a b
c d
Gambar 22. Peta rencana luasan dan sebaran hutan kota di setiap kecamatan di Kota Palu: a Kec. Palu Utara, b Kec. Palu Timur, c Kec. Palu Selatan, d Kec. Palu Bara
5.3. Peran dan Kebutuhan Hutan Kota dalam Perbaikan Iklim Mikro di Kota Palu
Pesatnya kegiatan pembangunan sarana dan prasarana fisik di wilayah perkotaan, telah berdampak pada berkurangnya populasi tegakan pohon, baik
yang berada di ruang terbuka publik, maupun yang berada di ruang milik privat. Disisi lain kegiatan industri, transportasi, konstruksi, perdagangan, pusat
perkantoran, dan aktifitas rumah tangga berkembang demikian pesat, dengan salah satu dampaknya ialah akumulasi aneka jenis polutan di lingkungan kota,
termasuk di udara. Kedua fenomena ini pada akhirnya mengakibatkan penurunan kualitas udara di wilayah perkotaan. Dari hasil laporan RTRWK 2010
menunjukkan bahwa keberadaan luas hutan kota Palu saat ini belum memenuhi aturan jika mengacu kepada Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang
hutan kota, yang mengharuskan luas hutan kota di Wilayah perkotaan sekurang- kurangnya 10 dari luas kota. Luas hutan kota di Kota Palu yaitu 122.53 ha
0,31 . Sedangkan luas RTH kota palu saat ini baru 1 280.5 ha 3,25. Dari hasil analisis data observasi ruang terbuka hijau, suhu serta kelembaban
maksimum rata-rata dapat ditunjukkan pada Gambar 23 dan Gambar 24. Hasil yang dianalisis dengan data Citra landsat menunjukkan kesesuaian dengan hasil
analisis data observasi.
Gambar 23. Suhu maksimum
Gambar 23 menunjukkan hubungan antara jenis penutupan lahan dan suhu udara yang diukur melalui pengamatan di lapangan. Pengamatan di lapangan
dilakukan pada tanggal 17 - 22 Maret 2011 di berbagai titik Kota Palu seperti yang terlihat pada Lampiran 1. Pengamatan ini sebagian besar dilakukan pada
pukul 10 wita. Suhu udara diukur pada ketinggian 1,2 m di atas permukaan tanah. Suhu udara yang terukur berkisar antara 33,2
o
C – 35,7
o
C pada berbagai kondisi penutupan lahan. Tampak penurunan suhu ±2,5
o
C pada suhu di dalam hutan kota dibanding pemukiman.
Hutan mampu menurunkan suhu disebabkan karena pohon dan vegetasi menyerap air melalui akar dan mengeluarkan melalui gerakan
daun yang disebut transpirasi. Transpirasi pohon besar, dapat mengeluarkan 40 000 galon air per tahun. Proses transpirasi dan evaporasi disebut sebagai
evapotranspirasi. Evapotranspirasi mendinginkan udara dengan menggunakan panas dari udara untuk menguapkan air. Evapotranspirasi dalam kombinasi
dengan naungan, dapat membantu mengurangi suhu udara maximal pada puncak musim panas. Berbagai studi, menunjukkan, suhu udara tertinggi dalam rumpun
pohon itu adalah 5ºC lebih dingin dibandingkan di tempat terbuka dan suhu udara di lahan pertanian beririgasi 3ºC lebih dingin daripada di lahan terbuka EPA,
2010. Peran vegetasi dapat dilihat pada areal lahan kering dan taman kota yang masih lebih rendah dibanding daerah pemukinan, daerah industri, pertokoan dll.
Suhu dan kelembaban ideal untuk manusia beraktivitas menurut Carpenter et al, 1975 antara 22 - 27ºC dengan kelembaban 20 – 70.
