Agroforestry dan Pengusahaannya Analysis of Sustainability and Wood Marketing at the Mixed Garden of Karacak Village, Leuwiliang District, Bogor

akan dijelaskan bagaimana perilaku penjual dan pembeli yang terlibat market conduct dan selanjutnya akan menunjukan keragaan yang terjadi dari struktur dan perilaku pasar market performance yang ada dalam sistem tataniaga tersebut. Hammond dan Dahl 1977, menetapkan empat faktor penentu dari karakteristik struktur pasar, yaitu; Jumlah atau ukuran perusahaan, Kondisi atau keadaan komoditas, Kondisi keluar masuk perusahaan, dan tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh partisipan dalam tataniaga. Berdasarkan strukturnya, pasar digolongkan menjadi dua yaitu pasar bersaing sempurna dan bersaing tidak sempurna. Pasar bersaing sempurna jika terdapat banyak pembeli dan penjual setiap pembeli maupun penjual hanya menguasai sebagian kecil dari barang dan jasa, sehingga tidak dapat mempengaruhi harga pasar price taker, barang atau jasa homogen serta pembeli dan penjual beban keluar masuk pasar freedom to entry and to exit . Sedangkan pasar tidak bersaing sempurna dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi penjual dan pembeli. Dari sisi pembeli terdiri dari pasar monopsoni, oligopsoni, dan sebagainya. Dari sisi penjual terdiri dari pasar persaingan monopolistik, monopoli, oligopoli, dan sebagainya. Dalam menganalisis efisiensi pemasaran yang dimaksud dengan tingkah laku pasar adalah bagaimana peserta pasar, yaitu produsen, konsumen dan lembaga pemasaran menyesuaikan diri terhadap situasi penjualan dan pembelian yang terjadi. Dalam menganalisis tingkah laku pasar ini, terdapat tiga pihak peserta pasar yang mempunyai kepentingan berbeda. Produsen menghendaki harga yang tinggi, pasar output secara lokal, menghendaki pilihan beberapa pembeli tidak terjadi struktur monopsonis ataupun oligopsonistik, tersedia waktu dan informasi pasar yang cukup dan adanya kekuatan tawar menawar yang lebih kuat. Lembaga pemasaran menghendaki keuntungan yang maksimal, yaitu selisih marjin pemasaran dengan biaya untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran relatif besar. Sedangkan konsumen menghendaki tersedianya produk pertanian sesuai kebutuhan konsumen dengan harga wajar Sudiyono 2002. Keragaan pasar adalah hasil keputusan akhir yang diambil dalam hubungannya dengan proses tawar menawar dan persaingan pasar. Dengan demikian, keragaan pasar ini dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh pengaruh struktur dan tingkah laku pasar dalam proses pemasaran suatu komoditi pertanian. Keragaan pasar ini secara praktis dapat dikatakan dengan melihat beberapa indikator efisiensi pemasaran. Indikator-indikator yang biasanya digunakan untuk menentukan efisiensi pemasaran adalah marjin pemasaran, harga di tingkat konsumen, tersedianya fasilitas fisik pemasaran dan intensitas persaingan pasar Sudiyono 2002.

2.3.5 Efisiensi Tataniaga

Kohls 1967, menjelaskan bahwa untuk memahami efisiensi tataniaga harus terlebih dahulu memahami tataniaga sebagai suatu aktivitas bisnis yang ditujukan untuk menyampaikan suatu produk kepada konsumen. Output dari aktivitas tataniaga adalah kepuasan konsumen terhadap suatu produk dan jasa, sedangkan input-nya adalah semua sumberdaya usaha yang meliputi tenaga kerja, kapital, dan manajemen yang digunakan perusahaan dalam proses produksi. Sehingga efisiensi tataniaga dapat diartikan sebagai suatu perubahan yang menyebabkan berkurangnya biaya input pada suatu pekerjaan tanpa mengurangi kepuasan konsumen dari keluaran suatu produk atau jasa. Efisiensi dalam pengertian sederhana merupakan keluaran output yang optimum dari penggunaan seperangkat masukan input. Hanafiah dan Saefudin 1983, menjelaskan bahwa pengertian efisiensi tataniaga akan berbeda tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Pengertian efisiensi tataniaga yang dimaksud oleh pengusaha tentunya akan berbeda dengan yang dimaksudkan oleh konsumen. Perbedaaan ini timbul karena adanya perbedaan kepentingan antara pengusaha dan konsumen. Pengusaha menganggap suatu sistem tataniaga efisiensi apabila penjualan produknya mendatangkan keuntungan yang tinggi baginya, sebaliknya konsumen menganggap sistem tataniaga tersebut efisien apabila konsumen mudah mendapatkan barang yang diinginkan dengan harga rendah. Suatu perubahan yang dapat meningkatkan kepuasan konsumen akan output barang atau jasa menunjukkan suatu perbaikan tingkat efisiensi tataniaga. Sebaliknya suatu perubahan yang dapat mengurangi biaya input tetapi juga mengurangi kepuasan konsumen menunjukkan suatu penurunan tingkat efisiensi tataniaga. Banyak cara yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi tataniaga yaitu dengan cara sebagai berikut : 1. Menghilangkan persaingan yang tidak bermanfaat, 2. Mengurangi jumlah pedagang perantara pada saluran, 3. Membuka metode cooperative, 4. Memberi bantuan kepada konsumen, 5. Standarisasi dan implikasi, Untuk melihat efisiensi dapat dengan dua konsep yaitu pertama, dengan konsep analisis struktur, perilaku dan keragaan pasar serta konsep kedua yaitu dengan konsep rasio input-output. Penggunaan konsep yang kedua yaitu dengan rasio input-output menghadapi kesulitan dalam pengukuran kepuasan konsumen, sehingga pengukuran tingkat efisiensi tataniaga dilakukan melalui pendekatan lain yaitu melalui efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional menekankan pada keterkaitan harga dalam mengalokasikan komoditas dari produsen ke konsumen akibat perubahan tempat, bentuk dan waktu yang diukur melalui keterpaduan pasar yang terjadi akibat pergerakan komoditas dari satu pasar ke pasar lainnya. Sedangkan efisiensi harga menekankan kepada kemampuan meminimumkan biaya yang dipergunakan untuk menggerakkan komoditas dari produsen ke konsumen atau kemampuan meminimumkan biaya untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi tataniaga. Efisiensi harga dapat didekati dengan perhitungan biaya dan marjin tataniaga. Istilah biaya tataniaga yang dimaksud adalah mencakup jumlah pengeluaran yang dikeluarkan oleh pelaku tataniaga untuk pelaksanaan kegiatan pemasaran produk. Biaya tataniaga suatu produk biasanya diukur secara kasar dengan marjin. Pada pengukuran efisiensi ekonomis, marjin tataniaga sering digunakan sebagai alat ukur untuk mengetahui efisiensi dari sistem tataniaga tersebut Hanafiah dan Saefudin 1983.

