Rumusan Arahan Kebijakan Pembangunan Hutan Kota di Kota Palu

yang selanjuntya ditetapkan oleh lembaga legislatif sebagai peraturan daerah. Selanjutnya kebijakan tersebut hendaknya didukung dengan implementasi yang dapat dicapai dengan adanya institusi pemerintah sebagai pengelola dan pelibatan masyarakat. Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, pasal 29 ayat 2 mengatur bahwa proporsi Ruang Terbuka Hijau RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 dari luas wilayah kota. Batasan 30 memberi harapan yang lebih besar bagi upaya memperoleh ameliorasi iklim mikro perkotaan. Berdasarkan Konferensi Tingkat Tinggi KTT Bumi di Rio de Janero, Brazil 1992 dan dipertegas lagi pada KTT Johanessburg, Afrika Selatan 10 tahun kemudian 2002, Rio + 10, telah disepakati bersama bahwa sebuah kota memliki luas RTH ideal minimal 30 dari total luas kota. Penggunaan lahan di Kota Palu pada umumnya terbagi atas enam jenis yaitu pemukiman, lahan basah, hutan produksi terbatas, hutan lindung, suaka alam dan sarana prasarana. Ruang Terbuka Hijau Kota Palu 2010 masih tersedia 78. Kuantitas yang masih di atas batas limit sebuah RTH Kota masih terpenuhi tetapi belum mampu menurunkan suhu kota. Sebuah RTH tidak hanya terpenuhi dari luasan kuantitas tetapi harus diikuti oleh kualitas bentuk dan struktur yang tepat. Bentuk dan Struktur Hutan Kota mampu menurunkan suhu antara 2 - 5°C. Potensi luasan RTH dan angin yang tinggi diharapkan dapat menurunkan suhu kota. Diperlukan penataan RTH Pemukiman, Jalan Raya, Perindustrian dengan penataan bentuk dan struktur yang tepat.

