah di dalam mulut. Produk mi yang patah-
patah, mudah putus, ataupun terlalu kenyal seperti karet umumnya tidak disukai oleh konsumen. Gambar 14 menunjukkan rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap elongasi mi sorgum. Uji
ANOVA menunjukkan bahwa kesukaan terhadap elongasi kedua mi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada taraf signifikansi 5. Meskipun demikian, secara umum terlihat bahwa mi
sorgum-jagung memiliki tingkat kesukaan elongasi yang sedikit lebih tinggi dibandingkan mi sorgum. Komentar dari panelis mengenai elongasi kedua mi adalah mi sudah memiliki elongasi yang cukup
baik dan tidak mudah putus. Dalam hal elongasi, penambahan jagung ke dalam adonan mi tidak memberikan pengaruh yang signifikan.
Gambar 14. Rata-rata penilaian kesukaan panelis terhadap elongasi mi
4.4.4. Kekerasan mi sorgum
Kekerasan merupakan salah satu atribut fisik yang sering diamati dalam produk mi selain kekenyalan, kelengketan, daya kunyah, dan lain-lain. Pengukuran karakteristik fisik secara objektif
dapat dilakukan dengan mengukur reologi mi menggunakan Texture Analyzer, sedangkan pengukuran secara subjektif dilakukan melalui uji sensori. Panelis mengukur kekerasan mi sorgum dengan
menggigit satu helai mi dan memberikan nilai mengenai kesukaan mereka terhadap tingkat kekerasan mi tersebut. Untuk mengetahui alasan kesukaannya, panelis juga diminta mengisi kolom komentar
terhadap nilai yang diberikan. Uji ANOVA menunjukkan bahwa kesukaan terhadap kekerasan kedua mi tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan pada taraf signifikansi 5. Baik mi sorgum maupun mi sorgum-jagung memiliki rata-
rata kesukaan kekerasan mi antara “biasa” dan “suka”. Mi sorgum-jagung memiliki nilai kesukaan yang sedikit lebih besar dibandingkan mi sorgum. Dari komentar yang diberikan, mi
sorgum dinilai memiliki tektur yang keras, sedangkan mi sorgum-jagung memiliki tekstur yang agak keras. Komentar panelis sebagai penilaian subjektif tentunya tidak memiliki batasan tekstur seperti
apa yang disebut keras atau tidak melihat beberapa panelis menilai tekstur mi sudah empuk atau lunak. Meskipun sebagian besar panelis menganggap kedua mi sorgum ini masih cukup keras, tetapi
sorgum sorgum-
jagung elongasi
3.42 3.73
3 3.5
4
Rata-rata kesukaan
elongasi mi
44 kesukaannya masih tergolong baik dan mi masih dapat diterima kekerasannya. Gambar 15
menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap kekerasan mi.
Gambar 15. Rata-rata penilaian kesukaan panelis terhadap kekerasan mi
4.4.5. Rasa mi sorgum
Makanan atau minuman yang sehat dan menarik seharusnya memiliki rasa yang enak. Rasa merupakan atribut yang seringkali menjadi faktor utama dalam uji hedonik suatu produk. Meskipun
definisi “enak” dari tiap individu bisa berbeda-beda, namun diharapkan sebagian besar panelis dapat menyukai produk yang diuji. Atribut rasa dari mi sorgum dinilai dengan mencicipi mi dan
memberikan skor serta komentar terhadap rasa mi tersebut. Uji ANOVA menunjukkan bahwa kesukaan terhadap rasa kedua mi tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan pada taraf signifikansi 5. Baik mi sorgum maupun mi sorgum-jagung memiliki skor diantara “biasa” dan “suka”. Seperti hasil analisis atribut lainnya, mi sorgum-jagung
memiliki rata-rata kesukaan yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan mi sorgum 100.
Komentar dari panelis rata-rata menyatakan bahwa rasa mi sorgum dan mi sorgum-jagung adalah netral atau hambar. Mi sorgum 100 memiliki aroma sorgum yang khas dibandingkan dengan mi
sorgum-jagung. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan jagung dalam mi sorgum-jagung dapat menutupi aroma khas sorgum yang tergolong asing dan kurang enak. Hal ini sesuai dengan pendapat
Liu 2009 yang menambahkan pati jagung dalam pembuatan mi sorgum kalendering untuk menutupi rasa dan aroma yang asing khas sorgum. Gambar 16 menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap
rasa mi.
