Faktor-faktor yang mempengaruhi kelestarian kebun campuran
kebun campuran misalnya pembuatan emping, keripik pisang, keriping melinjo secara berkelompok.
Petani dalam melakukan pengelolaan kebun campuran masih tradisional. Hal ini berkaitan dengan luasan lahan dan modal yang dimiliki oleh petani. Desa
Karacak yang terletak dekat dengan lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan pertanian seperti IPB memberikan keuntungan bagi petani,
khususnya dalam penerapan teknologi-teknologi baru terutama tepat guna dalam mengelola kebun campuran meskipun masih bersifat eksperimental.
Peran dari anggota keluarga terhadap pengelolaan dan keberadaan kebun campuran merupakan faktor penting, dimana kepala keluarga berperan sebagai
pengambil keputusan dan ibu rumah tangga berperan sebagai pengelola keuangan. Jadi selain berperan sebagai sumber tenaga kerja, anggota keluarga merupakan
tempat dimana inovasi-inovasi diungkapkan dan diputuskan. Namun, pada saat sekarang terjadi peralihan sosio-profesi, dimana anggota keluarga petani
khususnya anak petani lebih memilih untuk merantau sebagai pekerja toko di luar desa atau pekerjaan lain daripada masuk ke kebun campuran sebagai petani.
Kebun campuran dikembangkan secara sederhana oleh petani sehingga tidak membutuhkan teknologi yang canggih, modal besar dan tenaga kerja yang
banyak. Perkembangan produk-produk kebun campuran tertentu yakni tanaman manggis dan kayu memperoleh nilai komersil akibat perkembangan pasar.
Penilaian indikator : Cukup 4.
Pola hubungan sosial yang terbangun antara berbagai pihak dalam pengelolaan hutan merupakan hubungan sosial relatif sejajar
Tingkat upah disepakati, ada mekanisme penyelesaian sengketa pengupahan yang adil, dan tidak ada diskriminasi tingkat upah atau pembagian
manfaat. Penilaian indikator : Baik
Berdasarkan data di atas, hasil penilaian terhadap enam belas indikator di atas diperoleh penilaian “Baik” berjumlah lima, penilaian “Cukup” berjumlah
tujuh dan penilaian “Jelek” berjumlah empat. Dari penilaian tersebut dapat disimpulkan bahwa praktek kebun campuran tersebut belum memenuhi
persyaratan minimum pencapaian kelestarian fungsinya dan dinyatakan “LULUS dengan Catatan”. Penilaian kelestarian tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6.
5.2 Tataniaga Kayu Kebun Campuran Karacak 5.2.1 Pelaku dan Saluran Tataniaga Kayu
Pelaku tataniaga Pelaku tataniagapemasaran kayu di Karacak terdiri dari petani kebun
campuran, pedagang pengumpul dan industri penggergajian kayu. Pedagang pengumpul atau sering disebut dengan tengkulak kayu adalah
orang yang mendistribusikan kayu rakyat dari petani sampai ke industri pengolahan kayu sawmill. Pedagang pengumpul melakukan beberapa kegiatan
produksi seperti penebangan, penyaradan dan muat bongkar. Oleh sebab itu pedagang pengumpul harus memiliki modal dan informasi pasar agar usahanya
dapat memperoleh keuntungan. Disini pedagang pengumpul sebagai monopsoni, yang dengan mudah dapat membeli kayu dari para petani dengan harga yang
dapat ditentukan sendiri. Kelangsungan usaha pedagang pengumpul ditunjang oleh para petani yang menjual kayunya ke pedagang pengumpul. Kemudian
dialirkan dari pedagang pengumpul ke sawmill. Sawmill
mendapat bahan baku produknya sebagian besar dari pedagang pengumpul, dapat dikatakan bahwa pedagang pengumpul merupakan pemasok
utama bahan baku kayu untuk sawmill. Kegiatan produksi yang paling banyak dilakukan berada di tingkat sawmill. Sehingga keuntungan yang diperoleh sawmill
pun jauh lebih besar dibandingkan dengan para pelaku pemasaran kayu lainnya. Hal ini menyebabkan usaha sawmill industri penggergajian semakin
berkembang. Dari sawmill produk kayu rakyat dipasarkan ke industri besar di luar kota.
