Halaman 70
7.2 Prinsip Kerja Governor
Dan uraian dalam pasal IV.l. dapat disimpulkan bahwa pengaturan frekuensi sistem, harus dilakukan dengan melakukan pengaturan penyediaan daya aktif dalam
sistem. Pengaturan penyediaan daya aktif dilakukan dengan pengaturan besarnya kopel mekanis yang diperlukan untuk memutar generator, hal ini berarti pengaturan
pemberian uap pada turbin uap atau pengaturan pemberian bahan bakar pada turbin gas dan mesin Diesel dan pengaturan banyaknya air yang masuk turbin air pada unit PLTA.
Pengaturan pemberian uap atau bahan bakar atau air tersebut diatas dilakukan oleh governor unit pembangkit. Gambar 7.3 menggambarkan prinsip kerja dari suatu
governor.
Keterangan : 1.
Penghisap pengarah tekanan minyak 2.
Penghisap pengatur volume uapair
7.2 Penyetelan Speed Droop
Speed droop merupakan salah satu karakteristik governor yang perlu diperhatikan dalam pengaturan frekuensi sistem. Dalam pasal ini dibahas bagaimana penyetelan
speed droop governor dilakukan. Dengan memperhatikan gambar 7.3. terlihat bahwa
Gambar 7.3 : Diagram Prinsip Kerja Governor
Halaman 71
makin dekat jarak titik B dengan titik D makin cepat pengisap titik B menutup aliran minyak yang mengangkat atau menurunkan posisi pengisap titik D dan sebaliknya
makin jauh jaraknya makin lambat gerakan menutup aliran minya. Hal ini berarti bahwa makin dekat jarak titik B dengan titik D makin cepat governor menghentikan
tanggapannya terhadap perubahan frekuensi. governor bersifat “malas” dan rnenghasil- kan speed droop yang besar.
Dengan keterangan yang serupa apabila jarak titik B dengan titik D makin jauh terlihat bahwa governor bersifat “rajin” dan menghasilkan speed droop yang kecil. Jadi
penyetelan speed droop governor dapat dilakukan dengan menyetel jarak titik B dan titik D. Dalam praktek hal ini tidak begitu mudah pelaksanaannya karena dilain pihak
titik B juga harus dapat digerakkan ke atas dan ke bawah secara bebas untuk melakukan pengaturan sekunder.
7.3 Pengaturan Sekunder Pada Governor
Pengaturan sekunder dapat dilakukan secara manual ataupun oleh komputer. Jika dilakukan secara manual maka dalam sistem yang terdiri dari banyak unit pembangkit
dan juga banyak pusat listrik yang tersebar, pelaksanaannya perlu dikoordinir. Koordinasi pengaturan sekunder ini berarti pula koordinasi pembagian dalam sistem,
oleh karenanya dilakukan oleh Pusat Pengatur Beban Sistem Tenaga Listiik. Jika pengaturan ini dilakukan dengan menggunakan komputer maka software dan komputer
harus diisi datanya oleh Pusat Pengatur Beban agar sesuai dengan kondisi sistem.
Gambar 7.4 : Proses Pengaturan Frekuensi Sebagai Fungsi Waktu
Halaman 72
Hal ini menyangkut penentuan unit-unit pembangkit yang akan diikutkan dalam pengaturan frekuensi sistem serta penentuan participation factornya. Participation
factor ini tergantung kepada syarat-syarat mekanik dan unit pembangkit khusuya yang menyangkut kecepatan perubahan beban yang diperbolehkan
Δ MWmenit. Untuk pengaturan sekunder terutama yang memakai komputer perlu diketahui terlebih dahulu
daya pengaturan sistem yaitu berapa MW yang diperlukan untuk menaikkan frekuensi sistem sebesar satu Hertz.
Untuk sistem Jawa saat ini dengan beban puncak 2196 MW daya pengaturan ini adalah kira-kira 200 MWHertz. Dengan mentahui daya pengaturan sistem maka
ΔF yaitu penyimpangan frekuensi terhadap frekuensi yang dikehendaki, dapat dihitung
daya yang diperukan untuk mengkoreksi penyimpangan frekuensi sebesar ΔP = k
f
. ΔF,
dimana k
f
adalah suatu konstanta yang menggambarkan daya pengaturan sekunder. Kemudian
ΔP yang diperlukan ini dibagikan kepada unit-unit pembangkit yang direncanakan mengikuti program pengaturan frekuensi dengan memperhatikan
participation factor dari masing-masing unit pembangkit tersebut.
Gambar 7.5 : Pengaturan Sekunder Yang Diikuti Dengan Perubahan Beban Sistem
Halaman 73
7.4 Pengaturan Frekuensi Dan Beban Load Frequency Control