Membaca Cerpen dengan Lafal,
78 Pertolongan yang Tepat
Sudah hampir pukul tujuh pagi dan Samsu belum juga berangkat ke sekolah. Ia sudah
berpakaian rapi dan menyiapkan tasnya. Rupanya masih ada yang dipikirkannya. Ia
duduk di serambi menunggu temannya, Sapri. Sebentar kemudian muncullah Sapri di depan
rumahnya seperti biasanya.
“Selamat pagi, Sam Ayo, sudah hampir pukul tujuh” serunya.
“Sapri, hari ini saya tidak akan masuk sekolah.”
“Ah, mengapa? Sudah berpakaian rapi. Ayo- lah, jangan sampai terlambat,” jawab Sapri ke-
heranan. “Pri, benar-benar saya tidak berani masuk
sekolah. Sekarang tanggal dua belas. Uang SPP harus sudah dibayarkan tanggal sepuluh.
Saya kebingungan pagi ini. Ayah sedang ke pasar menjual buah-buahan. Mungkin juga men-
cari uang untuk membayar SPP itu. Ibu sudah dua hari sakit panas. Dua orang adik saya juga
belum membayar uang SPP.”
Sapri tidak tahan lagi mendengar kata sahabatnya. Samsu tampak akan menangis.
Matanya mulai berlinang. “Baiklah, Sam. Kalau begitu saya pergi
sendiri. Kamu tidak usah masuk sekolah. Nanti saya mintakan izin kepada guru kita. Bantu saja
ibumu di rumah. Pulang sekolah nanti saya sing- gah kemari. Saya berangkat, ya.”
Samsu tidak menjawab, suaranya tidak keluar. Ia hanya mengangguk sambil meman-
dangi Sapri yang tampak tergesa-gesa. Sampai di sekolah Sapri berdebar-debar
melihat pekarangan sekolah sudah sepi, tan- danya sekolah sudah dimulai. Tahulah dia bahwa
dia sudah terlambat. Apa yang harus dilakukan- nya? Segera ia menuju kantor Pak Hidayat, ke-
pala sekolahnya dan menjelaskan mengapa dia terlambat. Pak Hidayat lalu mengambil secarik
kertas, dibuatnya catatan kemudian diberikan- nya kepada Sapri. Sapri memberi hormat kepada
Pak Hidayat kemudian menuju kelasnya.
Pada waktu istirahat, Pak Hidayat memang- gil Sapri ke kantornya.
“Sapri, Bapak minta bantuanmu. Sampaikan kepada ayah Samsu, besok pagi Samsu boleh
masuk sekolah.” Sapri keluar dari kantor Pak Hidayat dengan
perasaan lega. Masih teringat saja olehnya peristiwa keter-
lambatannya tadi pagi. Dikiranya kepala seko- lah akan marah kepadanya; ternyata tidak.
Ketika Sapri pulang sekolah, dia singgah di rumah temannya untuk menyampaikan pesan
Pak Hidayat. “Sam, besok kamu boleh masuk sekolah.
Pak Hidayat tidak marah meskipun kamu belum membayar SPP. Hanya pesannya sebelum ka-
mu masuk kelasmu, pergilah ke kantor Pak Hidayat dulu”
“Pri, saya takut. Besok saya belum dapat membayar uang SPP. Sampai sekarang ayah
belum pulang. Entahlah, berapa untung yang diperolehnya dari penjualan,” kata Samsu.
“Sam, Pak Hidayat menyuruh kamu datang bukan untuk membayar uang SPP, melainkan
untuk bertemu saja dan mungkin Pak Hidayat akan memberimu nasihat.”
Ibu Samsu yang ada di kamar mendengar percakapan dua anak itu dan karena tertarik,
lalu bangkit dari tempat tidurnya ingin menyam- bung pembicaraan.
“Turutilah kata temanmu. Masuklah besok, katakan dengan terus terang bahwa kita benar-
benar belum ada uang. Ayahmu sedang berusa- ha, mudah-mudahan saja berhasil.”
Samsu mengangguk dan berjanji kepada ibunya akan masuk sekolah keesokan harinya.
Sapri lalu minta diri. Setelah sampai di rumah, Sapri menyimpan
bukunya, melepas sepatunya lalu mencuci ta- ngan dan kakinya sebelum berganti pakaian.
