3. Faktor-faktor Situasional Faktor situasional merupakan faktor yang terkait dengan situasi atai kontek
dimana agresi itu terjadi. Berikut ini adalah faktor situasional yang mempengaruhi agresi:
a. Suhu udara tinggi. Suhu udara yang tinggi cenderung akan meningkatkan agresi, tetapi hanya sampai pada titik tertentu.m Diatas tingkat tertentu
atau lebih dari 80 derajat fahrenheit agresi menurun selagi suhu udara
meningkat. Hal ini disebabkan pada saat suhu udara yang tinggi membuat orang-orang menjadi sangat tidak nyaman sehingga mereka kehilangan
energi atau lelah untuk terlibat agresi atau tindakan kekerasan Baron Bryne, 2005.
b. Alkohol. Individu ketika mengonsumsi alkohol memiliki kecenderungan untuk lebih agresi. Dalam beberapa eksperimen, partisipan-partisipan yang
mengonsumsi alkohol dosis tinggi serta membuat mereka mabuk ditemukan bertindak lebih agresif dan merespon provokasi secara lebih
kuat, daripada partisipan yang tidak mengkonsumsi alkohol Baron Bryne, 2005.
Perilaku agresif yang dilakukan oleh seorang individu selain dipengaruhi oleh faktor sosial dan faktor pribadi adalah faktor situasional yakni suhu udara
dan alkohol.
2.1.3 Dimensi-dimensi Agresivitas
Buss dan Perry 1992 berpendapat bahwa ada empat dimensi agresi yang biasa dilakukan oleh individu, yaitu:
a Agresi fisik. Agresi yang dilakukan untuk melukai orang lain secara fisik, seperti melukai, menyakiti orang lain secara fisik. Misalnya menyerang,
memukul, menendang, atau membakar. b Agresi verbal. Komponen perilaku motorik seperti: menyakiti dan melukai
orang lain melalui verbalis, misalnya memaki, mengejek, membentak, berdebat, menunjukkan ketidaksesuaian ketidaksetujuan, menyebar
gossip, dan bersikap sarkatis. c Agresi marah. Emosi afektif, perasaan tidak senang sebagai reaksi fisik
atau cedera fisik maupun psikis yang diderita individu. Misalnya, kesal, hilang kesabaran, dan tidak mampu mengontrol rasa marah.
d Agresi permusuhan. Sikap negatif terhadap orang lain karena penilaian sendiri yang negatif.
Dalam penelitian ini bentuk agresivitas yang digunakan adalah milik Buss dan Perry 1992 karena keempat bentuk agresivtas milik Buss dan Perry 1992
yakni fisik, verbal, marah, dan kemarahan seringkali muncul dalam perilaku
agresif yang dilakukan oleh individu.
2.1.4 Pengukuran Agresivitas
Alat ukur agresivitas telah banyak digunakan, O’Connor, Archer, dan Wu 2001
menjelaskan diantaranya adalah:
1. Alat ukur agresivitas yang pernah digunakan adalah Anger Situation Questionnaire ASQ
. Alat ukur ini terdiri dari 33 item yang mana mengukur disposisi amarah pada bentuk “pengalaman-pengalaman emosi”, “intensitas
perasaan”, dan “pembacaan tindakan”. Alat ukur ini dikembangkan secara khusus untuk wanita oleh van Goozen pada tahun 1994.
2. AQ-P Aggression Questionaire – Partner, merupakan alat ukur untuk
mengukur agresivitas. Alat ukur ini diadaptasi dari Aggression Questionnaire
AQ oleh Buss dan Perry 1992, terdiri dari 29 item.
3. Aggressive Provocation Questionnaire APQ merupakan alat ukur
agresivitas yang terdiri dari 21 item dimana hanya 12 item saja yang dinyatakan reliabel. Alat ukur ini merupakan alat ukur baru yang digunakan
untuk mengukur agresivitas, dirancang untuk mengakses kecenderungan laki- laki dalam menunjukkan perilaku agresif ketika sengaja diatur dengan situasi
provokasi.
4. Aggression Questionnaire AQ. Instrumen yang dikembangkan Buss dan
Perry 1992 ini terdiri 29 item atau pernyataan, pada standar psikometri menunjukkan reabilitas dan internal konsistensi yang adekuat. Instrumen ini
memiliki konsistennsi internal antara 0,72 dan 0,89 dan reabilitas test-retest antara 0,72 dan 0,80.
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan alat ukur Aggression Questionnaire AQ untuk mengukur agresivitas yang terdiri dari 29 item. Alat
ukur ini sering digunakan untuk mengukur agresivitas karena sudah teruji reliabilitasnya dan internal konsistensinya.
2.2 Trait Kepribadian Big-Five
2.2.1 Definisi Trait Kepribadian
Feist dan Feist 2009 mendeskripsikan kepribadian personality adalah sebuah
pola dari sifat yang relatif menetap dan karakteristik unik, dimana memberikan konsistensi dan individualitas pada perilaku seseorang. Sifat
trait menunjukan perbedaan individual dalam berperilaku, perilaku yang konsistensi sepanjang
waktu, dan stabilitas perilaku dalam berbagai situasi. Larsen dan Buss 2002 mendefinisikan kepribadian adalah seperangkat
sifat-sifat psikologikal dan mekanisme di dalam diri individu yang diatur yangrelatif menetap dan dapat mempengaruhi interaksi individu dengan yang lain
serta untuk beradaptasi dengan lingkungan baik intrafisik, fisik, dan lingkungan sosial.
Trait digambarkan sebagai karakteristik yang mendiskripskan kebiasaan dimana setiap orang berbeda dengan yang lain.
Pervin, Cervrone, dan John 2005 mendefinisikan kepribadian adalah karakteristik seseorang yang mana perasaan, pikiran, dan tindakannya cenderung
menetap. Trait juga didefinisikan sebagai bentuk yang secara konsisten dimiliki
individu baik tindakan, perasaan, maupun pikiran.
Kepribadian menurut McCrae dan Costa dalam Cloninger, 2009 mendefinikan kepribadian sebagai penyebab yang ada dalam diri individu yang
kemudian muncul dalam bentuk perilaku dan pengalaman. Trait juga
didefinisikan sebagai karakteristik yang bervariasi dari masing-masing individu yang menyebabkan individu tersebut berperilaku secara konsisten.
Berdasarkan beberapa definisi diatas mengenai kepribadian maka penulis menyimpulkan bahwa
trait kepribadian merupakan suatu hal yang membedakan individu yang satu dengan individu yang lain dalam berperilaku, berpikir dan
merasakan berbagai situasi, yang relatif menetap dan konsisten serta memiliki keunikan yang khas.
2.2.2 Definisi Trait Kepribadian Big-Five
Menurut Pervin, Cevrone, dan John 2005, Model Trait Five Factor adalah
“The five-factor model is investigators try to find basic units of personality by analyzing
the words that people ”.Model five-factor adalah inverstigator yang mencoba
menemukan unit dasar dari kepribadian dengan menganalisis perkataan orang tersebut.
Raymond B. Cattell merupakan peletak dasar teoritis dari pengukuran terhadap kepribadian yang kemudian berkembang menjadi bentuk dasar dari
struktur kepribadian yang saat ini lebih dikenal dengan istilah Big Five. Secara
historis big five berkembang dari dua jenis pendekatan dalam mengidentifikasi