2.3.6 Marjin Pemasaran

Marjin adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang terjadi pada suatu tingkat yang berbeda dalam sistem tataniaga. Pada suatu perusahaan istilah marjin merupakan uang yang ditentukan secara internal accounting , yang diperlukan untuk menutupi biaya dan laba, dan ini merupakan perbedaan antara harga pembelian dan penjualan Hanafiah dan Saefudin 1983. Marjin pemasaran merupakan selisih harga yang dibayar konsumen akhir dan harga yang diterima petani produsen. Dengan menganggap bahwa selama proses pemasaran terdapat beberapa lembaga pemasaran yang terlibat dalam aktivitas pemasaran ini, maka dapat dianalisis distribusi marjin pemasaran di antara lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat ini Sudiyono 2002. Hammond dan Dahl 1977 mendefinisikan marjin tataniaga sebagai perbedaan harga di tingkat petani Pf dengan harga pedagang pengecer Pr. Marjin tataniaga menjelaskan perbedaan harga dan tidak memuat pernyataan mengenai jumlah produk yang dipasarkan. Dengan menggunakan definisi pertama yang menyebutkan bahwa marjin pemasaran merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani, maka lebih lanjut dapat dianalisa sebagai berikut: Harga yang dibayarkan konsumen merupakan harga di tingkat pengecer, yaitu merupakan perpotongan kurva permintaan primer primary demand curve dengan kurva penawaran turunan derived supply curve. Sedangkan harga di tingkat petani merupakan potongan antara kurva permintaan turunan derived demand curve dengan kurva penawaran primer primary supply curve. Permintaan konsumen atas suatu produk di tingkat pengecer disebut permintaan primer. Sedangkan permintaan suatu produk di tingkat petani disebut permintaan turunan, sebab permintaan ini diturunkan dari permintaan konsumen di tingkat pengecer. Pada analisis pemasaran komoditi pertanian tentu dipertimbangkan pada sisi penawaran dan permintaan ini secara simultas, sehingga terbentuk harga di tingkat pengecer dan harga di tingkat produsen. Dengan demikian marjin pemasaran dapat disusun oleh kurva penawaran permintaan sebagai berikut: Gambar 3 Kurva penawaran permintaan primer dan turunan serta marjin pemasaran. Gambar di atas menginformasikan kurva permintaan primer yang berpotongan dengan kurva penawaran turunan, membentuk harga di tingkat pengecer Pr. Sedang kurva permintaan turunan berpotongan dengan kurva penawaran primer membentuk harga di tingkat petani Pf. Marjin pemasaran sama dengan selisih harga di tingkat pengecer dengan harga di tingkat petani M = Pr – Pf. Perlu diperhatikan, penentuan marjin pemasaran cara ini harus dipenuhi asumsi bahwa jumlah produk yang ditransaksi di tingkat petani sama dengan jumlah produk yang ditransaksikan di tingkat pengecer, yaitu sebesar Q. 3 METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada lahan kebun campuran sebagai unit analisis yang terdapat di Desa Karacak yang secara administrasi berada di Kec. Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive di lapangan pada lahan kebun campuran yang dilaksanakan dan dikembangkan oleh petani. Penelitian lapangan pada lokasi penelitian tersebut dilakukan selama dua bulan, mulai bulan Januari 2011 sampai Februari 2011.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan data primer, yaitu data yang diperoleh dengan cara menggunakan wawancara mendalam secara bebas dan terstruktur dengan menggunakan alat bantu kuisioner terhadap responden terpilih, pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan. Responden dipilih secara acak sebanyak 30 orang yang terlibat langsung dalam pengusahaan kebun campuran petani kebun campuran, responden tengkulakpedagang pengumpul kayu dipilih secara sensus di Desa Karacak yakni sebanyak 5 orang dan pelaku industri perkayuan dipilih secara purposive dengan pertimbangan industri yang menggunakan kayu kebun campuran Karacak yakni sebanyak empat industri. Dasar penetapan sampel mengacu pada pendapat Roscoe 1982 dalam Sugiyono 2009, ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah minimal 30 satuan. Adapun data primer yang diukur yakni berupa : a. Potensi kayu kebun campuran Desa Karacak. b. Sistem pengelolaan kebun campuran Desa Karacak. c. Permintaan kayu kebun campuran Desa Karacak d. Pemasaran kayu kebun campuran Desa Karacak.