Nilai suhu maksimum senilai 35,78
o
C berada pada tutupan lahan berbentuk pemukiman. Secara umum pada wilayah pemukiman mayoritas adalah
tutupan lahan non vegetasi. Permukaan non vegetasi merupakan permukaan yang mudah memantulkan energi yang berasal dari matahari, sehingga energi yang
terpantulkan yang dikonversi dalam bentuk suhu menjadi lebih besar. Selain itu wilayah pemukiman adalah identik dengan wilayah padat sehingga ruang gerak
udara di wilayah tersebut menjadi sempit yang juga menyebabkan peningkatan suhu udara.
Nilai suhu minimum terdapat pada wilayah hamparan terbuka senilai 28,3
o
C hamparan terbuka. Hamparan terbuka merupakan kawasan yang terdiri dari vegetasi rendah atau rerumputan yang luas. Ruang gerak udara pada wilayah
ini lebih luas dibanding wilayah pemukiman. Sifat vegetasi yang berupa
rerumputan adalah lebih baik menyerap energi matahari. Sehingga suhu udara yang terjadi cenderung lebih rendah.
Hasil pengukuran kelembaban nisbi udara RH maksimum pada semua titik pengamatan, menunjukkan bahwa kelembaban tertinggi pada tutupan lahan
terbuka yaitu sebesar 61 dan terendah pada tutupan lahan pemukiman sebesar 48,5 Gambar 24.
Gambar 24. Kelembaban maksimum rata-rata
Ruang terbuka hijau dalam hal ini hutan kota dalam mengameliorasi iklim selain menurunkan suhu udara juga berperan meningkatkan kelembaban udara.
Keberadaan tumbuhan dalam bentuk hutan kota bergerombol dan berbentuk jalur meperlihatkan hasil pengukuran kelembaban tinggi yang dapat berfungsi
memperbaiki kondisi iklim mikro Rushayati, 2011. Peran hutan kota dalam upaya perbaikan iklim sebaiknya penyebarannya sangat penting terutama
pembangunannya ditempatkan sebaiknya diarea perkotaan yang menjadi pusat sumber emisi tertinggi dan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dengan suhu
udara maksimum tertinggi.
5.4.Hubungan Jumlah Penduduk dan Penggunaan Listrik di Kota Palu
Berdasarkan hubungan antara jumlah penduduk dan penggunaan listrik diperoleh bentuk persamaan linier antara jumlah penduduk dengan penggunaan
listrik adalah Y = 2,4252X – 564720 dengan R
2
sebesar 0.9874 Gambar 25. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan yang sangat erat antara jumlah
penduduk dengan penggunaan listrik yaitu semakin tinggi jumlah penduduk menyebabkan penggunaan listrik semakin meningkat.
Dari data jumlah penduduk kota Palu pada tahun 2005-2010 dengan laju pertambahan penduduk rata-rata sebesar 1,7 pertahun dan berdasarkan data
pemakaian pemakaian listrik maka diperoleh jumlah komsumsi listrik yang cukup besar pertumbuhannya yaitu sebesar 19,82, hal ini disebabkan oleh karena
semakin banyaknya peralatan rumah tangga yang relatif harganya murah yang menggunakan daya listrik yang besar seperti pemakaian air conditioner AC
httpwww.bi.go.id, 2011 .
Gambar 25. Hubungan antara jumlah penduduk dan penggunaan listrik
Gambar 26. Hubungan antara penggunaan listrik dengan suhu
y = 33760x - 1E+06 r= 0,7745
- 50.000,0
100.000,0 150.000,0
200.000,0 250.000,0
32,0 33,0 34,0 35,0 36,0 37,0 P
e n
g g
u n
a a
n L
is tr
ik
M W
h
Suhu Maksimum
o
C
Series1 Linear Series1
Gambaran penggunaan listrik hubungannya dengan suhu disajikan pada Gambar 26. Pemakaian AC yang cukup besar mengindikasikan ketidak
nyamanan suhu udara dilingkungan perkotaan yang mendesak masyarakat untuk mencari solusi dengan menggunakan pendingin ruangan. Peningkatan komsumsi
listrik akan berdampak pada peningkatan emisi CO
2
yang dihasilkan sebagai salah satu sumber emisi yang ikut berkontribusi dalam peningkatan suhu udara, maka
hal tersebut dapat dibuktikan keterkaitan yang sangat erat dari hasil analisis regresi antara penggunaan listrik dan peningkatan suhu.
