Cerita Terjemahan Menemukan Realitas Kehidupan Anak yang

124 penuh permintaan maaf. “Kutinggalkan map kumulatifnya untukmu di kantor.” Anton menyelot pintu setelah menutupnya saat Ed dan Tuan Collins sudah pergi. Saya menyeret Sheila melintasi ruangan ke kursi saya tempat kami selalu menyelenggarakan diskusi pagi, dan mendudukkannya di atas lantai persis di depan saya. Anak-anak lain berkerumun dengan sikap waspada di seke- liling kami. Kini kami berdua belas. ............ Novel Sheila, Luka Hati Seorang Gadis Kecil judul asli One Child karya Torey Hayden pasca.doc Cerita terjemahan adalah cerita yang ditulis oleh pengarang asing dengan menggunakan bahasa asing yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Cerita tersebut tetap menggunakan nama tokoh, waktu, latar tempat, dan budaya dari negara aslinya. Oleh karena itu, terkadang kita menjumpai istilah tertentu yang tidak bisa kita mengerti karena memang tidak ada kosa kata dalam bahasa Indonesia. Cerita terjemahan berfungsi antara lain untuk mengenal budaya dan tradisi suatu negara serta menambah kekayaan karya sastra Indo- nesia. Tokoh, watak tokoh, latar, dan amanat me- rupakan unsur intrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur pembangun cerita yang antara lain terdiri atas tokoh, watak tokoh, latar tempat dan waktu, dan amanat. Mencari unsur intrinsik sebuah cerita bukanlah hal yang sulit. Unsur- unsur ini bisa kita temukan di dalam sebuah cerita dengan cara membaca dan mencermati setiap peristiwa dengan teliti. Dia tiba pada tanggal delapan Januari. Antara waktu saya setuju untuk menerimanya dan pagi hari kedatangannya, saya tidak men- dengar apa pun, tidak menerima satu berkas pun, dan tidak mengetahui latar belakangnya sedikit pun. Yang saya tahu hanyalah yang telah saya baca dalam artikel dua paragraf di bawah cerita komik halaman enam satu se- tengah bulan yang lalu. Namun, saya kira itu tidak jadi soal. Tidak ada yang dapat mem- persiapkan saya untuk menerimanya. Ed Somers membawa gadis kecil itu, me- megang erat-erat pergelangan tangannya dan menyeretnya. Tuan Collins juga datang ke paviliun bersama Ed. “Dia akan menjadi gurumu yang baru,” jelas Ed. “Dan ini akan menjadi kelasmu yang baru.” Kami saling memandang. Namanya Sheila. Usianya hampir enam setengah tahun. Dia seperti seekor serangga kecil dengan rambut kusut, mata penuh kebencian, dan bau me- nyengat. Saya terkejut melihat dia begitu kecil. Saya mengira akan bertemu anak yang lebih besar. Bocah tiga tahun itu pasti hampir setinggi dia. Terbungkus celana terusan denim usang dan kaos oblong garis-garis yang sudah pudar warnanya, dia tampak se- perti salah satu anak dalam iklan layanan masyarakat: Selamatkan Anak-Anak. “Hai, namaku Torey,” saya berkata dengan suara seorang guru yang paling ramah sambil meraih tangannya. Namun, dia tidak menang- gapi. Akhirnya saya mengambil alih per- gelangan tangan mungil itu dari Ed. “Ini Sa- rah. Dia yang bertugas menyambut. Dia akan menunjukkan seluruh tempat ini padamu.” Sarah mengulurkan tangan, tetapi tatapan mata Sheila bergerak cepat dari satu wajah ke wajah lainnya. “Ayo, Nak.” Sarah me- nangkap tangannya. “Namanya Sheila,” kata saya. Namun, Sheila meradang atas sikap bersahabat ini dan menyentakkan tangannya hingga lepas, lalu menarik tubuhnya ke belakang. Dia ber- balik untuk lari, tapi untungnya Tuan Collins berdiri di pintu dan Sheila berlari ke arahnya. Saya menangkap sebelah lengannya dan menyeretnya kembali ke dalam kelas. “Kami pergi dulu,” kata Ed dengan tatapan 125 Mari kalian perhatikan unsur-unsur cerita dalam kutipan novel Sheila, Luka Hati Seorang Gadis Kecil berikut

a. Tokoh-tokoh dalam kutipan novel:

