Iklim Mikro TINJAUAN PUSTAKA
Iklim perkotaan merupakan hasil dari interaksi banyak faktor alami dan antropogenik. Polusi udara, material permukaan perkotaan, emisi panas
antropogenik, bersama-sama dengan faktor alam menyebabkan perbedaan iklim antara kota dan area non kota. Iklim suatu kota dikendalikan oleh banyak faktor
alam, baik pada skala makro seperti garis lintang maupun pada skala meso seperti topografi, badan air. Pada kota yang tumbuh dan berkembang, faktor-
faktor baru dapat mengubah iklim lokal kota. Tata guna lahan, jumlah penduduk, aktivitas industri dan transportasi, serta ukuran dan struktur kota, adalah faktor-
faktor yang terus berkembang dan mempengaruhi iklim perkotaan. Data iklim lebih sering dipergunakan sebagai data yang mendukung
pernyataan kesesuian lahan dan lokasi bagi pengembangan fungsi sebuah kawasan, terutama untuk pengembangan kawasan pertanian. Namun dalam
perancangan dan perencanaan kawasan perkotaan di Indonesia, hampir tidak pernah dipertimbangkan bahwa perubahan guna lahan yang direncanakan akan
memberikan implikasi yang sangat besar terhadap sistem iklim Susanti dan Harjana, 2006.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan iklim kota dengan menggunakan model simulasi, salah satu faktor terpenting yang mudah
mengurangi panas dalam kota adalah bertambahnya permukaan air dalam kota yang memungkinkan berlakunya proses penguapan atau evaporasi Myrup, 1969.
Berdasarkan hasil simulasi, penambahan luas permukaan bagi proses penguapan dari 0.0 sampai 0,5 ha dapat menurunkan suhu maksimum udara dari 34,6
C ke 26,2
C. Implikasi kesimpulan ini adalah bahwa taman, air mancur, jalur hijau dan pohon di tepi jalan mempunyai kesan yang lebih baik daripada hanya sebagai
penghias kota belaka, karena turut memberikan kesan sejuk dalam kota. Setiap material permukaan baik vegetasi maupun bangunan mempunyai
albedo berbeda yang mengubah fraksi dari radiasi matahari yang terpantul dan terserap di permukaan Susanti dan Harjana, 2006. Dalam beberapa penelitian
ditemukan bahwa albedo kawasan perkotaan hanya sekitar 10-15 albedo untuk salju adalah lebih besar dari 80 yang berarti banyak energi matahari yang
datang diserap oleh suatu kota. Selain itu, bahan bangunan yang digunakan untuk
konstruksi bangunan kota pada umumnya dicirikan oleh kapasitas dan keterhantaran panas tinggi. Kombinasi albedo yang rendah dan kapasitas panas
yang tinggi ini adalah faktor antropogenik yang menciptakan karakter khusus pada kondisi atmosfer di atas kawasan perkotaan. Dampak faktor antropogenik
pada iklim perkotaan tergantung pada ukuran kota, struktur spasial, jumlah penduduk, dan konsentrasi industri. Kota kecil dengan bangunan-bangunan yang
relatif rendah dan menyebar di antara area hijau, tanpa pabrik-pabrik atau industri, akan cenderung memiliki pengaruh yang lebih kecil terhadap perubahan iklim
perkotaan dibandingkan dengan kota-kota besar dengan bangunan-bangunan yang tinggi.
Kondisi bentang alam dimana suatu kota berada, akan memiliki implikasi yang besar terhadap sistem interaksi faktor antropogenik dan iklim lokal.
