Latar Belakang Analysis of Sustainability and Wood Marketing at the Mixed Garden of Karacak Village, Leuwiliang District, Bogor
mempertahankan keanekaragaman hayati. Mengingat besarnya peran Agroforestry dalam mempertahankan fungsi DAS dan pengurangan konsentrasi gas rumah kaca
di atmosfer melalui penyerapan gas CO2 yang telah ada di atmosfer oleh tanaman dan mengakumulasikannya dalam bentuk biomassa tanaman Hairiah dan Utami,
2002 dalam Widianto et al. 2003. Agroforestry
dapat dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestry
sederhana dan sistem agroforestry kompleks. Sistem agroforestry sederhana
adalah suatu sistem pertanian di mana pepohonan ditanam secara tumpangsari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Pepohonan bisa
ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam larikan
sehingga membentuk lorongpagar Hairiah et al. 2003. Berdasarkan jaraknya terhadap tempat tinggal, sistem agroforestry
kompleks dibedakan menjadi dua, yaitu kebun atau pekarangan berbasis pohon home garden
yang letaknya di sekitar tempat tinggal dan ‘agroforest’, yang biasanya disebut ‘hutan’ yang letaknya jauh dari tempat tinggal. Pekarangan atau
kebun adalah sistem bercocok-tanam berbasis pohon yang paling terkenal di Indonesia selama berabad-abad. Kebun yang umum dijumpai di Jawa Barat adalah
sistem pekarangan, yang diawali dengan penebangan dan pembakaran hutan atau semak belukar yang kemudian ditanami dengan tanaman semusim selama
beberapa tahun fase kebun. Pada fase kedua, pohon buah-buahan durian, rambutan, pepaya, pisang ditanam secara tumpangsari dengan tanaman semusim
fase kebun campuran. Pada fase ketiga, beberapa tanaman asal hutan yang bermanfaat dibiarkan tumbuh sehingga terbentuk pola kombinasi tanaman asli
setempat misalnya bambu, pepohonan penghasil kayu lainnya dengan pohon buah-buahan fase talun. Pada fase ini tanaman semusim yang tumbuh di
bawahnya sangat terbatas karena banyaknya naungan. Fase perpaduan berbagai jenis pohon ini sering disebut dengan fase talun. Dengan demikian pembentukan
talun memiliki tiga fase yaitu kebun, kebun campuran dan talun. Agroforest biasanya dibentuk pada lahan bekas hutan alam atau semak
belukar yang diawali dengan penebangan dan pembakaran semua tumbuhan. Pembukaan lahan biasanya dilakukan pada musim kemarau. Pada awal musim
penghujan, lahan ditanami padi gogo yang disisipi tanaman semusim lainnya jagung, cabe untuk satu-dua kali panen. Setelah dua kali panen tanaman
semusim, intensifikasi penggunaan lahan ditingkatkan dengan menanam pepohonan misalnya karet, damar atau tanaman keras lainnya. Pada periode awal
ini, terdapat perpaduan sementara antara tanaman semusim dengan pepohonan. Pada saat pohon sudah dewasa, petani masih bebas memadukan bermacam-
macam tanaman tahunan lain yang bermanfaat dari segi ekonomi dan budaya, misalnya penyisipan pohon durian atau duku. Tanaman semusim sudah tidak ada
lagi. Tebang pilih akan dilakukan bila tanaman pokok mulai terganggu atau bila pohon terlalu tua sehingga tidak produktif lagi Hairiah et al. 2003.
Sosial Ekonomi Agroforestry Pengetahuan Lokal Masyarakat
Petani telah
mempraktekkan agroforestry
selama berabad-abad. Tidak jarang mereka berpedoman bahwa lebih baik menerapkan teknik yang sudah biasa
mereka lakukan dibandingkan dengan menerapkan sesuatu yang masih baru dan dibawa oleh orang luar. Petani akan lebih mudah mengadopsi agroforestry jika
mereka terbiasa dengan penggunaan pohon dalam sistem pertanian, dan mengetahui bahwa integrasi pohon ke dalam proses produksi pangan telah sukses
dilakukan oleh petani yang lain. Memang, risiko kegagalan akan lebih besar pada petani dengan teknik ilmiah baru daripada dengan teknik tradisional. Jadi inovasi
penyesuaian terhadap teknik tradisional akan mengurangi risiko kegagalan agroforestry
Suharjito et al. 2003. Pengetahuan lokal merupakan konsep yang lebih luas yang merujuk pada
pengetahuan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang hidup di wilayah tertentu untuk jangka waktu yang lama. Pengetahuan lokal suatu masyarakat petani yang
hidup di lingkungan wilayah yang spesifik biasanya diperoleh berdasarkan pengalaman yang diwariskan secara turun-temurun. Adakalanya suatu teknologi
yang dikembangkan di tempat lain dapat diselaraskan dengan kondisi lingkungannya sehingga menjadi bagian integral sistem bertani mereka.