1. Ed Somers 2. Tuan Collins 3. Sheila 4. Torey saya 5. Sarah 6. Anton

b. Watak tokoh:

1. Ed Somers mempunyai watak disiplin 2. Tuan Collins mempunyai watak disiplin dan bertanggung jawab. 3. Sheila mempunyai watak keras dan tidak peduli. 4. Torey mempunyai watak ramah, penya- yang, dan disiplin. 5. Sarah mempunyai watak ramah. 6. Anton mempunyai watak disiplin.

c. Latar tempat dan waktu:

1. tempat : paviliun atau ruang kelas 2. waktu : pagi hari

d. Amanat:

Terimalah siapa pun dengan lapang hati tanpa melihat latar belakang, penampilan, dan sikapnya.

e. Imajinasi berkenaan dengan pelaku da- lam cerita di atas adalah sebagai berikut.

1. Sheila adalah seorang anak yang keras. Ter- lihat dari sikapnya yang memberontak dan selalu ingin melarikan diri. Dia juga tidak acuh pada sekelilingnya. Ketika diperkenal- kan sikapnya tidak peduli, meskipun dia diterima dengan baik. 2. Orang-orang di lingkungan baru tempat Sheila hadir berusaha bersikap disiplin dan tegas untuk mengatasi sikap pemberontak Sheila. Sebagai latihan, bacalah kutipan cerita anak terjemahan berikut ini Mainan Kecil yang Berdengung “Tunggu sampai kalian melihatnya” kata Sarah-Jane Cooper kepada kedua sepupunya yang sedang berkunjung, Timothy Dawson dan Titus McKay. “Mereka sangat menawan hati Seperti mainan kecil berbulu halus yang ber- dengung dan terbang berputar-putar. Hanya sa- ja, mereka hidup Dan, mereka bisa menghasil- kan madu. Tak seorang pun tahu bagaimana mereka membuatnya. Madu ini lezaaat sekali” Dengan ceria Sarah-Jane menggigit sepotong kue berlapis madu yang lezat. Timothy dan Titus hanya memandanginya dari seberang meja makan. Sarah-Jane tahu arti pandangan mereka. Mereka menganggapnya aneh. “Kenapa?” tanyanya sambil balas me- mandang. “S-J,” kata Timothy. “Yang kita omongin itu lebah kan?” “Betul,” jawab Sarah-Jane. “Memangnya kenapa?” “Nah,” kata Titus, “semua lebah kan menye- ngat, dan itu tidak bisa dibilang menawan hati.” “Jangan bodoh,” kata Sarah-Jane. “Lebah- lebah madu ini sangat manis. Mereka jarang sekali menyengat, kecuali untuk melindungi sarangnya. Mereka tidak bisa disalahkan, bukan? Aku sudah berkali-kali ke sarang lebah dan belum pernah sekali pun disengat. Kita harus mengenakan pakaian kerja peternak lebah. Dan, supaya tetap aman, jangan sekali- kali membuat gerakan yang mengejutkan.” Misteri Lebah Madu Bagian 1 126 Timothy dan Titus saling berpandangan dengan bimbang. Sarah-Jane tampak kesal. “Kalian suka madu ini?” tanyanya. “Madu ini enaaak sekali,” kata Titus. “Lezat,” Timothy menyetujuinya. “Nah, menurut kalian, dari mana asal madu ini?” tanya Sarah-Jane lagi. “Dari lebah-lebah milik tetanggaku. Jangan menghina lebah-lebah manis itu kalau kalian sudah makan madunya.” “Oke, tapi kita harus buat perjanjian,” kata Timothy. “Kami mau melihat sarang lebah itu bersamamu asal kau berhenti bilang kalau lebah-lebah itu manis. Sarah-Jane berpikir sejenak. “Baiklah,” sa- hutnya. “Tunggu saja sampai kalian melihat- nya”