Contohnya, kota yang terletak di daerah bergunung sering berkabut dan aliran udara lemah. Hal tersebut menyebabkan kualitas udara jelek, ditambah lagi oleh
inversi temperatur yang sering terjadi. Kota yang berada di lembah, formasi inversi terjadi karena adanya shading di bagian dasar dari landform oleh karena
adanya kemiringan, sehingga bagian yang lebih rendah sebagai area yang mendapat shade tetap lebih dingin dari area yang terletak di atasnya, dan dengan
begitu udara yang berada di dekat permukaan tanah, membentuk inversi temperatur. Ditambah lagi, udara dingin dan lebih berat dari area miring sekitar
kota turun secara gravitasi dan berkumpul di lembah atau basin, yang memperkuat inversi.
Jumlah pantulan radiasi surya suatu hutan sangat dipengaruhi oleh: panjang gelombang, jenis tanaman, umur tanaman, posisi jatuhnya sinar surya,
keadaan cuaca dan posisi lintang Robinette, 1983. Suhu udara pada daerah berhutan lebih nyaman dari pada daerah tidak ditumbuhi oleh tanaman. Suhu
adalah tingkat energi kinetik gerakan molekul benda, makin cepat gerakan molekul, makin tinggi suhunya. Berdasarkan hasil penelitian oleh Wenda 1991,
yang telah melakukan pengukuran suhu dan kelembaban udara pada lahan yang bervegetasi dengan berbagai kerapatan, tinggi dan luasan dari hutan kota di Bogor
yang dibandingkan dengan lahan pemukiman yang didominasi oleh tembok dan jalan aspal, diperoleh hasil bahwa:
1. Pada areal bervegetasi suhu hanya berkisar 25,5-31,0°C dengan kelembaban 66-92.
2. Pada areal yang kurang bervegetasi dan didominasi oleh tembok dan jalan aspal suhu yang terjadi 27,7-33,1°C dengan kelembaban 62-78.
3. Areal padang rumput mempunyai suhu 27,3 – 32,1°C dengan kelembaban 62 - 78.
Kehadiran tumbuhan atau vegetasi sangat diperlukan diperkotaan mengingat tumbuhan hijau akan menjaring CO
2
dan melepas O
2
kembali ke udara melalui proses fotosintesis tumbuhan yang terjadi apabila ada sinar matahari dan
dibantu oleh enzim, yaitu suatu proses dimana zat-zat anorganik H
2
O dan CO
2
oleh klorofil diubah menjadi zat organik, karbohidrat serta O
2
Irwan, 2005. Setiap tahun tumbuh-tumbuhan di bumi ini mempersenyawakan sekitar 150 000
juta ton CO
2
dan 25 000 juta ton hydrogen dengan membebaskan 400 000 juta ton oksigen ke atmosfer, serta menghasilkan 450 000 juta ton zat-zatorganik. Setiap
jam 1 ha daun-daun hijau menyerap 8 kg CO
2
yang ekuivalen dengan CO
2
yang dihembuskan oleh napas manusia sekitar 200 orang dalam waktu yang sama.
Diuraikan pula berdasarkan penelitian Kramer Kozlowski 1970; Federer 1970 yang dikutip dari Grey dan Deneke 1976 bahwa tumbuhan juga disebut
air conditioning AC alami karena sebatang pohon dapat menguapkan 400 liter sehari dalam proses evapotranspirasi, setara dengan 5 AC yang berkapasitas 2500
kcaljam yang beroperasi selama 20 jamhari. Pepohonan, semak-belukar dan rerumputan dapat memperbaiki suhu kota melalui evapotranspirasi.
Hutan kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan agar pada saat siang hari tidak terlalu panas, sebagai akibat banyaknya jalan aspal,
gedung bertingkat, jembatan layang, papan reklame, menara, antena pemancar radio, televisi dan lain-lain. Sebaliknya pada malam hari dapat lebihh hangat
karena tajuk pepohonan dapat menahan radiasi balik re-radiasi dari bumi Grey dan Deneke, 1978 dan Robinette, 1983. Lingkungan perkotaan sangat perlu untuk
disejuk-nyamankan, karena suhu dan kelembaban mempengaruhi kekuatan fisik, aktivitas dan mental seseorang Dahlan, 2004.