Hubungan antara penggunaan listrik dengan suhu diperoleh bentuk persamaan linier antara penggunaan listrik dengan suhu adalah Y = 33760X – 1 x
10
6
dengan r sebesar 0.7745 Gambar 26. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan yang sangat erat antara penggunaan listrik dengan suhu yaitu semakin
besar penggunaan listrik menyebabkan suhu semakin meningkat.
5.5 Model Hutan Kota untuk Ameliorasi Iklim Mikro
Model Hutan Kota untuk Ameliorasi Iklim Mikro yang merupakan tujuan utama dari penelitian ini disusun berdasarkan tiga sub model yaitu: 1 Sub model
suhu udara; 2 sub model luasan hutan kota; dan 3 sub model populasi penduduk. Disain dan simulasi model hutan kota disusun dengan keterkaitan antar variabel
yang terdiri dari luas tutupan lahan hutan kota, semak, lahan pertanian, suhu, populasi penduduk, dan pemakaian listrik Gambar 27.
F_ Pe n d u d u k
L_ Hu t a n LHu t a n
F_ Hu t a n Pe n d u d u k
L_ Pe n d u d u k
L_ Se ma k LSe ma k
F_ Se ma k L_ LPe rt a n ia n
La h a n Pe rt a n ia n F_ LPe rt a n ia n
La h a n Te rb u ka RTH
Pe rse n RTH Hu t a n Lu a s La h a n To t a l
La h a n Te rb a n g u n Su h u Ma ksimu n
Se ma k List rik
Hu t a n Ko t a Pe n d u d u k Akt u a l
AME Pe n d u d u k Ba t a s AME
Ke b u t u h a n Hu t a n Ko t a
Alo ka si La h a n PHK
Gambar 27. Flow diagram model hutan kota untuk ameliorasi iklim mikro.
Model ini dibangun dengan asumsi bahwa peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan luas ruang terbangun, dan sebaliknya menurunkan luas
RTH. Hal ini berdampak pada penurunan luas hutan kota, dan menyebabkan meningkatnya suhu maksimum Kota Palu. Pada tahap analisis kecenderungan
sistem dilakukan untuk mengeksplorasi perilaku sistem dalam jangka panjang ke depan 2010-2040 melalui simulasi model. Perilaku sistem ditetapkan selama 30
tahun, dalam kurun waktu simulasi yang disajikan dengan melihat perkembangan yang mungkin terjadi pada variabel-variabel yang akan dikaji.
5.5.1 Analisis Trend Sistem
Tahap analisis kecenderungan sistem dilakukan untuk mengeksplorasi perilaku sistem dalam jangka panjang ke depan 2010-2040 melalui simulasi
model. Perilaku simulasi ditetapkan selama 30 tahun, dalam kurun waktu simulasi yang disajikan perkembangan yang mungkin terjadi pada variabel-variabel yang
akan dikaji, variabel-variabel yang akan disimulasikan adalah trend penutupan lahan.
Dari variabel trend luas tutupan lahan pada hasil simulasi model menunjukkan bahwa luas hutan menurun dari tahun ke tahun dan bahkan pada
tahun 2040, luas hutan kota diprediksi akan sangat sedikit Gambar 28.
Berdasarkan data dari tahun 1997 luas lahan terbangun adalah sebesar 2937,59 ha dan luas lahan RTH 31 775,61 ha hingga tahun 2010 meningkat menjadi 5 596,42
ha dan RTH turun menjadi 31 144,36 ha yang berarti lahan RTH semakin berkurang.
Gambar 28. Hasil simulasi untuk trend luas tutupan lahan