1. Petani Kebun Campuran
Umumnya petani kebun campuran merupakan pekerjaan utama di Desa Karacak sehingga dalam kegiatan pengusahaan kebun campuran petani
melakukannya sendiri tanpa mengupahkannya kepada orang lain. Mayoritas jenis pohon kayu yang ditanam yaitu sengon P. falcataria dan kayu afrika M.
eminii . Kegiatan penanaman tidak menggunakan jarak tanam, hanya beberapa
orang petani saja yang melakukan jarak tanam pada kebunnya.
Penjualan kayu yang dilakukan oleh petani pada umumnya adalah jenis sengon P. falcataria, dikarenakan sengon merupakan jenis yang paling banyak
ditanam di lahan para petani dan juga memiliki umur tebang yang relatif singkat 5 tahun. Petani melakukan penjualan kayu dalam bentuk pohon berdiri, hal ini
dikarenakan penjualan kayu dalam bentuk pohon berdiri sangat praktis karena mulai dari penebangan hingga pengangkutan termasuk seluruh biayanya
ditanggung oleh pembeli yang biasanya adalah pedagang pengumpul. Penjualan kayu dalam bentuk pohon berdiri mempunyai beberapa
keuntungan dan kerugian bagi petani. Keuntungan yanng diperoleh adalah petani tidak perlu menanggung biaya pemanenan dan biaya pemasaran, juga tidak perlu
susah dalam memikirkan tenaga kerja karena sudah menjadi tanggung jawab pembeli pedagang pengumpul. Sedangkan kerugian yang diperoleh yaitu petani
dalam posisi yang lemah dalam menentukan harga karena kurangnya akses terhadap informasi harga, dan jika terjadi kerusakan pada pohon-pohon dalam
tegakan tidak mendapat ganti rugi dari pembeli.
a b
Gambar 12 Bentuk penjualan kayu a kayu berdiri b kayu bulat. Pemasaran kayu di lokasi penelitian termasuk mudah, petani cukup
menghubungi pedagang pengumpul dan melakukan transaksi jual beli di tempat lahan, biasanya harga ditentukan atas dasar kesepakatan bersama. Adapun
motivasi penjualan mayoritas untuk memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai
pendidikan anak. Dalam sistem penjualannya, kayu biasanya dijual oleh petani dengan beberapa sistem penjualan, yaitu menghitung per pohon, dan borongan.
Sistem penjualan borongan adalah sistem penjualan kayu dengan cara menghitung pohon yang akan dijual dalam luasan lahan tertentu satuan Rptegakan
sedangkan sistem penjualan per pohon adalah sistem penjualan kayu dengan cara menghitung pohon yang dijual dengan satuan per pohon. Sistem yang paling
banyak digunakan adalah dengan menghitung jumlah pohon yang akan dijual. Dalam penjualannya, pohon yang akan dijual dihitung berapa jumlahnya
kemudian ditaksir berapa harga yang sesuai untuk membeli kayu tersebut oleh pembeli. Umumnya petani menjual kayu dengan cara menghitung jumlah pohon
yang akan dijual, baik itu pohon yang berdiameter besar maupun berdiameter kecil sehingga pembeli hanya menaksir harga borongan dari pohon-pohon yang
dijual. Kerugian petani dalam sistem penjualan ini yaitu seringkali harga beli dari pedagang pengumpul tidak sesuai dengan volume pohon yang dibeli, hal ini
disebabkan karena harga beli ditentukan dengan cara menaksir volume pohon dari bentuk pohon yang dijual.
Sebaiknya digunakan sistem kubikasi dimana dalam penjualannya petani sudah mengerti perhitungan volume pohon. Dalam penjualannya, pohon yang
akan dijual dihitung diameter dan tinggi taksirannya kemudian pembeli menentukan volume pohon tersebut dengan melihat Tabel Tarif Volume Kayu.
Sistem penjualan dengan kubikasi merupakan sistem penjualan yang paling baik karena harga beli yang diberikan oleh pedagang pengumpul sesuai dengan volume
pohon yang dijual oleh petani. Keuntungan dari sistem ini yaitu petani akan mendapatkan harga yang sesuai dengan volume pohon yang dijual, dan tidak
tertipu oleh harga beli dari pedagang pengumpul. Adapun kekurangan dari sistem ini adalah tidak banyak petani yang menggunakan sistem penjualan ini karena
keterbatasan informasi cara menghitung volume pohon sehingga petani membutuhkan bantuan Tabel Tarif Volume yang juga jarang dimiliki petani.
2. Pedagang Pengumpul
Pedagang pengumpul yang ditemui di lokasi penelitian terdiri dari 5 orang. Keterangan pedagang pengumpultengkulak dapat dilihat pada Tabel 16.