183
2. Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa melalui Penerapan Metode
Learning Together
Pengamatan aktivitas belajar siswa sebelum tindakan meliputi aktivitas visual, aktivitas mendengar, aktivitas menulis, aktivitas
menggambar, aktivitas emosional. Aktivitas belajar siswa sebelum tindakan menunjukan bahwa keaktifan siswa masih di bawah 75,
sehingga belum memenuhi indikator keaktifan siswa. Hal ini terlihat dari aktivitas visual, sebagian siswa belum memperhatikan dan berkonsentrasi
dengan apa yang disampaikan guru di depan kelas, bahkan siswa tidak memperhatikan media yang digunakan guru untuk mendemonstrasikan
pembuatan pola yaitu papan tulis. Aktivitas mendengar, saat guru menyampaikan materi, masih saja ada siswa yang mengobrol sendiri,
menyandarkan kepala di atas meja, dan bermain alat komunikasi. Siswa belum memiliki kesadaran menulis materi atupun hal-hal yang relevan
dengan pembelajaran. Ketika siswa mengalami kesulitan membuat pola, siswa cenderung diam, dan tidak mengajukan pertanyaan kepada guru,
hal ini menyebabkan kompetensi siswa menurun, karena siswa tidak mau bertanya saat menghadapi kesulitan membuat pola. Dari segi aktivitas
emosional, sebagian besar siswa belum serius mengerjakan tugas membuat pola, siswa tidak fokus mengerjakan tugas, di sela-sela waktu
mengerjakan tugas masih saja ada siswa yang santai, mengobrol, bercanda, dan melakukan hal- hal lain yang tidak mendukung
pembelajaran. Akibatnya pada batas waktu pengumpulan tugas banyak
184
siswa yang tidak mengumpulkan dan minta waktu perpanjangan bahkan sampai hari berikutnya.
Berdasarkan uraian hasil pengamatan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa aktivitas belajar siswa sebelum tindakan sangatlah
rendah, dan masih di bawah 75. Aktivitas belajar siswa siklus pertama, merupakan pengamatan
aktivitas belajar siswa dengan menerapkan metode learning together. Pada siklus kedua ini indikator pengamatan masih sama dengan sebelum
tindakan yaitu aktivitas visual, aktivitas mendengar, aktivitas menulis, aktivitas menggambar, dan aktivitas emosional. Aktivitas belajar siswa di
siklus pertama ini sudah mulai menunjukkan adanya peningkatan. Terlihat dari Aktivitas visual, dimana siswa sudah mulai memperhatikan
penjelasan guru, dan media yang digunakan. Aktivitas lisan meningkat, sudah adanya siswa yang bertanya kepada guru maupun temannya.
Ditambah adanya aktivitas diskusi kelompok yang memberi kesempatan siswa bertukar pemahaman dengan teman satu kelompoknya. Ketika
mengerjakan tugas siswa juga terlihat lebih serius, sehingga sebagian besar siswa sudah mengumpulkan tugas tepat sesuai dengan waktu yang
ditentukan. Kategori aktivitas belajar siswa pada siklus pertama ini berada dalam kategori sedang. Pada siklus pertama ini pencapaian
aktivitas belajar siswa sebesar 66,14. Prosentase aktivitas belajar siswa pada siklus pertama ini masih jauh di bawah indikator keaktifan belajar
siswa.
185
Aktivitas belajar siswa pada siklus kedua, tidak jauh beda dengan siklus pertama. Akan tetapi pada siklus kedua ini sudah semakin
meningkat keaktifan siswa dalam berdiskusi, keaktifan siswa bertanya, menulis, aktivitas emosional, siswa semakin bisa bekerjasama dengan
teman satu kelompoknya. Kategori aktivitas belajar siswa pada siklus kedua ini berada dalam kategori sedang. Peningkatan aktivitas belajar
siswa pada siklus kedua ini berdampak baik, karena semua siswa dapat mengumpulkan tugas tepat pada waktunya. Pencapaian aktivitas belajar
siswa siklus kedua ini sebesar 82,29. Aktivitas belajar siswa sudah mencapai indikator keaktifan belajar siswa yaitu lebih dari 75.
Berdasarkan pembahasan aktivitas belajar siswa di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan metode learning together dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa. Terlihat dari sebelum tindakan aktivitas belajar siswa yang masih dibawah 75, pada siklus pertama
aktivitas belajar siswa dalam kategori sedang dengan skor 254, dan prosentase sebesar 66,14, dan pada siklus kedua dalam kategori tinggi
dengan skor 316 dan prosentase mencapai 82,29. Sehingga dapat dikatakan bahwa melalui penerapan metode learning together ini dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa sesuai dengan indikator yang telah ditentukan. Grafik peningkatan aktivitas belajar siswa sebelum tindakan,
siklus pertama, hingga siklus kedua dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
186
Gambar 5. Grafik Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa Siklus 1,
hingga Siklus 2. 3.
