Perbedaan desain utama RSM

17

2.6.1. Perbedaan desain utama RSM

Terdapat tiga desain utama pada RSM, yaitu Central Composite, Box-Behnken, dan D- Optimal . Berikut adalah perbedaan dari ketiga desain yang sering digunakan dalam penelitian Anonim 2005: Central Composite Design 1. Menyusun desain dari 2 level faktorial dan memperbanyak dengan poin tengah dan poin aksial 2. Central composite design memiliki 5 level untuk setiap faktor, walaupun hal ini dapat dimodifikasi dengan memilih alfa = 1.0, CCD yang berpusat di muka, dengan 3 level untuk setiap faktor 3. Dibuat untuk memperkirakan model yang kuadratik 4. Lebih tidak sensitif terhadap data yang hilang 5. Mereplikasi titik tengah yang menunjang kemampuan prediksi yang tepat mendekati nilai tengah dari ruang desain, letak dimana titik optimasi awal berada Box Behnken 1. Memiliki posisi yang spesifik dari titik desain 2. Selalu memiliki 3 level untuk setiap faktor 3. Dibuat untuk memperkirakan model kuadratik 4. Menunjang estimasi koefisien yang kuat yang dekat dengan titik tengah ruang desain, letak dimana titik optimasi awal berada, tetapi lemah pada sudut dari kubus, letak dimana tidak ada titik desain 5. Apabila ada data yang hilang, keakuratan dari data yang tersisa menjadi kritis terhadap ketergantungan model. Model ini tidak disarankan digunakan bila terdapat data yang hilang D-Optimal 1. Posisi dari titik desain dipilih secara matematis berdasarkan jumlah faktor dan model yang diinginkan sehingga poin tersebut tidak berada pada posisi yang spesifik, tetapi tersebar di ruang desain untuk memenuhi kriteria D-optimal 2. Untuk model kuadratik, faktor dapat memiliki tiga atau empat level 3. Dapat digunakan untuk membuat desain yang baik agar sesuai dengan linier, kuadratik, atau kubik. 4. Apabila terdapat masalah, model yang diinginkan dapat diedit dengan menghilangkan istilah yang tidak signifikan atau tidak ada. Hal ini akan menurunkan jumlah running yang dibutuhkan 5. Dapat menambahkan pembatas ke ruang desain untuk meniadakan sebagian area yang tidak dapat diambil responnya 6. D-optimal secara matematis memiliki poin untuk meminimalkan integrasi variasi dari koefisien model sehingga didapatkan koefisien yang paling berharga 7. Umumnya, desain D-optimal memiliki 1-2 run yang lebih banyak dibandingkan Box Behnken sehingga menunjang proteksi sedikit lebih besar terhadap koefisien model apabila terjadi kehilangan beberapa data 18

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah sorgum varietas Numbu, tepung jagung varietas P21, garam, dan air. Alat yang digunakan adalah mesin sosoh Satake Grain Mill, wadah perendaman sorgum, penggiling pin disc mill, vibrating screen dengan ukuran lubang 100 mesh, ekstruder pemasak-pencetak ulir tunggal model Scientific Laboratory Single Screw Extruder type LE25-30C Labtech Engineering Co. Ltd., Thailand, texture analyzer TA-XT2i, dan peralatan lain untuk analisis. Sorgum yang digunakan berasal dari SEAMEO BIOTROP yang berlokasi di Tajur, Bogor, sedangkan tepung jagung yang digunakan diperoleh dari SUA mi jagung IPB.

3.2. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan April-Oktober 2012. Pembuatan tepung sorgum dilakukan di Laboratorium SEAFAST Center IPB dan pembuatan mi dilaksanakan di Laboratorium lini proses mi skala pilot plant PAU IPB. Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Biokimia Pangan dan Laboratorium Kimia Pangan Departemen ITP IPB. Analisis elongasi dan cooking loss dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pangan Departemen ITP IPB, sementara analisis warna dilakukan di Laboratorium Departemen ITP. Selain itu, uji hedonik dilakukan di Laboratorium Evaluasi Sensori PAU IPB.

3.3. METODE PENELITIAN

Secara garis besar, penelitian terdiri dari beberapa tahapan, yaitu produksi dan identifikasi tepung sorgum, optimasi proses pembuatan mi sorgum, verifikasi proses, dan uji hedonik. Identifikasi tepung sorgum meliputi analisis proksimat, pati, amilosa, dan profil gelatinisasi pati. Optimasi proses pembuatan mi sorgum menggunakan respon cooking loss dan elongasi mi sorgum yang dilanjutkan dengan verifikasi proses. Terakhir, dilakukan pengembangan pembuatan mi sorgum yang dicampur dengan tepung jagung dan dilakukan uji hedonik terhadap dua sampel mi dengan proses optimal. Rangkaian metode secara detail yang dilaksanakan dapat dilihat pada Gambar 5.