Hutan Kota TINJAUAN PUSTAKA

2 perhitungan per kapita berdasarkan jumlah penduduk; atau 3 berdasarkan isu utama yang muncul. 5. Pendekatan kedua yaitu semua area yang ada di suatu kota pada dasarnya adalah area untuk hutan kota. Pada pendekatan ini komponen yang ada di kota seperti pemukiman, perkantoran dan industri dipandang sebagai suatu enklave bagian yang ada dalam suatu hutan kota. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengembalikan kondisi lingkungan perkotaan yang rusak adalah dengan pembangunan hutan kota yang memiliki beraneka ragam manfaat diantaranya adalah sebagai ameliorasi iklim mikro yang diharapkan dapat menurunkan suhu pada waktu siang hari dan sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pohon dapat menahan radiasi balik reradiasi dari bumi. Kehadiran pohon dalam lingkungan kehidupan manusia, khususnya di perkotaan memberikan nuansa kelembutan tersendiri. Perkembangan kota yang lazimnya diwarnai dengan aneka rona kekerasan, dalam arti harfiah ataupun kiasan, sedikit banyak dapat dilunakkan dengan elemen alamiah seperti air baik yang diam-tenang maupun yang bergerak-mengalir dan aneka tanaman mulai dari rumput, semak hingga pohon Budihardjo, 1993. Berdasarkan letaknya, hutan kota dapat dibagi menjadi lima macam, yaitu hutan kota permukiman, hutan kota industri, hutan kota wisata rekreasi, hutan kota konservasi dan hutan kota pusat kegiatan Irwan, 2005. Menurut bentuknya, Dahlan 2004 membagi dalam lima bentuk, yaitu: jalur hijau, taman kota, kebun dan halaman, kebun raya hutan raya kebun binatang dan hutan lindung. Sedangkan fungsi dari hutan kota, menurut Fandeli 2004 antara lain adalah: a identitas kota; b nilai estetika; c penyerap karbondioksida CO 2 ; d pelestarian air tanah; e penahan angin; f ameliorasi iklim; g habitat hidupan liar; dan h produksi terbatas manfaat ekonomi. Sedangkankan Departemen Kehutanan 2002, mengemukakan tipe hutan kota, yaitu: 1 Tipe Pemukiman, yaitu hutan kota yang berupa taman dengan komposisi tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan semak dan rerumputan. Sedangkan taman sendiri didefinisikan sebagai sebidang tanah terbuka dengan luasan tertentu di dalamnya ditanam pepohonan, perdu, semak, dan rerumputan yang dapat dikombinasikan dengan kreasi dari bahan lainnya; 2 Tipe kawasan Industri, dimana suatu perkotaan yang memiliki satu atau dua kawasan industri yang menghasilkan limbah sehingga diperlukan beberapa jenis tanaman yang mampu menyerap polusi dari limbah tersebut; 3 Tipe rekreasi dan keindahan, maksudnya adalah rekreasi di alam terbuka, yang bertujuan untuk menyegarkan kembali kondisi badan yang sudah penat dan jenuh dengan kegiatan rutin, agar siap menghadapi tugas baru; 4 Tipe pelestarian Plasma Nutfah, yaitu hutan konservasi mengandung tujuan untuk mencegah kerusakan dan melakukan perlindungan serta pelestarian terhadap sumberdaya alam. Bentuk hutan kota yang memenuhi kriteria ini antara lain : kebun raya, hutan raya dan kebun binatang. Sasaran pembangunan hutan kota untuk pelestarian plasma nutfah adalah a sebagai tempat koleksi plasma nutfah, khususnya vegetasi secara ex-situ dan b sebagai habitat, khususnya untuk satwa yang akan dilindungi atau dikembangkan; 5 Tipe perlindungan, yaitu hutan kota yang berada di daerah pesisir dapat berguna untuk mengamankan daerah dari gempuran ombak laut yang dapat menghancurkan pantai. Hutan kota juga dibangun didaerah dengan kemiringan yang cukup tinggi yang ditandai dengan tebing-tebing yang curam ataupun daerah tepian sungai; 6 Tipe pengaman yaitu jalur hijau di sepanjang tepi jalan bebas hambatan. Liu dan Li 2011, mengungkapkan bahwa hutan kota memainkan peran penting dalam mengurangi pengaruh perubahan iklim dengan mengurangi karbon dioksida CO 2 di atmosfer. Hal tersebut merupakan hasil dari penelitian Liu dan kawan-kawan pada hutan kota di Shenyang kota industri berat di timur laut China. Sedangkan hasil penelitian Yang etal 2009, ditemukan bahwa hutan kota memiliki kemampuan potensial untuk menghilangkan polusi udara dari atmosfer.

2.3 Iklim Mikro

Iklim mikro menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007, adalah keberadaan ekosistem setempat yang mempengaruhi kelembaban dan tingkat curah hujan setempat sehingga temperatur menjadi terkendali, termasuk radiasi matahari dan kecepatan angin. Iklim perkotaan merupakan hasil dari interaksi banyak faktor alami dan antropogenik. Polusi udara, material permukaan perkotaan, emisi panas antropogenik, bersama-sama dengan faktor alam menyebabkan perbedaan iklim antara kota dan area non kota. Iklim suatu kota dikendalikan oleh banyak faktor alam, baik pada skala makro seperti garis lintang maupun pada skala meso seperti topografi, badan air. Pada kota yang tumbuh dan berkembang, faktor- faktor baru dapat mengubah iklim lokal kota. Tata guna lahan, jumlah penduduk, aktivitas industri dan transportasi, serta ukuran dan struktur kota, adalah faktor- faktor yang terus berkembang dan mempengaruhi iklim perkotaan. Data iklim lebih sering dipergunakan sebagai data yang mendukung pernyataan kesesuian lahan dan lokasi bagi pengembangan fungsi sebuah kawasan, terutama untuk pengembangan kawasan pertanian. Namun dalam perancangan dan perencanaan kawasan perkotaan di Indonesia, hampir tidak pernah dipertimbangkan bahwa perubahan guna lahan yang direncanakan akan memberikan implikasi yang sangat besar terhadap sistem iklim Susanti dan Harjana, 2006. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan iklim kota dengan menggunakan model simulasi, salah satu faktor terpenting yang mudah mengurangi panas dalam kota adalah bertambahnya permukaan air dalam kota yang memungkinkan berlakunya proses penguapan atau evaporasi Myrup, 1969. Berdasarkan hasil simulasi, penambahan luas permukaan bagi proses penguapan dari 0.0 sampai 0,5 ha dapat menurunkan suhu maksimum udara dari 34,6 C ke 26,2 C. Implikasi kesimpulan ini adalah bahwa taman, air mancur, jalur hijau dan pohon di tepi jalan mempunyai kesan yang lebih baik daripada hanya sebagai penghias kota belaka, karena turut memberikan kesan sejuk dalam kota. Setiap material permukaan baik vegetasi maupun bangunan mempunyai albedo berbeda yang mengubah fraksi dari radiasi matahari yang terpantul dan terserap di permukaan Susanti dan Harjana, 2006. Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa albedo kawasan perkotaan hanya sekitar 10-15 albedo untuk salju adalah lebih besar dari 80 yang berarti banyak energi matahari yang datang diserap oleh suatu kota. Selain itu, bahan bangunan yang digunakan untuk