Bagian 2 Lebah-Lebah Ganas

“Ngomong-ngomong,” kata Sarah-Jane, “aku sudah nggak sabar lagi ingin bertemu Pak dan Bu B” “S-J” seru Titus. Kau kan sudah setuju untuk tidak menyebut lebah dengan manis.” “Nggak kok” protes Sarah-Jane kesal. “Ngaku saja,” kata Timothy, “kau menyebut mereka Pak dan Bu. Panggilan yang manis, kan?” “Bukan, bukan, bukan, bukan” jerit Sarah- Jane. “Maksudku bukan B-E-E yang artinya le- bah, tapi huruf B. Nama tetanggaku itu panjang, sulit diingat atau dieja. Maka semua orang me- manggilnya sengan huruf pertamanya saja. Pak dan Bu B.” “Ooo,” kata Titus, “jadi Pak dan Bu B itu nama pemiliknya. Tetap aja lucu kedengar- annya.” “Tapi mereka kan tak sengaja,” sahut S-J. “Itu karena B adalah huruf awal nama mereka. Mereka tak bisa menolaknya.” Sarah-Jane memutuskan untuk tidak cerita tentang kotak surat Pak dan Bu B yang terletak di halaman depan rumah mereka, karena kotak itu dicat menyerupai lebah madu raksasa. “Kalaupun nama Pak dan Bu B kedengaran lucu, itu bukan salahku. Dan, itu artinya tidak melanggar perjanjian kita. Kalian harus ikut aku melihat melihat sarang lebah itu.” Timothy dan Titus sadar kalau mereka kalah. Begitu juga Sarah-Jane. Ia juga yakin kalau ke- dua sepupunya sebenarnya juga tertarik untuk melihat lebah dari dekat. “Kapan kita ke sana?” tanya Titus. Sarah-Jane melihat ke langit dan menge- rutkan dahi. “Kalau cuacanya cerah. Lebah tidak suka cuaca lembab dan berawan. Mereka akan berubah ganas karena tidak bisa terbang dengan bebas.” “Lebah-lebah ganas,” kata Titus. “Sepertinya menarik.” “Jangan khawatir,” kata Sarah-Jane. “Pak B tak akan mengajak kita ke sana kalau berbaha- ya. Ia juga tidak pernah ke sana jika cuacanya buruk, kecuali terpaksa.” “S-J” Timothy tercekat. “Katamu lebah-lebah itu sangat menyenangkan.” “Memang” jawab Sarah-Jane. “Tapi orang pun kadang-kadang bisa berubah jadi ganas, kan? Ia memandangi kedua sepupunya. “Apa- lagi jika mereka dikurung bersama dengan enam puluh ribu orang lain.” “Enam puluh ribu?” tanya Titus tak percaya. “Maksudmu enam puluh ribu lebah?” Sarah-Jane mengangkat bahunya. “Kurang lebih itu jumlah mereka dalam satu sarang. Aku ingin kalian cepat-cepat melihatnya Cuaca diramalkan akan cerah sore nanti. Kuharap ramalan itu benar.” Kemudian Sarah-Jane memikirkan cara lain untuk melihat sarang lebih itu. Bukan dari dekat, tapi dari loteng rumahnya.

Bagian 3 Dari Jendela Loteng

Sarah-Jane mengajak kedua sepupunya naik ke atas loteng di lantai dua rumahnya. Ayahnya baru saja merombak loteng itu menjadi ruang kerja ibunya. Ibu Sarah-Jane adalah seorang penjahit dan perancang deko- rasi. Ia memerlukan ruangan yang lebih besar