Karenanya teknologi eksternal ini akan menjadi bagian dari teknologi lokal mereka sebagaimana layaknya teknologi yang mereka kembangkan sendiri.
Pengetahuan praktis petani tentang ekosistem lokal, tentang sumberdaya alam dan
bagaimana mereka saling berinteraksi, akan tercermin baik di dalam teknik bertani maupun ketrampilan mereka dalam mengelola sumber daya alam Suyarno et al.
2003. Pengetahuan lokal merupakan hasil dari proses belajar berdasarkan
pemahaman petani sebagai pelaku utama pengelola sumberdaya lokal. Dinamisasi pengetahuan sebagai suatu proses sangat berpengaruh pada corak pengelolaan
sumberdaya alam khususnya dalam sistem pertanian lokal Sunaryo dan Joshi 2003 dalam Hilmanto 2009. Pengetahuan lokal juga dapat sebagai masukan
dalam meningkatkan kehidupan petani, baik dari segi ekonomi, ekologi dan sosialnya Mulyoutami et al. 2004 dalam Hilmanto 2009.
Ekonomi Agroforestry Menurut Gold dan Garrett 2009 dalam Ranjith et al. 2010, agroforestry
adalah pengelolaan lahan yang intensif di mana praktek pohon yang sengaja terintegrasi dengan tanaman, padang rumput, danatau dengan hewan untuk
lingkungan dan manfaat ekonomi. Agroforestry
berbasis buah dapat berpotensi dikembangkan dari buah- buahan asli yang sekarang banyak ditemukan di alam liar sebanyak sumber buah
eksotis. Kontribusi buah-buahan lokal untuk pengurangan kemiskinan dan peran vital dalam mata pencaharian masyarakat semakin banyak mendapat pengakuan
yang baik Garrity 2004; Ndoye et al 2004;. Schreckenberg et al. 2006 dalam Fentahun dan Hager 2010.
Berdasarkan penelitian Prasad et al. 2010, tumpangsari pada tanaman Eucalyptus
memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan hanya tanaman Eucalyptus saja. Tumpangsari tahunan di pohon-pohon kayu
dibandingkan dengan kumpulan pohon kayu tunggal menawarkan keuntungan mengurangi biaya pembentukan pohon, peningkatan pendapatan selama fase tidak
produktif pohon, efisien pemanfaatan sumberdaya alam, dan pengurangan risiko dari
bencana kebakaran Garrity dan Mercado 1994 dalam Prasad et al. 2010. Couto dan Gomes 1995 dalam Prasad et al. 2010 melaporkan bahwa
hasil tumpangsari lebih tinggi dan adanya interaksi yang saling melengkapi dalam sistem Eucalyptus-kacang. Salah satu tumpangsari baris berupa jagung
tidak mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan kayu putih dan
mengurangi biaya perkebunan dengan 60. Sistem berbasis Eucalyptus tidak hanya menyediakan pendapatan reguler untuk kelangsungan petani sebelum kayu
putih dipanen 4 tahun, tetapi juga pakan untuk ternak. Budidaya tanaman yang berbeda dalam kebun dianggap sebagai strategi
petani untuk mendiversifikasikan kebutuhan hidup dan kebutuhan uang tunai mereka. Keberlanjutan sosio-ekonomi dalam pemenuhan subsisten dan tanaman
harus dipertimbangkan, seiring dengan penyempurnaan pemenuhan jenis tanaman. Dalam rangka memenuhi kebutuhan makanan dan uang tunai rumah tangga,
tanaman pangan terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, serta tanaman tunai harus cukup terwakili dalam sistem Abebe et al. 2010.
Menurut Suharjito
et al 2003, Sistem agroforestry dapat dikatakan
menguntungkan apabila 1 dapat menghasilkan tingkat output yang lebih banyak dengan menggunakan jumlah input yang sama, atau 2 membutuhkan jumlah
input yang lebih rendah untuk menghasilkan tingkat output yang sama. Kondisi ini dicapai apabila ada interaksi antar komponen yang saling menguntungkan baik
dari segi biofisik, maupun ekonomi. Interaksi biofisik sebenarnya mencerminkan interaksi ekonomi, apabila output fisik per satuan lahan diubah menjadi nilai uang
per satuan biaya faktor produksi.