5.7. Analisis Kebijakan

Berdasarkan hasil analisis spasial menunjukkan bahwa selama periode 13 tahun 1997-2003 telah terjadi penurunan luas RTH sebesar 1,6 . Penurunan luas RTH akan meningkatkan suhu udara di Kota Palu. Hasil analisis menunjukkan bahwa penurunan luas RTH akan meningkatkan suhu udara secara signifikan dengan persamaan Y = -0,1203 X + 39,51 R 2 = 0,503. Jika nilai Y=33,8 o C Suhu maksimum RTH hutan dari rata-rata pengamatan pada titik pengambilan sampel , maka diperoleh nilai X=47 atau membutuhkan luasan hutan sebanyak 18 648 ha. Berdasarkan analisis persamaan linear antara jumlah penduduk dengan penggunaan listrik adalah Y = 2,4252X – 564720 dengan R 2 sebesar 0.9874. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan yang sangat erat antara jumlah penduduk dengan penggunaan listrik yaitu semakin tinggi jumlah penduduk menyebabkan penggunaan listrik semakin meningkat. Selama periode 5 tahun 2005-2010 laju pertambahan penduduk rata-rata sebesar 1,7 pertahun dan berdasarkan data pemakaian pemakaian listrik maka diperoleh jumlah komsumsi listrik yang cukup besar pertumbuhannya yaitu sebesar 19,82 . Peningkatan jumlah penduduk akan berbanding lurus dengan semakin meningkatnya penggunaan energi untuk kebutuhan rumah tangga dan lain-lain. Persamaan linier antara penggunaan listrik dengan suhu adalah Y = 33760X – 1 x 10 6 dengan r sebesar 0,7745. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan yang sangat erat antara penggunaan listrik dengan suhu yaitu semakin besar penggunaan listrik menyebabkan suhu semakin meningkat. Peningkatan konsumsi listrik memberikan dampak pada peningkatan suhu maksimum disebabkan hasil emisi dari penggunaan listrik terutama karbon dioksida berkontribusi dalam peningkatan suhu udara. Implikasi kebijakan terhadap persamaan model tersebut adalah peran pemerintah dalam mengatur keberadaan RTH, melalui penegakan pemanfaatan ruang harus sesuai dengan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang sebagai upaya menekan laju penurunan RTH. Model persamaan tersebut setelah disimulasikan bahwa selama periode 10 tahun terakhir 2000-2010 penurunan luas RTH telah menyebabkan terjadinya peningkatan suhu udara sebesar 2,4 o C. RTH dalam mengameliorasi iklim selain menurunkan suhu udara juga berperan meningkatkan kelembaban udara. Keberadaan tumbuhan dalam bentuk hutan kota bergerombol dan berbentuk jalur meperlihatkan hasil pengukuran kelembaban tinggi yang dapat berfungsi memperbaiki kondisi iklim mikro. Implikasi kebijakan dari model persamaan tersebut adalah apabila tidak dilakukan upaya untuk menekan laju penurunan luas RTH dan meningkatkan luas RTH melalui instrument kebijakan pemerintah daerah maka peningkatan suhu udara di Kota Palu akan semakin meningkat. Oleh karena ini merujuk pada model tersebut, maka sangat diperlukan kebijakan pemerintah dalam upaya mengurangi penigkatan suhu udara melalui peningaktan luas RTH di Kota Palu. Kebijakan ruang terbuka hijau di Kota Palu diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palu pasal 36 tentang Pengembangan Kawasan Lindung . Adapun Rencana pengembangan diatur dalam pasal 39 yaitu: Rencana Pengembangan RTH Kota Palu untuk mencapai sekurang-kurangnya 30 persen dari luas wilayah kota, yaitu sekurang-kurangnya 20 RTH Publik dan sekurang-kurangnya 10 RTH Privat, meliputi : a Pengembangan taman RT dan RW yang akan didistribusikan pada pusat unit-unit pengembangan perumahan; b Pengembangan taman kota yang akan didistribusikan di setiap Kelurahan dan Kecamatan pada wilayah Kota Palu; c Pengembangan hutan kota di Kelurahan Kawatuna Kecamatan Palu selatan seluas kurang lebih 100 Ha dan kebun raya di Kecamatan Palu Utara seluas kurang lebih 200 Ha; dan d Pengembangan fungsi-fungsi kawasan lindung lainnya menjadi ruang terbuka hijau. Namun demikian, luasan RTH sebesar 30 dari luas wilayah Kota Palu belum meberikan manfaat pada tercapainya suhu terendah yang dapat memberikan kenyamanan. Terkait dengan kajian penelitian ini dalam Peraturan Pemerintah PP Nomor 63 tahun 2002 disyaratkan bahwa Hutan kota minimal 10 dari luas Total suatu wilayah, sedangkan luas hutan kota saat ini belum mencapai satu persen . Untuk itu maka kebijakan RTRW Kota Palu belum dianggap mendukung upaya ameliorasi iklim mikro. Olehnya itu perlu adanya instrumen subsidi bagi pengembangan partisipasi masyarakat dalam peningkatan baik pembangunan hutan kota maupun peningkatan luas RTH privat. Berdasarkan hasil analisis skenario optimis dari hasil analisis model, merupakan model yang dapat diimplementasikan untuk melakukan upaya ameliorasi suhu udara dengan melakukan intervensi variabel terhadap jumlah penduduk dengan menurunkan laju pertumbuhan sebesar 1 pertahun, luas Hutan dilakukan penambahan 2 pertahun yang hasilnya akan mempertahankan suhu udara maksimum pada akhir tahun simulasi Tahun 2040 yaitu 36,54 o C. Seiring dengan kondisi tersebut menunjukkan bahwa aktor utama dalam kebijakan pembangunan hutan kota di Kota Palu adalah pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah. Sebagai aktor utama dalam pengembangan kebijakan pembangunan Hutan kota di Kota Palu, maka diperlukan kerja sama institusi terkait. Institusi yang berperan dalam pengembangan hutan kota adalah Dinas Pertamanan, Bapedalda, Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Tata Ruang. Kerjasama ini akan menghasilkan manfaat optimal jika disertai dengan kebijakan pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian tentang pemodelan hutan kota untuk ameliorasi iklim mikro di Kota Palu untuk penyempurnaan RTRWK Kota Palu mengenai rencana pengembangan hutan kota, maka direkomendasikan bahwa pengembangan hutan kota ditekankan berdasarkan distribusi suhu dan sebarannya pada setiap wilayah kecamatan. Kebijakan pengembangan Hutan Kota juga harus didukung oleh sumber daya manusia yang handal baik dalam hal perencanaan, pengelolaan maupun pengawasan dalam suatu kelembagaan yg jelas dan manajemen yang baik. Dalam upaya perencanaan, pemerintah daerah hendaknya mampu untuk memetakan kawasan potensial pengembangan RTH dan sistem pengembangannya. Dalam rangka pengelolaan, diperlukan adanya sumber daya manusia yang mampu memotivasi dan mendorong masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan pengembangan Ruang Terbuka Hijau. Dalam kaitannya sebagai pengawas, maka sumber daya manusia harus mampu untuk mengendalikan kegiatan-kegiatan yang sifatnya dapat mengancam kualitas RTH di Kota Palu.

VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1 SIMPULAN

1. Berdasarkan analisis penutupan lahan kota Palu selama 13 tahun dari tahun 1997 sampai dengan 2010 telah ditemukan bahwa Ruang Terbuka Hijau RTH telah mengalami penurunan dari 80,4 menjadi 78,8 atau 48,9 menjadi 29,5 RTH Hutan. 2. Hubungan dinamik perubahan luasan RTH dan distribusi suhu mengikuti persamaan linier Y= 39,511 – 0,1203X dengan R 2 sebesar 0,503. Jika nilai Y=33,8 o C Suhu maksimum RTH hutan dari rata-rata pengamatan pada titik pengambilan sampel, maka diperoleh nilai X=47 atau membutuhkan luasan hutan kota sebanyak 18 648 ha. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan berbanding terbalik antara prosentase RTH hutan dengan suhu udara maksimum yaitu semakin rendah prosentase RTH hutan menyebabkan suhu udara maksimum meningkat. 3. Berdasarkan hasil simulasi model menunjukkan bahwa luas hutan menurun dari tahun ke tahun sebagai penyebab meningkatnya suhu udara, peningkatan suhu sebesar 2,4 o C selama 10 tahun terakhir dari tahun 2000-2010. Model Skenario Optimis dari hasil analisis model, merupakan model yang dapat diimplementasikan untuk melakukan upaya ameliorasi suhu udara dengan melakukan intervensi variabel terhadap jumlah penduduk dengan menurunkan laju pertumbuhan sebesar 1 pertahun, luas Hutan dilakukan penambahan 2 pertahun yang hasilnya akan mempertahankan suhu udara maksimum pada akhir tahun simulasi Tahun 2040 yaiti 36,54 o C Suhu aktual 35,7 o C penambahan suhu berkisar 0,8 o C selama 30 tahun. 4. Hasil analisis AHP menunjukkan bahwa faktor utama yang menentukan keberhasilan kebijakan pembangunan hutan Kota Palu adalah kebutuhan pemukiman dengan bobot 0,30 dengan aktor utamanya adalah pemerintah sebagai penyusun kebijakan bobot 0,33, dimana tujuan kebijakan utamanya adalah kelestarian lingkungan dengan bobot sebesar 0,3, sedangkan untuk alternatif utama dalam pengembangan hutan kota di Kota Palu adalah penyempurnaan peraturan serta penyediaan ruang terbuka hijau dan tanaman dengan bobot 0,4.

6.2 SARAN

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian, maka upaya yang perlu dilakukan antara lain: 1. Model Hutan Kota untuk ameliorasi iklim mikro perlu disusun sebagai kebijakan pemerintah daerah dalam penataan ruang yang mencakup tentang batasan luas ruang terbuka hijau dan sebarannya, 2. Kebijakan pengembangan Hutan Kota juga harus didukung oleh sumber daya manusia yang handal baik dalam hal perencanaan, pengelolaan maupun pengawasan dalam suatu kelembagaan yang jelas dan manajemen yang baik. Dalam upaya perencanaan, pemerintah daerah hendaknya mampu untuk memetakan kawasan potensial pengembangan RTH dan sistem pengembangannya. Dalam rangka pengelolaan, diperlukan adanya sumber daya manusia yang mampu memotivasi dan mendorong masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan pengembangan Ruang Terbuka Hijau. Dalam kaitannya sebagai pengawas, maka sumber daya manusia harus mampu untuk mengendalikan kegiatan-kegiatan yang sifatnya dapat mengancam kualitas RTH di Kota Palu. 3. Perlu peninjauan kembali tentang rencana ruang terbuka hijau dalam penyusunan RTRW Kota Palu, terutama alokasi untuk hutan kota. 4. Perlu dilakukan kajian lanjutan mengenai pemodelan hutan kota dengan indikator-indikator yang belum diteliti.