Pencapaian Kompetensi Pembuatan Pola Kemeja melalui Penerapan Metode
Learning Together
Kompetensi pembuatan pola sebelum tindakan dari 32 siswa menunjukan nilai rata- rata mean kelas yang dicapai adalah 74,29.
Berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal dengan membagi dua kategori tuntas dan belum tuntas, maka siswa yang sudah tuntas sebesar 53 atau
17 siswa, sedangkan siswa yang belum tuntas sebesar 47 atau 15 siswa. Hal ini menunjukan bahwa kompetensi pembuatan pola siswa cukup
rendah, di mana masih banyak siswa yang belum mencapai KKM. Pada siklus pertama setelah menerapkan metode learning
togethernilai rata- rata kompetensi siswa meningkat 6,74 dari nilai rata- rata sebelum tindakan, yang semula hanya 74,49 setelah tindakan
Rendah Sedang
Tinggi Pra siklus
Siklus 1 66,14
Siklus 2 82,29
10 20
30 40
50 60
70 80
90
d al
am
Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa Siklus 1, hingga Siklus 2
187
menjadi 81,03. Kompetensi siswa pada siklus pertama dari 32 siswa menunjukan bahwa nilai rata-rata kelas sebesar 74,49. Berdasarkan
Kriteria Ketuntasan Minimal siswa yang tuntas sebesar 78 atau 25 siswa, sedangkan sisanya sebesar 22 atau 7 siswa belum tuntas.
Pencapaian kompetensi siswa pada siklus pertama menunjukan bahwa sebagian besar siswa sudah memahami materi pembuatan pola kemeja.
Siklus kedua pencapaian kompetensi siswa meningkat 4,11 dari nilai rata-rata siklus pertama, yang semula 81,03 menjadi 85,14 pada
siklus kedua. Kompetensi siswa siklus kedua menunjukan nilai rata-rata mean yang dicapai adalah 85,14. Berdasarkan Kriteria Ketuntasan
Minimal dari 32 siswa menunjukkan hasil 30 siswa atau sebesar 93,75 siswa telah tuntas, dan sisanya 6,25 siswa atau 2 siswa belum tuntas.
Meskipun demikian penelitian ini dianggap berhasil karena kompetensi siswa meningkat dari pra siklus hingga siklus kedua, meskipun masih ada
dua orang siswa yang belum tuntas. Dua orang siswa yang belum tuntas memiliki nilai masih di bawah 75, namun sudah mencapai nilai 70 lebih,
dan mengalami peningkatan nilai dari setiap tindakan. Melalui penerapan metode learning together, kompetensi
pembuatan pola meningkat. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan pencapaian Kriteria Ketuntasan Minimal yang ditetapkan yaitu 75. Dari
32 siswa sebelum penerapan metode learning together hanya 17 siswa atau 53 siswa yang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal, pada
siklus pertama setelah penerapan metode learning together dari 32 siswa
188
yang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal adalah 25 siswa atau 78 siswa. Pada siklus kedua siswa yang tuntas dan memenuhi Kriteria
Ketuntasan Minimal sebanyak 30 siswa atau sebesar 93,75. Peningkatan ini sesuai dengan kriteria keberhasilan tindakan yang ingin
dicapai yaitu jumlah siswa yang dapat mencapai kompetensi dasar minimal 75 dari jumlah instruksional yang dicapai.
Berikut merupakan grafik peningkatan kompetensi siswa sebelum tindakan, siklus pertama dan siklus kedua :
Gambar 6. Grafik Peningkatan Pencapaian Kompetensi Siswa Pra Siklus, Siklus 1, dan Siklus 2
Pra Tindakan Siklus 1
Siklus 2 Tuntas
17 25
30 Belum Tuntas
15 7
2 5
10 15
20 25
30 35
Ju m
lah S
iswa
Peningkatan Pencapaian Kompetensi Pra Tindakan, Siklus 1, dan Siklus 2
189
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil penelitian penerapan metode learning together untuk peningkatan aktivitas belajar dalam pencapaian kompetensi pembuatan
pola kemeja di SMK Negeri 1 Pandak dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:
1. Pembelajaran pembuatan pola kemeja dengan menerapkan metode learning together, merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa,
guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa. Pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan metode learning together, terdapat
lima sintak yaitu guru menyajikan pembelajaran, pembentukan kelompok, pemberian tugas baik individu maupun kelompok, presentasi hasil
diskusi, dan pemberian reward. Dan beberapa unsur metode yang harus terlaksana meliputi unsur interdependence positif, interaksi langsung,
keterampilan sosial, akuntabilitas individu, dan pemrosesan kelompok. Pada siklus pertama semua sintak metode learning together terlaksana,
akan tetapi dua unsur metode learning together yaitu akuntabilitas individu dan keterampilan sosial belum terlaksana dengan baik. Pada
siklus kedua semua sintak metode learning together sudah terlaksana, sedangkan dua unsur yang pada siklus pertama belum terlaksana pada
siklus kedua ini semua unsur sudah terlaksana, sehingga pembelajaran