Kerangka Pemikiran Penelitian Analysis of Sustainability and Wood Marketing at the Mixed Garden of Karacak Village, Leuwiliang District, Bogor

bawah satu meter. Ubi kayu merupakan lapisan kedua dari satu sampai dua meter, dan lapisan ketiga ditempati oleh pisang dan pepohonan. Sistem kebun pekarangan di Pulau Jawa terutama Jawa Barat merupakan contoh pengolahan lahan yang berasal dari daerah tropika, dimana kebun campuran ini dalam bahasa sunda disebut juga dengan talun. Kebun ini memadukan tanaman berkhasiat asal hutan dengan tanaman khas pertanian. Kehadiran dan campur tangan manusia secara terus menerus, membuat kebun itu menjadi sistem yang benar-benar buatan, meskipun tetap bisa ditemukan sifat khas vegetasi hutan Foresta et al. 2000. Jika dilihat dan dibandingkan antara kebun campuran dengan kebun monokultur satu jenis, satu jenis produk pertanian yang dihasilkan kebun campuran umumnya lebih rendah produksinya dari kebun monokultur. Itulah sebabnya kebun campuran biasanya dimiliki oleh petani yang tidak mengandalkan hasil dari satu jenis tanaman saja. Hal ini berbeda dengan kebun monokultur yang lebih banyak dimiliki oleh petani yang sangat mengandalkan hasil yang banyak dari satu jenis tanaman yang memiliki nilai jual tinggi di pasar. Padahal harga komoditas pertanian cukup sering berubah-ubah tergantung pada permintaan dan pasokan di pasar, yang bisa berbeda di waktu dan tempat yang berbeda. Contohnya sewaktu harga karet jatuh pada tahun 2008, petani dengan sistem monokultur mengalami kerugian yang lebih banyak dibandingkan petani dengan sistem kebun campuran yang memiliki produk pertanian lain yang bisa dijual seperti pinang, durian, dan aren Martini et al. 2010. Ukuran-ukuran Kelestarian Kebun Campuran Kelestarian dalam kebun campuran ini identik dengan kelestarian hutan rakyat. Dengan demikian ukuran-ukuran kelestarian yang digunakan adalah ukurankriteria pengelolaan hutan lestari yakni mengikuti standar pedoman Lembaga Ekolabel Indonesia dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari PHBML. Pengelolaan hutan berbasis masyarakat PHBM lestari diartikan sebagai segala bentuk pengelolaan hutan dan hasil hutan yang dilakukan oleh masyarakat dengan cara-cara tradisional baik dalam bentuk unit komunitas, unit usaha berbasis komunitas koperasi dalam arti luas, maupun individual berskala kesil sampai sedang, yang dilakukan secara lestari. Penilaian PHBML dilakukan terhadap seluruh masukan input, aktivitas kegiatan, dan keluaran output dari suatu praktek PHBM. Penilaian tersebut ditujukan untuk menunjukkan pencapaian kelestarian dari suatu unit manajemen UM PHBM. Pencapaian kelestarian praktek PHBM ditentukan oleh seluruh upaya, yaitu masukan, kegiatan, dan keluaran yang mempunyai tingkat kontribusi yang berbeda-beda terhadap pencapaian kelestarian tersebut LEI 2001. Pencapaian kelestarian PHBM tersebut dinilai dengan indikator yang dapat diukur secara kuantatif maupun kualitatif. Setiap indikator diukur skala intensitasnya baik, cukup, jelek. Seluruh nilai indikator akan mencerminkan pencapaian performance kelestarian praktek PHBM. Karena perbedaan kontribusi masing-masing kriteria dan indikator terhadap pencapaian kelestarian praktek PHBM telah dicerminkan pada tipologi PHBM, maka seluruh kriteria dan indikator ditetapkan mempunyai bobot yang sama. Dengan demikian nilai total yang merupakan penjumlahan dari nilai seluruh indikator dapat mencerminkan performansi praktek PHBM yang dinilai LEI 2001. 2.3 Tataniaga 2.3.1 Pengertian Tataniaga Definisi tataniaga menurut Kohls, R.L. 1967 adalah keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam upaya menyalurkan produk atau jasa mulai dari titik produksi sampai ke tangan konsumen. Pengertian tataniaga dapat dilihat dengan pendekatan manajerial aspek pasar dan aspek ekonomi. Berdasarkan aspek manajerial, tataniaga merupakan analisis perencanaan organisasi, pelaksanaan dan pengendalian pemasaran untuk menentukan kedudukan pasar. Sedangkan berdasarkan aspek ekonomi, tataniaga merupakan distribusi fisik dan aktivitas ekonomi yang memberikan fasilitas- fasilitas untuk bergerak, mengalir dan pertukaran komponen barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Selain itu tataniaga merupakan kegiatan produktif karena meningkatkan, menciptakan nilai guna bentuk, waktu, tempat dan kepemilikan. Dengan demikian tataniaga pertanian dapat diartikan sebagai semua bentuk kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke konsumen, termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang untuk mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumen Limbong 1985. Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dengan mana individu-individu dan kelompok-kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran nilai dengan yang lain Kotler 2008. Menurut Sudiyono 2002, pemasaran dianggap sebagai proses aliran barang yang terjadi dalam pasar. Dalam pemasaran ini barang mengalir dari produsen sampai kepada konsumen akhir yang disertai penambahan guna bentuk melalui proses pengolahan, guna tempat melalui proses pengangkutan dan guna waktu melalui proses penyimpanan.

2.3.2 Lembaga dan Saluran Tataniaga

Hanafiah dan Saefudin 1983, menjelaskan bahwa lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dimana barang bergerak dari produsen sampai ke konsumen. Lembaga tataniaga ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang perantara, dan lembaga pemberi jasa. Saluran tataniaga merupakan cara yang digunakan untuk menyampaikan produk oleh produsen kepada konsumen. Saluran tataniaga sangat penting terutama untuk melihat tingkat harga pada masing-masing lembaga pertanian dan harga jual produk di pasaran. Panjang pendeknya saluran tataniaga suatu produk pertanian tergantung kepada beberapa faktor yaitu : 1. Jarak dari produsen ke konsumen Semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen akan cenderung menciptakan saluran tataniaga yang panjang dengan aktivitas dan pelaku bisnis yang banyak. 2. Sifat komoditas Produk yang cepat rusak membutuhkan saluran tataniaga yang relatif pendek agar dapat segera sampai ke konsumen untuk diolah atau dikonsumsi. 3. Skala produksi Skala produksi yang semakin besar menyebabkan saluran tataniaga akan semakin banyak melibatkan sejumlah lembaga tataniaga. Dengan demikian