Gambar 16. Rata-rata penilaian kesukaan panelis terhadap rasa
sorgum sorgum-
jagung kekerasan
3.21 3.42
3 3.3
3.6
Rata-rata kesukaan
kekerasan mi
sorgum sorgum-
jagung rasa
3.39 3.61
3 3.3
3.6 3.9
Rata-rata kesukaan
rasa mi
45
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. SIMPULAN
Numbu sebagai varietas sorgum yang digunakan memiliki kadar air 13.52 bb, protein 8.5 bk, lemak 2.42 bk, abu 0.84 bk, karbohidrat 88.23 bb, pati 82.18 bk, dan
amilosa 22.46 bk. Kadar amilosa tepung sorgum Numbu berada pada kisaran normal 22-24 sehingga dapat diaplikasikan pada pembuatan mi non terigu. Ketersediaan Numbu sebagai bahan baku
mudah ditemukan di beberapa daerah di Indonesia, salah satunya Banten dan Bogor. Profil gelatinisasi dari tepung sorgum Numbu menunjukkan bahwa suhu gelatinisasi tepung
adalah 77.53
o
C sehingga suhu minimal ekstruder adalah 80
o
C. Viskositas setback tepung sorgum yang tinggi menunjukkan kecenderungan proses retrogradasi yang besar sehingga cocok diolah menjadi mi
pati. Retrogradasi dalam hal ini akan menentukan struktur mi yang dihasilkan Tam et al. 2004. Optimasi proses mi sorgum menggunakan RSM D-Optimal menunjukkan bahwa proses yang
terpilih adalah suhu ekstruder 95
o
C dan kecepatan ulir 125 rpm, dengan variasi suhu dan kecepatan ini berada di batas maksimal dari limit yang ditetapkan. Pada variasi suhu dan kecepatan tersebut, mi
sorgum memiliki cooking loss sebesar 8.95 dan elongasi sebesar 332.44. Pemilihan ini dilakukan dengan mempertimbangkan proses yang dapat menghasilkan mi dengan cooking loss yang minimum.
Warna mi sorgum yang telah dimasak adalah putih pucat. Unutk meningkatkan daya terima panelis terhadap mi sorgum, penambahan tepung jagung pada adonan mi dilakukan berdasarkan trial
and error untuk
Uji hedonik dilakukan dengan menggunakan atribut warna mi, kekeruhan air rebusan mi, kekerasan mi, elongasi mi, dan rasa mi. Uji hedonik mi sorgum menunjukkan bahwa tingkat kesukaan
panelis terhadap mi sorgum berada diantara “biasa” dan “suka”, kecuali pada atribut warna dan kekeruhan air rebusan mi dengan nilai antara “tidak suka” dan “biasa”. Pengembangan produk
dilakukan dengan mencampurkan tepung jagung ke dalam adonan mi untuk memperbaiki daya terima
dari mi sorgum. Berdasarkan hasil uji, mi sorgum-jagung memiliki tingkat kesukaan yang lebih baik daripada mi sorgum, terutama dalam hal warna mi dan kekeruhan air rebusan mi. Untuk ketiga atribut
lainnya, uji ANOVA tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kedua sampel mi pada taraf kepercayaan 95.
5.2. SARAN
Data penelitian menunjukkan bahwa nilai cooking loss dan elongasi mi sorgum pada kondisi proses yang sama memiliki nilai yang bervariasi. Beberapa variasi nilai antar ulangan cukup besar,
terutama elongasi mi. Hal ini diduga disebabkan oleh tahap pemasukan adonan ke dalam ekstruder dilakukan secara manual sehingga memungkinkan keragaman mutu akibat perbedaan kecepatan
pemasukan adonan feeding rate. Penggunaan ekstruder dengan tahap pemasukan bahan yang terkendali mungkin akan menghasilkan produk mi dengan variasi mutu mi yang lebih kecil.