Membaca Teks Biografi Mengungkapkan Hal-hal yang Dapat Diteladani dari
111
Karena kesulitan ekonomi pada masa kolonial Jepang tahun 1942, Chairil putus
sekolah.
Di Jakarta, Chairil mengisi waktunya dengan membaca sebanyak-banyaknya
karya sastra yang lewat di depannya: Indo- nesia, Belanda, Jerman, Inggris, Amerika,
dan berbagai terjemahan sastra dunia. Sebagai pelajar MULO, Chairil otomatis
menguasai tiga bahasa asing, yaitu Belanda, Inggris, dan Jerman secara aktif. Bahasa
daerah yang dia kuasai adalah bahasa Minang. Dan kelak, penguasaannya
terhadap ketiga bahasa asing itulah yang mengantarkan Chairil pada karya-karya
sastrawan dunia sebagai referensi yang berhasil disadur dan diterjemahkan. Keber-
hasilannya menyadur dan menterjemahkan karya puisi atau cerpen Andre Gide, John
Steinbeck, Raine Maria Rilke, Ernest Hemingway, WH Auden, Conrad Aiken, John
Cornford, Hsu Chih Mo, Archibald Macleish, Willem Elsschat, H. Marsman, Edgar du Per-
ron, J. Slaverhoff, dan lain-lain telah me- nyudutkan Chairil pada klaim kritikus sastra
sebagai plagiator, penyadur, atau penerima pengaruh Barat dari karya-karya itu.
Chairil semakin memerlihatkan ke- matangannya sebagai penyair yang
menyerahkan hampir seluruh perjalanan kehidupannya dengan penuh kesetiaan
untuk sastra. Di antara kredo penciptaan puisinya yang sangat menarik adalah puisiku
tiap kata akan kugali-korek sedalamnya hingga ke kernwoord, ke kernbeld. Dalam
pidato radio tahun 1946, penyair ini menegaskan kembali pendapatnya, bahwa
sebuah sajak puisi menjadi suatu dunia. Dunia yang dijadikan, diciptakan oleh si
penyair. Tiga kumpulan puisi Chairil, yaitu Deru
Campur Debu 1949, Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Pupus 1949,
dan Tiga Menguak Takdir 1950. Kumpulan puisi yang ditulis bertiga dengan Asrul Sani
dan Rivai Apin merupakan sejumlah puisi yang selama bertahun-tahun hidup dan me-
mompakan antusiasme dalam sejarah sastra Indonesia, sekaligus referensi, yang telah
memasuki lubuk teks dunia pendidikan dan bidang kajian penelitian sastra. Selain itu,
Chairil juga menjadi bagian tersendiri dalam kejadian atau penelitian mengenai sastra
yang ditulis sastrawan Indonesia. Terjemah- an puisinya ke dalam Bahasa Inggris adalah
Selected Poems of Chairil Anwar 1970 oleh Burton Raffel, The Complete Poems of
Chairil Anwar 1974 oleh Liauw Yock Fang, dan dalam bahasa Jerman Fever und Asche
oleh Walter Karwath.
Nama Chairil mulai dikenal di lingkungan seniman dan budayawan Jakarta ketika ia
berusia 21 tahun 1943. Pada masa itu, ia sering datang ke kantor redaksi majalah
Panji Poestaka mengantarkan puisi-puisi- nya. Pergaulannya dengan para sastrawan
dan budayawan senior semakin luas ketika ia kerap muncul di Keimin Bunka Shidoso,
pusat kebudayaan yang dibuat oleh tentara pendudukan Jepang.
Chairil sempat bekerja menjadi redaksi majalah Gema Suasana 1948. Ia hanya
bertahan selama tiga bulan di sana Januari- Maret, kemudian keluar dan bekerja pada
mingguan berita Siasat. Di sana ia menjadi anggota redaksi ruang kebudayaan Ge-
langgang bersama Ida Nasoetion, Asrul Sani, dan Rivai Apin. Dia salah seorang pe-
mikir yang memberikan kontribusi pada lahirnya Surat Kepercayaan Gelanggang.
Untuk menghormati kepenyairan Chairil Anwar, Dewan Kesenian Jakarta memberi-
kan Anugerah Sastra Chairil Anwar, pertama kepada Mochtar Lubis di tahun 1992 dan
kedua, Sutardji Calzoum Bachri di tahun 1998.
Chairil menikah dengan Hapsah Wiradiredja, 6 September 1946. Putri
mereka satu-satunya adalah Evani Allisa, lahir 17 Juni 1947. Eva tamat Fakultas Hukum
Universitas Indonesia. Eva kini telah bekerja
In d
o n
e si
a n
H e
rrt a
g e
Chairil Anwar dan istri
112
sebagai notaris di Jakarta dan telah berumah tangga, serta dikaruniai tiga anak.
Chairil Anwar cukup lama mengidap pe- nyakit paru-paru dan pada akhirnya di usia
26 tahun 9 bulan meninggal dunia. Warisan karyanya tidak terbilang besar, yaitu 70 puisi
asli, 4 puisi saduran, 10 puisi terjemahan, 6 prosa asli, dan 4 prosa terjemahan, namun
dia telah mampu mengilhami kita untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, dan es-
tetika dalam bahasa Indonesia yang penuh tenaga.
Seperti memenuhi makna yang profetik dalam bait puisinya: Di karet, Di karet dae-
rahku y.a.d sampai juga Deru Angin, pe- nyair utama ini meninggal pada 28 April 1949
dan dikebumikan di pemakaman Karet pada hari berikutnya.
Oleh: Ahmad Syubbanuddin, Alwy Sumber:
Derai Derai Cemara Bentuklah kelompok, 3—4 orang siswa,
kemudian bacalah buku biografi seorang tokoh idola, lalu kerjakan soal-soal beri-
kut
1. Tuliskan data buku terlebih dahulu. 2. Buatlah ringkasan dari tokoh yang kalian
baca 3. Catatlah keistimewaan dari tokoh yang
kalian baca 4. Teladan apa yang kalian peroleh dari
kisah tokoh tersebut
jadi bagian tersendiri dalam kejadian atau penelitian mengenai sastra yang ditulis
sastrawan Indonesia. Terjemahan puisinya ke dalam Ba-hasa Inggris adalah Selected Po-
ems of Chairil Anwar 1970 oleh Burton Raffel, The Complete Poems of Chairil Anwar 1974
oleh Liauw Yock Fang, dan dalam bahasa Jerman Fever und Asche oleh Walter Karwath.