Optimasi Hidro-Termis Dengan Metode Dynamic Programming

Halaman 36 Tentu saja merit loading ini berubah apabila struktur harga bahan bakar berubah misalnya apabila ada PLTG yang karena fleksibilitas penempatannya dapat menggunakan gas alam yang murah. Maka kedudukan PLTG ini dapat menukar kedudukan PLTU bahan bakar minyak non reheat dalam merit loading. Dalam praktek unit PLTU kebanyakan tidak mungkin diberhentikan selama satu atau dua jam untuk kemudian dioperasikan kembali dengan kondisi api ketel uapnya mati sama sekali selama unit PLTU ini berhenti. Sehubungan dengan ini maka garis ABCDE dalam gambar III.8 berubah menjadi garis A’B’C’D’E’ yang letaknya lebih tinggi karena adanya biaya bahan bakar pada beban nol tersebut diatas. Gambar III.8 disusun atas dasar asumsi unit-unit pembangkit yang tersedia untuk operasi mempunyai data sebagai berikut : a. PLTA minimum harus berbeban 500 MW, hal ini diisyaratkan untuk keperluan irigasi dan untuk mengatasi masaah kavitas. b. Titik A pada Gambar III.8 didapat berdasar butir a tersebut diatas. c. PLTU dengan batubara mempunyai kemampuan 800 MW, ini dipakai untuk menentukan letak titik B 1 yang jaraknya dari titik A = 800 MW. d. PLTU yang menggunakan bahan bakar minyak residu dan menggunakan reheat system mempunyai kemampuan 400 MW, sehingga jarak titik B 1 ke C 1 = 400 MW. e. PLTU yang menggunakan bahan bakar minyak tetapi tidak menggunakan reheat system mempunyai kemampuan 200 MW. Sehingga jarak titik C 1 ke titik D 1 = 200 MW. f. PLTG yang menggunakan HSD mempunyai kemampuan 300 MW, sehingga jarak titik D 1 ke titik E 1 = 300 MW.

3.3 Optimasi Hidro-Termis Dengan Metode Dynamic Programming

Metode ketiga untuk memecahkan persoalan optimasi Hidro-termis adalah metode Dynamic Programming Successive Approximation DPSA. Dalam metoda DPSA sistem dibagi atas subsistem Hidro dan subsistem Termis. Untuk ini diperlukan input- output curves yang mewakili subsistem hidro dan juga yang mewakili subsistem Termis. Halaman 37 Gambar III.15A yaitu input-output cirve untuk subsistem hidro adalah serupa dengan input-output curve unit PLTA seperti digambarkan oleh gambar III.8 tanpa bagian OA’ beban subsistem Hidro. Dalam metode DPSA volume kolam PLTA merupakan state variabel sedangkan beban subsistem hidro dan beban subsistem termis merupakan control variabel. Sebagai Objective Function adalah biaya bahan bakar. Apabila dalam periode optimasi, tinggi air dalam kolam tando PTA yang beroperasi banyak berubah maka input-output curve subsistem Hidro juga berubah seperti terlihat pad gambar III.15A, kurva H, mewakili keadaan dengan tinggi air terjun yang lebih rendah daripad tinggi terjun untuk kurva H 2 . Halaman 38 Berbagai kemungkinan trajektori isi kolam tando untuk mendapatkan biaya bahan bakar yang minimum. Apabila pengaruh perubahan tinggi terjun H dapat diabaikan, misalnya untuk optimisasi jangka pendek, maka pemakaian air oleh subsistem Hidro pada setiap interval waktu t adalah : Dalam interval waktu t dan juga beban subsistem Hidro maupun beban subsistem termis dianggap konstan. Dalam persamaan III.32 V ti adalah volume air dalam kolam tando subsistemhidro pada saat waktu t ke I dan V ti-1 adalah waktu t ke i-1. Dengan menggunakan Q h dari persamaan III.32 dan input-output curve subsistem hidro pada gambar III.15A dapat dicari beban subsistem hidro P H . Dengan mencoba-coba berbagai trajektori V t seperti terlihat pada gambar III.15B dapat dicari trajektori mana yang menghasilkan bahan bakar yang minimal. Jumah trajektori yang mungkin ditempuh adalah banyak sekali tergantung kepada banyaknya selang waktu pada periode optimasi dan banyaknya alternatif volume air dalam kolam tando V t untuk setiap t. Misalkan dalam suatu seang waktu terdapat n kemungkinan untuk nilai V t , maka dalam selang waktu ini ada n x n = n 2 trajektori. .Jika jumlah selang waktu yang dianalisa dalam periode optimisasi adalah sejumlah k maka jumlah trajektori yang harus dianalisa k.n 2 . Misalkan n=6 dan k=24 maka akan didapat 6 2 x 24 = 36 x 24 = 866 trajektori seperti ditunjukkan sebagian dalam gambar III.15. Untuk mencari trajektori yang menghasilkan biaya bahan bakar. Halaman 39 Apabila pengaruh perubahan tinggi terjun diperhitungkan, maka harus dicari hubungan antara volume air dalam kolam tando dengan tinggi terjun H dan selanjutnya untuk menghitung biaya bahan bakar bagi setiap trajektori harus dipergunakan kurva input-output yang ditunjukkan gambar III.15A untuk terlebih dahulu menghitung daya yag dihasilkan subsistem hidro, dalam kaitannya dengan pemakaian air q m 3 detik yang ada hubungannya dengan air terjun H. Setelah daya dibangkitkan subsistem hidro dihitung dengan memperhatikan nilai H yang merupakan fungsi volume air dalam kolam tando pada saat t, yaitu V t , kemudian sisanya yang diperlukan untuk menghadapi beban adalah daya yang harus dibangkitkan subsistem termis dan selanjutnya biaya bahan bakar dihitung dengan memakai kurva input-output subsistem Termis yang ditujukan dalam gambar III.15B. metode DPSA ini dapat dipakai untuk mencaripola pengisian kolam tando tahunan rencana jangka menengah karena hal ini merupakan hasil proses optimasi tersebut diatas, dimana volume kolam tando merupakan variabel pengatur control variabel.

3.4 Langkah-Langkah Pelaksanaan Optimasi Hidro Termis