“Makanlah segera Ayah, ibu, dan adik sudah makan lebih dulu. Mengapa engkau terlambat
pulang?” tanya ibunya. Tanggapan dibuat dalam bentuk tabel penilaian.
Tabel penilaian dapat kalian lihat di bawah cerpen.
Samsu merasa sedih karena tidak bisa membayar SPP
79
Sapri tidak langsung makan. Didekatinya ibunya dan diceritakannya kesusahan teman-
nya, Samsu. “Kasihan, Bu, Samsu. Sudah dua hari dia
tidak masuk sekolah. Mana ibunya sakit. Ayah- nya menjual buah-buahan di pasar. Hasil pen-
jualan yang diharapkannya dapat dipakai untuk melunasi uang SPP anak-anaknya ternyata
tidak mencukupi.” Mendengar cerita anaknya itu, Ibu Sapri sangat terharu. Ia pun bersyukur
kepada Tuhan bahwa keluarganya tidak perlu menderita seperti itu.
Keesokan harinya, Sapri berangkat sekolah lebih pagi. Dia singgah di rumah Samsu. Se-
sampainya di sana dilihatnya ayah Samsu ada di rumah. Sapri merasa gembira. Tentu teman-
nya sudah mempunyai uang untuk membayar SPP. Samsu kelihatan menunggu Sapri di se-
rambi rumah. Air mukanya masih tampak ku- rang gembira.
“Selamat pagi, Sam Ayo, kita berangkat Ki- ta akan menghadap Bapak Hidayat.”
Kedua anak itu lalu minta izin kepada ayah dan ibu Samsu sebelum keluar pintu peka-
rangan. Samsu berhenti dan membisikkan se- suatu kepada Sapri.
“Sapri, ayah sudah kembali dan buah-buah- an dagangannya habis terjual, ... .”
“Nah, syukur. Jadi, kamu sudah membawa uang untuk membayar SPP?”
“Tunggu dulu Rezeki tentu ada. Kami ber- gembira. Hanya sayang sekali tidak cukup untuk
membayar uang SPP itu. Ibu ‘kan sakit. Se- bagian uang laba digunakan untuk membeli obat
dan untuk belanja kemarin dan hari ini. Sisanya tinggal lima ratus rupiah. Padahal uang SPP
saya enam ratus, ‘kan?” Sambil berjalan, Sapri menarik tangan te-
mannya lalu bertanya, “Uang itu kamu bawa se- karang?”
“Ya. Ayah takut uang itu terpakai. Nanti kalau ada untung lagi, tinggal menambah lagi.”
“Baik, Sam. Kita lekas-lekas menghadap kepala sekolah sebelum kita mulai belajar. Se-
baiknya kamu lunasi uang SPP-mu hari ini. Ke- betulan aku membawa uang seratus rupiah un-
tuk membeli buku tulis, tapi buku itu tidak kuper- lukan sekarang. Boleh kamu pinjam dulu untuk
mencukupi uang SPP-mu.”
“Ah, jangan Pri Nanti ayah dan ibumu ma- rah”
“Tidak, Sam. Sungguh. Ini bukan uang pem- berian ayah atau ibu tetapi pemberian paman.
Memang ayah dan ibu tahu bahwa saya diberi uang.” “Baiklah kalau begitu. Jadi, hari ini saya
dapat melunasi uang SPP? Wah, bukan main. Sungguh kau baik hati. Engkau memang se-
orang sahabat bukan sekadar teman. Pertolong- an yang sangat tepat waktunya. Nanti akan sa-
ya beritahukan kepada orang tuaku.”
Sepulang dari sekolah kedua anak itu men- ceritakan pengalamannya kepada orang tuanya
masing-masing. Ibu Samsu mukanya mulai berseri karena gembira. Waktu Sapri bercerita
tentang pertolongannya, ibunya mengangguk- angguk lalu berkata, “Aku bangga akan sikap-
mu, Sapri. Pertolonganmu sangat tepat dan pas- ti mendapat pahala.”
Dikutip dengan penyesuaian dari Buku Pelajaran Bahasa Indonesia 1, hal. 9-12.,
Galaxy Puspa Mega
TABEL PENILAIAN No.
Jumlah Aspek yang dinilai
Nama Intonasi
Pelafalan Ekspresi
10 20
30 10 20
30 10 20
30
1 Halimah
50
80