Perumusan Masalah Analysis of Sustainability and Wood Marketing at the Mixed Garden of Karacak Village, Leuwiliang District, Bogor

mengurangi biaya perkebunan dengan 60. Sistem berbasis Eucalyptus tidak hanya menyediakan pendapatan reguler untuk kelangsungan petani sebelum kayu putih dipanen 4 tahun, tetapi juga pakan untuk ternak. Budidaya tanaman yang berbeda dalam kebun dianggap sebagai strategi petani untuk mendiversifikasikan kebutuhan hidup dan kebutuhan uang tunai mereka. Keberlanjutan sosio-ekonomi dalam pemenuhan subsisten dan tanaman harus dipertimbangkan, seiring dengan penyempurnaan pemenuhan jenis tanaman. Dalam rangka memenuhi kebutuhan makanan dan uang tunai rumah tangga, tanaman pangan terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, serta tanaman tunai harus cukup terwakili dalam sistem Abebe et al. 2010. Menurut Suharjito et al 2003, Sistem agroforestry dapat dikatakan menguntungkan apabila 1 dapat menghasilkan tingkat output yang lebih banyak dengan menggunakan jumlah input yang sama, atau 2 membutuhkan jumlah input yang lebih rendah untuk menghasilkan tingkat output yang sama. Kondisi ini dicapai apabila ada interaksi antar komponen yang saling menguntungkan baik dari segi biofisik, maupun ekonomi. Interaksi biofisik sebenarnya mencerminkan interaksi ekonomi, apabila output fisik per satuan lahan diubah menjadi nilai uang per satuan biaya faktor produksi.

2.2 Kebun Campuran

Kebun campuran bisa diartikan dalam berbagai arti tergantung pada orang yang menerjemahkannya. Kata ‘campuran’ yang terbubuhi di belakang kata ‘kebun’ bisa menjadi berbeda-beda tergantung pada jenis dominan yang terpadu di dalamnya. Secara sederhana, kebun campuran berarti kebun yang ditanami berbagai jenis tanaman dengan minimal satu jenis tanaman berkayu. Beberapa tanaman jenis lain, berupa tanaman tahunan dan atau tanaman setahun yang tumbuh sendiri maupun ditanam, dibiarkan hidup di kebun campuran selama tidak mengganggu tanaman pokok Martini et al. 2010. Fithriadi et al. 1997 menyebutkan bahwa tanaman tahunan tumbuh di antara tanaman umur panjang yang belum dewasa. Sifat kebun campuran yang terdiversifikasi juga meningkatkan konservasi tanah dan air. Dalam kebun campuran tanaman-tanaman yang tahan naungan seperti talas menempati ruang di bawah satu meter. Ubi kayu merupakan lapisan kedua dari satu sampai dua meter, dan lapisan ketiga ditempati oleh pisang dan pepohonan. Sistem kebun pekarangan di Pulau Jawa terutama Jawa Barat merupakan contoh pengolahan lahan yang berasal dari daerah tropika, dimana kebun campuran ini dalam bahasa sunda disebut juga dengan talun. Kebun ini memadukan tanaman berkhasiat asal hutan dengan tanaman khas pertanian. Kehadiran dan campur tangan manusia secara terus menerus, membuat kebun itu menjadi sistem yang benar-benar buatan, meskipun tetap bisa ditemukan sifat khas vegetasi hutan Foresta et al. 2000. Jika dilihat dan dibandingkan antara kebun campuran dengan kebun monokultur satu jenis, satu jenis produk pertanian yang dihasilkan kebun campuran umumnya lebih rendah produksinya dari kebun monokultur. Itulah sebabnya kebun campuran biasanya dimiliki oleh petani yang tidak mengandalkan hasil dari satu jenis tanaman saja. Hal ini berbeda dengan kebun monokultur yang lebih banyak dimiliki oleh petani yang sangat mengandalkan hasil yang banyak dari satu jenis tanaman yang memiliki nilai jual tinggi di pasar. Padahal harga komoditas pertanian cukup sering berubah-ubah tergantung pada permintaan dan pasokan di pasar, yang bisa berbeda di waktu dan tempat yang berbeda. Contohnya sewaktu harga karet jatuh pada tahun 2008, petani dengan sistem monokultur mengalami kerugian yang lebih banyak dibandingkan petani dengan sistem kebun campuran yang memiliki produk pertanian lain yang bisa dijual seperti pinang, durian, dan aren Martini et al. 2010. Ukuran-ukuran Kelestarian Kebun Campuran Kelestarian dalam kebun campuran ini identik dengan kelestarian hutan rakyat. Dengan demikian ukuran-ukuran kelestarian yang digunakan adalah ukurankriteria pengelolaan hutan lestari yakni mengikuti standar pedoman Lembaga Ekolabel Indonesia dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari PHBML. Pengelolaan hutan berbasis masyarakat PHBM lestari diartikan sebagai segala bentuk pengelolaan hutan dan hasil hutan yang dilakukan oleh masyarakat dengan cara-cara tradisional baik dalam bentuk unit komunitas, unit usaha berbasis komunitas koperasi dalam arti luas, maupun individual berskala kesil